"Jadi sekitar 30-40% penghasilan saya disisihkan untuk nabung auto debet," jelasnya.
Tak hanya itu, langkah serupa juga dilakukan sang kekasih. Bedanya, kalo Boni memanfaatkan layanan auto debet bank, sang kekasih lebih berinisiatif untuk menyisihkan penghasilannya secara mandiri.
Meskipun begitu, upaya Boni untuk mendapatkan rumah impian tetap harus bersabar. Pasalnya layanan auto debet yang dimiliki baru bisa cair sesuai tenor yang telah disepakati.
"Waktu itu status karyawan juga sudah tetap jadi sayang banget kalau tidak digunakan untuk pengajuan KPR (Kredit Perumahan Rakyat)," jelasnya.
Singkat cerita, menjelang tenor pencairan tiba. Ia pun segera mencari-cari informasi mengenai proses pembelian rumah.
Setelah membaca berbagai persyaratan, Boni pun menemui masalah baru. Secara pendapatan, ia tidak cukup untuk mengangsur rumah yang diinginkan.
Boni tak patah semangat, ia mencoba mencari informasi lain agar masalah tersebut dapat diatasi.
"Jadi waktu itu untuk single income nggak bisa (mengajukan KPR) tapi kalo joint income bisa syaratnya harus nikah dan punya Kartu Keluarga sendiri," jelas Boni.
Berhubung sang kekasih juga sudah memiliki pandangan untuk ke depan, akhirnya Boni pun memutuskan untuk menikah.
Boni mengatakan, keputusannya menikah di masa pandemi Covid-19 adalah pilih yang sangat tepat. Selain bisa memenuhi syarat pengajuan Kredit Perumahan Rakyat (KPR), ia bersama sang kekasih mampu menekan biaya pernikahan yang sangat mahal.
"Akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Sangat murah sekali hanya akad tanpa resepsi dengan dana yang dikeluarkan sekitar 20% dari total biaya nikah pada umumnya," jelas Boni.