Mohon tunggu...
Duta Aulia
Duta Aulia Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekerja.

Mata dua mulut satu.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jangan Berkecil Hati, Milenial dengan Penghasilan UMR Bisa Kok Punya Rumah Pribadi

10 Oktober 2021   08:37 Diperbarui: 10 Oktober 2021   08:43 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah impian - SRIWIJA POST/SRIWIJA POST/ZAINI

Siapa sih yang nggak ingin punya rumah pribadi? Pastinya pengen dong apa lagi bagi seseorang yang sudah memasuki usia siap berkeluarga.

Meskipun begitu, membeli rumah impian bagi generasi milenial bukan perkara mudah. Luas tanah hunian dengan harga yang selangit menjadi ujian berat bagi generasi milenial untuk mendapatkan rumah impian.

Sekalinya dapet rumah dengan harga sesuai isi kantong, kemungkinan besar faktor lokasi menjadi bahan pertimbangan untuk memutuskan membeli property tersebut.

Meskipun sulit, namun generasi milenial khususnya yang berpenghasilan UMR tetap bisa kok memiliki rumah impian.

Boni misalnya, pria yang lahir pada 1995 ini berbagi cerita mengenai pengalamannya membeli rumah pertama.

"Alhamdullilah sekarang saya dapat rumah di Depok Jawa Barat," ujar Budi.

Pria yang bekerja di kawasan Palmerah Jakarta ini mengatakan, hasrat untuk membeli rumah sudah ada sejak dirinya lulus dari kuliah sekitar 3 tahun lalu.

Namun, ia sempat pesimis dapat mewujudkan mimpi tersebut. Pasalnya setelah lulus kuliah, ia sempat menganggur selama satu tahun untuk mendapatkan pekerjaan.

Meskipun begitu, semangatnya untuk memiliki rumah impian tidak padam begitu saja. Di tahun kedua setelah lulus, ia diterima di salah satu perusahaan media nasional di kawasan Palmerah Jakarta.

Boni bercerita, sejak awal bekerja sudah memiliki tekat untuk menyisihkan sebagian penghasilnya dengan memanfaatkan layanan auto debet yang tersedia hampir diseluruh bank.

"Jadi sekitar 30-40% penghasilan saya disisihkan untuk nabung auto debet," jelasnya.

Tak hanya itu, langkah serupa juga dilakukan sang kekasih. Bedanya, kalo Boni memanfaatkan layanan auto debet bank, sang kekasih lebih berinisiatif untuk menyisihkan penghasilannya secara mandiri.

Meskipun begitu, upaya Boni untuk mendapatkan rumah impian tetap harus bersabar. Pasalnya layanan auto debet yang dimiliki baru bisa cair sesuai tenor yang telah disepakati.

"Waktu itu status karyawan juga sudah tetap jadi sayang banget kalau tidak digunakan untuk pengajuan KPR (Kredit Perumahan Rakyat)," jelasnya.

Singkat cerita, menjelang tenor pencairan tiba. Ia pun segera mencari-cari informasi mengenai proses pembelian rumah.

Setelah membaca berbagai persyaratan, Boni pun menemui masalah baru. Secara pendapatan, ia tidak cukup untuk mengangsur rumah yang diinginkan.

Boni tak patah semangat, ia mencoba mencari informasi lain agar masalah tersebut dapat diatasi.

"Jadi waktu itu untuk single income nggak bisa (mengajukan KPR) tapi kalo joint income bisa syaratnya harus nikah dan punya Kartu Keluarga sendiri," jelas Boni.

Berhubung sang kekasih juga sudah memiliki pandangan untuk ke depan, akhirnya Boni pun memutuskan untuk menikah.

Boni mengatakan, keputusannya menikah di masa pandemi Covid-19 adalah pilih yang sangat tepat. Selain bisa memenuhi syarat pengajuan Kredit Perumahan Rakyat (KPR), ia bersama sang kekasih mampu menekan biaya pernikahan yang sangat mahal.

"Akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Sangat murah sekali hanya akad tanpa resepsi dengan dana yang dikeluarkan sekitar 20% dari total biaya nikah pada umumnya," jelas Boni.

Setelah menikah dan administrasi seperti KK dan KTP telah diperbaharui, ia segera memanfaatkan dana yang ditabung sejak jauh-jauh hari untuk mengajukan KPR.

Setelah semua persyaratan terpenuhi, pengajuan KPR pun diterima oleh pihak bank.

"Kami langsung melakukan booking fee dan sekarang rumahnya sudah jadi dan kami tempati," terang Boni.

Boni mengakui, sebagai generasi milenial yang ingin memiliki rumah impian memang butuh pengorbanan dan tidak bisa didapatkan secara instan begitu saja.

Masih tergambar dengan jelas dalam benarnya, untuk memuaskan hasrat membeli rumah impian, Boni harus ekstra irit. Boni sudah mulai mengurangi kegiatan-kegiatan yang cenderung menghambur-hamburkan uang.

Bahkan, sekedar nongkrong dengan teman sejawat pun tidak dilakukan. Ia lebih memilih untuk menyisihkan penghasilannya guna mendapatkan rumah impiannya.

"Kalo saya tidak begitu, lantas kapan saya bisa punya rumah? Kalo dinanti-nanti harganya keburu melambung dan nggak kebeli," ujar Boni.

Ia juga optimis, milienal bisa kok punya rumah asalkan mau sedikit berkorban. Atau paling tidak mengurangi gaya hidup konsumtif dan hedon.

"Milenial kan identik dengan hedonis, nah kalo gaya hidup seperti itu bisa dipangkas, rumah impian bukan sekedar mimpi lagi tapi bisa jadi nyata," tutup Boni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun