Pernah lihat poster di atas saat ke pusat pelayanan kesehatan?
Beberapa hari lalu, saya datang ke salah satu laboratorium milik pemerintah di kota ini. Mata saya tertuju ke ruangan pengambilan sample yang terletak di depan ruang pendaftaran, persis. Ada satu poster diletakkan di meja dekat pengambilan darah. No Photo, Please! Itu bunyinya.
Peringatan ini sudah banyak ditempel ataupun, dalam bentuk banner besar, diletakkan di depan ruang pelayanan kesehatan, terutama RS. Hal ini menurut hemat saya karena maraknya pemanfaatan gadget untuk mengabadikan momen. Dikit-dikit selfie, dikit-dikit update sosial media, mengabarkan ke "dunia" dia sedang apa dan dimana adalah kebiasaan bagi sebagian orang saat ini.
Tapi tahukah bahwa peringatan No Photo, Please itu, bukan tanpa dasar hukum loh.
Dr. Beni Satria, dokter yang juga mengambil program pasca sarjana nya dalam bidang hukum ini, di salah satu postingan di laman facebooknya pernah menjawab ketika ditanya tentang boleh atau tidaknya keluarga pasien mengambil foto atau video ketika diperiksa dokter.
Ada beberapa dasar hukum yang bisa menjadi acuan kita, terutama tenaga kesehatan, untuk tidak segan-segan menegur orang yang mengambil foto saat kita memberi pelayanan.
Undang-undang no.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran pasal 48 dan 51 yang mengatur tentang rahasia kedokteran.
Dalam menjalankan praktik kedokteran, tenaga kesehatan harus dan bersifat mengikat untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia. Hanya boleh dibuka untuk kepentingan pasien dan memenuhi permintaan aparatur penegak hukum.
Masalah akan timbul ketika keluarga atau bahkan orang lain mengambil foto maka akan ada "rahasia" yang terbuka sehingga menjadi konsumsi publik.
Bagaimana bila pasien sendiri yang mengambil foto?