Mohon tunggu...
Liese Alfha
Liese Alfha Mohon Tunggu... Dokter - ❤

Bermanfaat bagi sesama Menjadi yang terbaik untuk keluarga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu, Hari Ini Apa Kabar?

30 Maret 2019   22:54 Diperbarui: 30 Maret 2019   23:10 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih jelas ingatanku pada hari itu, Ibu marah tanpa aku tahu apa salahku. Usiaku belum genap 13 tahun, baru saja merasa cantik dengan warna rok yang berubah dari merah menjadi biru. Seragam itulah yang jadi saksi ketika akhirnya aku diusir dari rumah. Ayah menatap memohon pengertian. Namun aku tidak paham, apa dan mengapa.

"Ikut ke rumah Tante Lilis dulu, ya" Tante Lilis tak lama datang, mengajak aku menginap di rumahnya sampai semua kembali reda.

"Tapi Yuni salah apa?" Aku masih menangis tersedu, hampir tak ada suara, parau.

"Kamu gak tahu heh salah kamu apa? Salah kamu itu lahir ke dunia" jawab Ibu keras. Jawaban yang membuat seluruh duniaku hancur.

Aku remaja masih belum tahu apa yang dihadapinya. Dia tahu ibunya suka marah, tapi dia juga lebih banyak menerima limpahan kasih sayang sepanjang ingatannya.

Ayah bereaksi. "Apa, mau membela?" Tantang Ibu menahan lidah Ayah, kelu.

"Kalian kalau mau pergi dari rumah ini, silahkan. Biar Andi saja yang menemani sepanjang hidupku"

Andi adalah kakakku, entahlah dari dulu memang aku merasa Ibu lebih sayang Andi dibanding aku, dan sekarang terbukti.

"Bu, sudahlah.." belum tuntas Ayah menenangkan, helm di dekat tangga telah dilemparkan ibu ke Ayah. Untung meleset.

"Ayo, Yuni." Gandeng tante Lilis cepat.

#####

"Ayo, Yuni kita karaokean!" Ajak Ibu seketika melihat aku membuka pintu pagar. Senyum lebarnya manis sekali.

"Eh.." kikuk rasanya bila ingat berbulan-bulan lalu habis-habisan dimarahi terus diusir dan baru saja aku pulang ke rumah kemarin setelah dijemput ayah dari rumah Tante Lilis, sekarang malah diajak keluar.

"Sudah gak usah ganti baju, ibu sudah pesen taksi online. Sekalian temeni Ibu shopping. Ibu mau beli rok tutu yang lagi hits sekarang." Panjang lebar Ibu memberitahuku daftar tempat yang ingin ia datangi hari ini.

"Toko tutup bu?" Tanyaku melihat toko kelontong depan rumah sudah digembok.

"Ah, Ibu juga butuh refreshing lah. Duitnya masih cukuplah buat kita happy happy" Ibu lalu menggandengku masuk ke taksi online yang sudah tiba di depan rumah.

Bagi ibu sepertinya kejadian lalu, ibarat ukiran di atas pasir, disapu ombak lalu lenyap, tak berbekas.

Kami kembali ke rumah setelah lewat isya. Aku keletihan. Ibu masih semangat. Bernyanyi mengikuti nada-nada dari musik yang Ia putar lewat CD player di rumah.

Tengah malam masih lanjut. Dari yang merasa bising namun karena lelah menguasai, aku lu tertidur. 

Bagaimana Ibu? Masih karaoke sampai pagi. Untung tetangga agak jauh dari rumah.

####

"Surga itu di bawah telapak kaki seorang Ibu, benar?" Tanya ayah saat aku menemaninya menonton acara tv kesukaannya, kompetisi dangdut di stasiun tv swasta.

Aku membenarkannya sambil terus mengunyah pisang goreng keju buatan ibu.

"Berbaktilah apapun kondisinya. Jadi ladang amal bagimu kelak" lanjut ayah berpesan.

"Eh eh, lagi ngomongin ibu ya, pasti" kata ibu membawa pisang goreng tanpa tepung kesukaan ayah.

"Andi mana, bu?" Tanya ayah mengalihkan.

"Tau tuh, tadi pergi sama temannya" jawab ibu sambil memperbesar volume tv karena lagu dangdut kesukaannya sedang dimainkan.

####

Hari ini, Andi berulah lagi. Teman-temannya memang selalu membawa pengaruh buruk. Datang debt collector menagih hutang puluhan juta. Dipakai judi katanya.

"Jual saja Bu, ya, rumah ini. Ibu bisa tinggal sama Yuni. Aku kan juga berhak atas warisan rumah ini." Bujuk Andi kemudian.

Ibu hanya diam saja. Masuk ke kamar. Tak lama keluar dengan bibir merah merona.

"Yuni, ada-ada saja Andi itu, hahaha. Masa peninggalan ayahmu satu-satunya mau dijual." Ibu terbahak lagi.

"Ah, gak mau lah. Yuni lah ya yang pinjamin Andi duit buat bayar hutang." Dilumatnya bakwan buatanku. Habis dimulut langsung berdiri. Pamit.

"Dah, Ibu balik dulu, ya. Pinjemin Andi duit, kasihan dia." Ojek langganannya masih menunggu ternyata.

####

Ibu duduk termangu di depan toko kelontongnya. Sudah satu bulan seperti ini. Bukan, masalah Andi telah selesai. Jauh kosong matanya memandang, kusalim tangannya, lalu berbisik padanya. "Apa kabar hari ini, bu?"

Dia menangis.

*Selamat Hari Bipolar Sedunia. Bagi  Pelintas dan Caregiver, semoga selalu dapat menjalani hari yang lebih baik lagi.

kompal-5b5fe4c45e13734d04791cd2-5c9f914797159402e02b0bb6.jpg
kompal-5b5fe4c45e13734d04791cd2-5c9f914797159402e02b0bb6.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun