Masih jelas ingatanku pada hari itu, Ibu marah tanpa aku tahu apa salahku. Usiaku belum genap 13 tahun, baru saja merasa cantik dengan warna rok yang berubah dari merah menjadi biru. Seragam itulah yang jadi saksi ketika akhirnya aku diusir dari rumah. Ayah menatap memohon pengertian. Namun aku tidak paham, apa dan mengapa.
"Ikut ke rumah Tante Lilis dulu, ya" Tante Lilis tak lama datang, mengajak aku menginap di rumahnya sampai semua kembali reda.
"Tapi Yuni salah apa?" Aku masih menangis tersedu, hampir tak ada suara, parau.
"Kamu gak tahu heh salah kamu apa? Salah kamu itu lahir ke dunia" jawab Ibu keras. Jawaban yang membuat seluruh duniaku hancur.
Aku remaja masih belum tahu apa yang dihadapinya. Dia tahu ibunya suka marah, tapi dia juga lebih banyak menerima limpahan kasih sayang sepanjang ingatannya.
Ayah bereaksi. "Apa, mau membela?" Tantang Ibu menahan lidah Ayah, kelu.
"Kalian kalau mau pergi dari rumah ini, silahkan. Biar Andi saja yang menemani sepanjang hidupku"
Andi adalah kakakku, entahlah dari dulu memang aku merasa Ibu lebih sayang Andi dibanding aku, dan sekarang terbukti.
"Bu, sudahlah.." belum tuntas Ayah menenangkan, helm di dekat tangga telah dilemparkan ibu ke Ayah. Untung meleset.
"Ayo, Yuni." Gandeng tante Lilis cepat.
#####