Mohon tunggu...
Liese Alfha
Liese Alfha Mohon Tunggu... Dokter - ❤

Bermanfaat bagi sesama Menjadi yang terbaik untuk keluarga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bidadari Dingin dalam Pelukan

29 Juli 2018   09:19 Diperbarui: 29 Juli 2018   11:38 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia yang tak sempat hadir dalam keadaan hidup itu lahir di usia kehamilan 22 minggu. Tepatnya dia dilahirkan paksa. Satu hari satu malam si ibu diinduksi lewat jalan lahir juga lewat cairan intravena (infus) harus menahan sakit, teramat sakit. 

Kau tahu, sakitnya mungkin akan sama dengan ibu yang menjalani proses melahirkan alami untuk menantikan kelahiran buah hati sehat. Namun, sakit yang ini agak sedikit beda. Perih di hati lebih lah menguasai. Bagaimana tidak, 24 jam harus menahan sakit demi akan menyambut buah hati yang dinantinya, setelah 2 kali sebelumnya juga mengalami hal yang sama namun dengan usia kandungan yang lebih muda, dalam keadaan tak akan punya nyawa.

Di usia kandungan 20 minggu, si ibu baru mengetahui kalau ada yang tidak beres dengan pertumbuhan jabang bayinya. Dengan riwayat keguguran di usia kandungan 11 dan 9 minggu, anak pertama dan keduanya, membuat si ibu ingin berpikir positif, toh sudah lewat trimester pertama. Tapi layar usg kepunyaan bidan kampungnya, malah mengatakan sepertinya ada apa-apa. Meski sang bidan menguatkan, bayinya sehat. Namun, si ibu akhirnya mengajak suami ke kota, mencari dokter kandungan yang lebih berkompeten.

Benar saja, dalam satu malam dia dan suami sudah pergi ke dua dokter kandungan di kota Batubara itu. Dan hasilnya memang seperti apa yang dipikirkan si ibu. Hidrocephalus katanya. 

Kamar hotel kota itu jadi saksi airmata dua pasangan suami istri yang menggantung asa nya setinggi mungkin sebelum menempuh 2 jam perjalanan dengan lubang besar di sepanjang jalurnya ini. Entah apa salah mereka, dosa mana yang membuat mereka harus merasakan hal seperti ini. Di lain sisi, banyak yang dengan tega menggugurkan kandungannya hanya karena hasil dari hubungan gelap atau bisa saja anak yang tak diharapkan dari keluarga yang sah di mata hukum dan agama.

"Kita akan tetap membesarkannya" Dalam isak tangisnya, si istri mempertegas keinginannya meski di ujung telpon genggam suaminya, suara keluarga di seberang pulau meminta mereka menggugurkan saja. 

"Kasihan bayinya, kalau nanti dilahirkan apa bisa hidup sempurna"

Tak kehabisan akal, dicarinya artikel tentang anak hidrocephalus yang berhasil. Ada! Sekolah hingga S2. 

"Iya, tapi kan dia harus melewati banyak sekali pengobatan, operasi, apa kalian kuat?" suara di seberang masih menimpali.

"Kami atau kalian yang gak kuat!" diambilnya telpon genggam suami, ditekannya tombol akhiri panggilan.

Atas rekomendasi dokter yang dia temui semalam, paginya si ibu melakukan pemeriksaan darah.

Tak menunggu, rencana pengobatan segera dicarinya. Terbanglah mereka ke ibukota negara ini, ditemuinya ahli fetomaternal dan sekalian meminta second opinion atas kondisi kandungannya.

"Sepertinya bukan hanya kepalanya yang bermasalah. Anggota geraknya juga. Pertumbuhan tulangnya tidak bagus" Informasi ini dengan lancar diberikan oleh ahli fetomaternal ibukota dari RS ternama. "Mau digugurkan?" tanyanya kemudian menatap mata si ibu.

Suaminya menggenggam tangan si istri, menguatkan.

"Nanti saja, dok" parau si ibu menjawabnya.

Pergilah ke dokter kandungan senior di kota Monas itu untuk mencari pendapat lain. Siapa tahu ada secercah harapan.

"Oo bagus ini. Sehat bayinya. Nanti november lahiran, ya" katanya serius sambil menatap layar 2D USG nya.

Si ibu menyunggingkan senyum. "Harapan itu masih ada" benaknya.

Namun sayang, senyum itu akhirnya harus lenyap seketika dia melihat si dokter senior menulis hasil pemeriksaan di lembar medical record si ibu. Katanya ventrikel otak membesar. Si ibu bukan spesialis, tapi dia tahu maksud tulisan itu.

Sepanjang taksi menuju rumah saudaranya di tangerang, si ibu berkonsultasi dengan dokter kandungan lain via sms. Dokter ini yang selalu dimintai saran selama keguguran 2x yang lalu. Yang kemudian memantapkannya untuk pulang ke kampung halaman di pulau sumatera.

Usia kandungan memasuki 21 minggu, datanglah ibu beserta keluarga besar menemui dokter ahli fetomaternal di kotanya. 

"Ini bayinya memang ada gangguan pertumbuhan kongenital. Jadi bukan hanya satu kelainannya. Mulai dari kepala, kakinya, hingga jantung dan paru-parunya." Jelas dokter tersebut.

"Apa penyebabnya, dok? Mantu saya ini suka jajan, makan bakso" Kata si ibu mertua.

"Ya makan bakso gak papa, bu. Dari hasil lab yang diperiksakan anak ibu sebelumnya memang ada kuman yang menginfeksi tubuhnya. Lengkap. Ada tokso, rubella dan citomegalovirus." Jelas dokter bersimpati.

"Gak bisa digugurkan saja, dok?" timpal ibu mertua lagi. Menantunya hanya diam menahan perasaan yang aneh di dadanya.

"Dosa lah, bu. Kandungannya kita observasi dulu, saya mau lihat bagaimana perkembangan jantung dan paru-parunya" Jelas dokter kemudian. "Satu minggu lagi kesini ya"

Satu minggu dijalani dengan terasa lama sekali, si ibu hanya bisa berdoa meminta yang terbaik. Fase "marah" dan "tidak ikhlas" sudah lenyap entah kemana. Suaminya juga terus menguatkan dari negeri seberang. "Kita bisa melewatinya, mungkin bukan sekarang, tapi sekarang pun kan tetap ada harapan"

Harapan itu akhirnya menunjukkan keberpihakannya. "Paru-parunya gak berkembang sama sekali. Ini jantungnya sudah penuh mengisi rongga dada. Kalaupun kita pertahankan sampai matang usia bayinya, kemungkinan akan lahir sesar karena kepala bayinya besar dan gak bisa juga hidup. Kandungannya bisa diakhir kapan pun ibu mau."

Lama ditatapnya hasil usg terakhir. "Nak, maunya sampai akhir. Tapi, kamu pasti tahu, cinta ibu ke kamu gak akan pernah hilang meski kamu pergi. Kamu tahu kan?! Maafin bapak dan ibu. Bukan tak mau berjuang sampai akhir"

Isaknya hampir tak terdengar, namun linangan airmata sudah membasahi kain popok yang ibu beli.

 "Katanya kau akan menjadi bidadari yang kelak akan menemui kami di pintu surga. Bersuka citalah disana. Kau pantas menjadi bidadari" dingin tubuh bayi mungil yang dia peluk, tanpa airmata. Tuhan, takdir Mu yang menggenggam manusia, kami hanya mampu berserah kemudian.

kompasiana.com
kompasiana.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun