"mama buatin malbi, nak" kata mama pelan.
"pengen makan mie aja." Kataku lagi-lagi tanpa menoleh.
"jangan makan mie terus, kamu butuh makanan yang sehat. Kuliah kamu sudah cukup menyita tenaga dan pikiran." Kata mama mengelus lenganku.
Aku terus saja mengaduk mie, geram sebenarnya, namun entahlah, tak ada kata-kata yang sanggup aku utarakan. Aku sesak sendiri menahan gelombang gemuruh amarah. Kumatikan kompor. Urung makan bergegas ke kamar. Aku tahu mama masih terdiam di dapur. Aku memilih menghindar, lagi, aku hanya tidak tahu bagaimana harus bersikap.
Aku jatuh tertidur hingga tengah malam. Pening. Mungkin karena keletihan atau memang karena belum ada makanan yang masuk sejak tadi siang. Aku beranjak ke dapur.
Ku lihat makanan yang mama siapkan untuk aku tadi masih tersedia di atas meja. Mie yang aku rebus sudah masuk kotak sampah di dapur. Ada sebersit rasa sesal, namun amarah rasanya terlalu besar untuk pura-pura tidak terjadi apa-apa.
Aku ambil nasi dan lauk pauk kemudia memilih makan masuk ke kamar lagi. Kunyalakan radio, mengubah setting frekuensi, mencari siaran radio yang masih mengudara jam segini. Ku lihat jam di dinding sudah menunjukkan hampir pukul 3 dini hari. lSelepas makan, aku melanjutkan membaca, mengulang kembali mata kuliah tadi siang. Daripada melanjutkan tidur takut tidak terbangun di waktu subuh dan beresiko terlambat ke kampus.
Setiap pagi, perjuangan selalu di mulai dari saling sikut, berebutan sesama mahasiwa untuk dapat bis. Beberapa mahasiwa mempunya prioritas bis yang akan diperebutkan. Ada yang karena bis nya bagus, karena banyak bis yang reot yang sebenarnya tidak laik jalan. Ada yang karena bis nya full music. Ada juga karena sopirnya akrab ke sesama mahasiwa. Ada juga yang apa aja deh, asal bisa segera sampai terutama bisa duduk.
Karena agak pegal juga kalau mesti berdiri selama perjalanan. Dari pusat kota menuju kampus kurang lebih 38 km memakan waktu sekitar 1 jam. Belum lagi kalau ada tugas yang belum diselesaikan atau ada ujian dan belum selesai belajar malamnya. Atau minimal bisa tidur bagi mereka yang terbiasa tidur di dalam kendaraan atau keletihan setelah SKS (sistem kebut semalam).
Aku bernafas lega karena berhasil dapat tempat duduk meski dekat pintu bis setelah mengerahkan semua energi, membakar karbohidrat dari setangkup roti isi sebelum pergi tadi. Aku buka tas ransel berniat membuka diktat mikrobiologi. Belum separuh jalan ada ibu naik bawa keranjang belanjaan, mengas nampaknya membawa beban berat keranjangnya. Semua kursi telah penuh. Kulirik tak ada satupun yang merespon untuk berdiri memberi kursinya. Aku masukkan diktat, berdiri, kupasang ranselku.
"Silahkan bu, duduk di kursi saya saja." Kataku mempersilahkan ke ibu tadi sambil tersenyum.