Warren Buffett dikenal sebagai orang terkaya di dunia, salah satu investor paling sukses yang pemikirannya sangat cemerlang. Dia menjadi contoh dan inspirasi bagi banyak investor di seluruh dunia untuk bisa meraih kekayaan dari investasi saham. Apa yang bisa dipelajari dan diterapkan oleh investor ritel dari perjalanan karir seorang Buffett?
1. Mempunyai kemampuan bisnis
Buffett memang dikenal sebagai investor andal dan memperoleh kekayaan dari investasi dan juga mengelola dana milik orang lain. Namun bila kita cermati, sebenarnya sejak kecil Buffet sudah menunjukkan insting dan kemampuannya dalam bisnis. Bayangkan saja, sejak kecil dia sudah melakukan berbagai pekerjaan dari berjualan permen karet, menjadi loper koran, hingga kemudian berbisnis mesin pinball.Â
Ia pun sudah mulai membeli saham pada usia 11 tahun, coba bayangkan sekarang bagaimana bila ada anak 11 tahun yang anda kenal memiliki keinginan untuk membeli saham. Biasanya anak di usia tersebut masih berkutat pada mainan atau kegiatan lain yang menghibur. Anda tentu dapat melihat bahwa anak tersebut sudah mempunyai ketertarikan yang besar terhadap bisnis.
Kemampuan (dan juga kemauan) untuk berbisnis bisa berguna paling tidak untuk dua hal: Pertama, memberikan penghasilan sebagai modal awal untuk investasi. Kedua, mengasah ketrampilan investor dalam menganalisa perusahaan. Investor tentu lebih mudah menganalisa bisnis bila ia sendiri juga berpengalaman sebagai businessman.
2. Mampu mengendalikan emosi dan berorientasi jangka panjang
Buffett belajar dari pengalamannya yang menjual saham Cities Service terlalu cepat pada harga USD 40. Tak lama kemudian, harga Cities Service terus melonjak hingga USD 202. Dari sinilah ia belajar untuk berorientasi jangka panjang dan selama karirnya, ia juga dapat mengendalikan diri untuk tidak terpengaruh gejolak pasar.
Tentu saja anda tidak perlu mengalami pengalaman seperti yang dialami Buffett agar dapat memahami pentingnya orientasi jangka panjang dalam investasi saham. Namun memang terkadang sulit untuk dapat menahan diri dari gejolak pasar. Semakin bertambahnya pengalaman anda, maka seharusnya anda lebih mampu untuk bersikap tenang dalam menghadapi gejolak pasar dan berorientasi pada jangka panjang selama perusahaan tersebut masih berkinerja baik.
3. Mau mendengarkan masukan orang lain
Pada awal karir investasinya, Buffett cenderung menerapa gaya "cigar butt investing", yaitu berinvestasi pada saham dengan valuasi yang murah, terlepas dari kinerjanya baik atau buruk. Jadi fokusnya pada harga yang murah, dan bukan pada kualitas perusahaan. Namun dengan pengaruh dari Philip Fisher dan masukan dari Charlie Munger, Buffett mulai membuka diri untuk menerapkan gaya investasi yang berbeda. Ia mulai fokus pada perusahaan berkualitas yang mempunyai keunggulan kompetitif, yang dijual pada harga yang masuk akal.
Dengan kombinasi ilmu dari Graham dan juga pandangan dari Fisher serta Munger, Buffett dapat berinvestasi pada saham dengan keunggulan kompetitif dan potensi pertumbuhan serta kinerja yang baik. Hal ini membuat Buffett mendapatkan banyak saham yang memberikan keuntungan signifikan bagi portofolionya.
4. Mempunyai lingkungan dan momen yang tepat
Buffett memang memiliki jiwa dan juga kemampuan untuk menjadi investor yang baik. Namun kesuksesannya juga tidak terlepas dari lingkungan dan momen yang dia dapat. Ayahnya Howar, adalah seorang anggota kongres dan juga berkecimpung di dunia investasi sehingga memudahkan Buffet untuk belajar mengenai ekonomi dan investasi sejak kecil.
Ketika belajar di Columbia Business School, dia bertemu dengan Ben Graham yang sudah dikenal sebagai tokoh value investing. Setelah lulus, dia juga sempat bekerja bersama Graham sehingga dapat menyerap ilmu dan pandangan dari Graham. Hal ini dikatakan Buffett sangat berpengaruh terhadapa caranya berinvestasi.
Jangan lupa juga, Buffett hidup di Amerika dimana pada tahun 1930an, pasar modal Amerika sudah berkembang demikian pesatnya. Bayangkan pada tahun 1950 berinvestasi di saham sudah sangat populer dan industri keuangan di Amerika juga sudah cukup mapan. Hal ini dapat dilihat dari partnership yang Buffett dirikan dapat memperoleh respon yang baik dari orang-orang di sekelilingnya. Bayangkan bila anda membuka partnership di lingkungan yang belum mengerti tentang saham dan pasar modal, tentunya orang akan sulit percaya untuk menanamkan modalnya.
Jadi penting juga agar Indonesia bisa mengembangkan industri keuangannya sehingga memudahkan investor untuk berkembang. Semakin banyak perusahaan yang IPO, regulasi yang jelas, edukasi yang tepat, serta berbagai kemudahan dalam investasi harus terus didorong agar masyarakat Indonesia semakin mengerti saham dan tidak mengaitkan saham dengan judi atau spekulasi.Â
Dari data di Investopedia, pada tahun 1952 masyarakat yang memiliki saham tercatat sekitar 4,2% penduduk Amerika. Bandingkan dengan jumlah investor saham di Indonesia per Mei 2019 yang baru sekitar 1,9 juta orang atau kurang dari 1% penduduk Indonesia.Â
5. Hidup sederhana
Selain pemikiran dan pandangannya yang sederhana dan sangat mudah dimengerti, gaya hidup Buffett juga sangat sederhana. Dia tidak suka memamerkan kekayaan atau bergaya hidup mewah. Kebiasaan hidup sederhana bukan hanya sekadar materi, namun juga pada kepuasan hidup dan bagaimana seseorang dapat bersyukur.
Dalam berinvestasi, hidup sederhana ini menghindarkan investor dari sikap serakah dan hasrat untuk meraih keuntungan besar dalam waktu yang singkat. Kesederhanaan dalam hidup ini pula yang mungkin mempengaruhi cara pikir Buffett dalam berinvestasi. Dia bahkan tidak akan berinvestasi pada bidang yang tidak dia pahami agar dapat menghindari risiko kerugian.
Dari berbagai pelajaran yang bisa diambil dari Buffett, kita hendaknya merefleksikan juga dengan perjalanan karir kita sebagai investor. Apakah kita sudah mempunyai modal, baik berupa dana dan pengetahuan, yang cukup untuk berinvestasi?
Apakah kita sudah berinvestasi dengan cara sederhana yang dapat kita pahami, atau malah berinvestasi membuat kita pusing dan bingung? Sudahkah kita sebagai investor mempunyai kesabaran untuk melihat harga saham bertumbuh seiring dengan pertumbuhan kinerja perusahaan?Â
Untuk dapat meraih kesuksesan seperti Buffett, tentu saja kita juga harus siap untuk melakukan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Bila kita ingin meraih hasil yang baik dalam investasi saham, tentu harus belajar dan juga menabung supaya mempunyai modal yang cukup untuk bisa berinvestasi.
Setelah berinvestasi, kita juga harus terus belajar dari pengalaman dan membentuk gaya atau strategi investasi kita sendiri. Kita tidak dapat meniru mentah-mentah cara yang dilakukan orang lain karena setiap orang memiliki kondisi, kemampuan, dan juga karakter yang berbeda-beda. Kita dapat mengambil secara garis besar prinsip investasi orang lain, namun tetap menyesuaikan dengna kondisi pribadi.Â
Selain itu, jangan terburu-buru ingin melakukan take profit bila harga baru naik 5% atau 10%. Dalam kacamata seorang pemilik perusahaan, return sebesar 5% atau 10% tentu sangat kecil, nah kita harus memiliki pandangan seperti seorang pemilik perusahaan. Dengan orientasi pada jangka panjang, maka tentu return yang diharapkan jauh lebih besar dari itu, bahkan bisa mencapai berkali lipat dari modal awal kita.
Hal ini sangat memungkinkan, namun tentu memerlukan waktu untuk dapat merasakan hasilnya.
Berinvestasi saham sama dengan bisnis atau investasi lain seperti properti yang memerlukan waktu untuk bertumbuh. Jadi sabarlah dan banyak belajar dari pengalaman investor lain dan juga mulai berinvestasi sedini mungkin agar anda semakin ahli dalam analisa dan berinvestasi saham.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H