4. Mempunyai lingkungan dan momen yang tepat
Buffett memang memiliki jiwa dan juga kemampuan untuk menjadi investor yang baik. Namun kesuksesannya juga tidak terlepas dari lingkungan dan momen yang dia dapat. Ayahnya Howar, adalah seorang anggota kongres dan juga berkecimpung di dunia investasi sehingga memudahkan Buffet untuk belajar mengenai ekonomi dan investasi sejak kecil.
Ketika belajar di Columbia Business School, dia bertemu dengan Ben Graham yang sudah dikenal sebagai tokoh value investing. Setelah lulus, dia juga sempat bekerja bersama Graham sehingga dapat menyerap ilmu dan pandangan dari Graham. Hal ini dikatakan Buffett sangat berpengaruh terhadapa caranya berinvestasi.
Jangan lupa juga, Buffett hidup di Amerika dimana pada tahun 1930an, pasar modal Amerika sudah berkembang demikian pesatnya. Bayangkan pada tahun 1950 berinvestasi di saham sudah sangat populer dan industri keuangan di Amerika juga sudah cukup mapan. Hal ini dapat dilihat dari partnership yang Buffett dirikan dapat memperoleh respon yang baik dari orang-orang di sekelilingnya. Bayangkan bila anda membuka partnership di lingkungan yang belum mengerti tentang saham dan pasar modal, tentunya orang akan sulit percaya untuk menanamkan modalnya.
Jadi penting juga agar Indonesia bisa mengembangkan industri keuangannya sehingga memudahkan investor untuk berkembang. Semakin banyak perusahaan yang IPO, regulasi yang jelas, edukasi yang tepat, serta berbagai kemudahan dalam investasi harus terus didorong agar masyarakat Indonesia semakin mengerti saham dan tidak mengaitkan saham dengan judi atau spekulasi.Â
Dari data di Investopedia, pada tahun 1952 masyarakat yang memiliki saham tercatat sekitar 4,2% penduduk Amerika. Bandingkan dengan jumlah investor saham di Indonesia per Mei 2019 yang baru sekitar 1,9 juta orang atau kurang dari 1% penduduk Indonesia.Â
5. Hidup sederhana
Selain pemikiran dan pandangannya yang sederhana dan sangat mudah dimengerti, gaya hidup Buffett juga sangat sederhana. Dia tidak suka memamerkan kekayaan atau bergaya hidup mewah. Kebiasaan hidup sederhana bukan hanya sekadar materi, namun juga pada kepuasan hidup dan bagaimana seseorang dapat bersyukur.
Dalam berinvestasi, hidup sederhana ini menghindarkan investor dari sikap serakah dan hasrat untuk meraih keuntungan besar dalam waktu yang singkat. Kesederhanaan dalam hidup ini pula yang mungkin mempengaruhi cara pikir Buffett dalam berinvestasi. Dia bahkan tidak akan berinvestasi pada bidang yang tidak dia pahami agar dapat menghindari risiko kerugian.
Dari berbagai pelajaran yang bisa diambil dari Buffett, kita hendaknya merefleksikan juga dengan perjalanan karir kita sebagai investor. Apakah kita sudah mempunyai modal, baik berupa dana dan pengetahuan, yang cukup untuk berinvestasi?
Apakah kita sudah berinvestasi dengan cara sederhana yang dapat kita pahami, atau malah berinvestasi membuat kita pusing dan bingung? Sudahkah kita sebagai investor mempunyai kesabaran untuk melihat harga saham bertumbuh seiring dengan pertumbuhan kinerja perusahaan?Â