"Del, ikut ayu yuk!"
"Kemana Nis?" Tanyaku sembari mengucek mata yang masih terasa ngantuk.
"Udah, ikut aja. Â Sana, bersih-bersih dulu. Â Oh iya, itu kostum kayaknya cocok untukmu, pakailah itu!" Ucap Nisa sembari menunjuk satu stel kostum yang tergeletak di sampingku.Â
"Nis, nggak ah. Â Aku pasti akan merasa risih dengan kostum ini." Ucapku sembari mengangkat kostum pemberian Nisa.
"Iya udah terserah. Â Aku tunggu di luar, 15 menit lagi kita berangkat!" Ucap Nisa, lalu berbalik badan dan meninggalkan aku.
Aku berdiri di depan cermin, lama aku menatap wajahku sendiri. Â Sepintas wajahku cukuplah menarik, dengan lesung pipi yang menghias di kedua pipi. Â Dulu, semasa di kampung wajahku jauh lebih menarik di banding Nisa. Â Namun, sekarang wajahku tidaklah apa-apanya di banding wajah Nisa. Â Sangat tidak pantas untuk aku diperbandingkan dengannya. Â Mungkin setelah aku hidup lama di peratauan, wajahku akan lebih menarik dari Nisa. Â
"Duh, pikiran macam apa ini. Â Del, kamu ada di sini hanya untuk menuntut ilmu. Â Tidak dengan tujuan lain. Â Ingatlah, kamu bukan terlahir sebagai anak sultan, kamu hanyalah anak pedesaan yang kebetulan mendapat kesempatan untuk menuntut ilmu di kota ini. Â Pergunakan kesempatan itu sebaik mungkin." Â Gumamku dalam hati, sembari meyakinkan diri aku akan sanggup menaklukan kota metropolitan.
"Hei Del, ngapain melamun. Â Hayuuuk!" Suara Nisa menganggetkanku.
"Eeeeeh, iya Del. Maaf." Ucapku sembari bergegas menyusul langkah Nisa.
Kali ini Nisa tidak menggunakan mobil mobil mewahnya, tetapi dengan menggunakan transportasi online. Â Kendaraan terus melaju di atasa aspal ibukota, sepanjang perjalanan gemerlap kota terlihat begitu menyilaukan mata. Â