Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu Jakarta yang Dulu

7 April 2017   18:37 Diperbarui: 7 April 2017   18:55 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rindu Jakarta Yang Dulu

Berkelana di senja ini

Menanti malam yang pasti kan datang

Di taman kota Jakarta

Di saat bulan menyinari awan

Di kala bintang menjadi permata

Ketika angin meniup semilir

Di situ meliuk tarian bidadari

Dulu,

Dedaunan riuh menyanyi

Seolah mengajak cakrawala mendendangkan lagu-lagu sunyi

Tertawa bersama gemercik air mengalir jernih

Tersenyum manis menyambut kunang-kunang yang terbang kian kemari

Dulu,

Wajahmu bersih berseri-seri

Sapamu ramah menghias taman-taman hati

Wajah-wajah pribumi sumringah silih berganti

Menikam gersang agar tak hadir lagi

Melatih tangan-tangan jahil menjadi abdi termanusiawi

Dulu,

Kau bahagia

Disetiap kedip matamu, binar cinta menerangi seisi bumi

Tak ada sumpah serapah berserakkan di setiap sudut kota

Tak ada carik yang mematahkan dahan-dahan rapuhmu

Semua bertumbuh mengikuti titah langit

Bersama hujan yang mengalirkan air kehidupan

Dulu,

Cinderalla berparas putri raja

Bidadari lulusan dari sorga

Juwita pemuja setia bagi hati sepi

Para putri malu enggan menonjolkan duri

Bahkan ia menjuntaikan rambut panjangnya menjadi hiasan diri

Tapi kini apa terjadi?

Hingar bingar caci dan maki semakin ngeri

Suara nyamuk bagai desingan mesiu

Cubitan kata-kata tak bisa dihindari

Angin tak lagi mendendangkan nyanyian surgawi

Matahari semakin ganas menyengatkan terik

Rembulan berpaling ke pelukkan pengusung sirik

Betapa sedih

Melihat tulang-tulang tak lagi berotot

Jemari tak mampu lagi melukis indah

Hanya jeritan

Air mata

Dan hinaan yang membasahi tubuh kota

Sirna identitas diri

Kehilangan ruh-ruh religi

Lalu mencari sosok jenis sendiri

Tuk menghantarkan sesembahan dan sesaji

 Aku rindu Jakarta yang dulu

Mungkinkah kedamaian datang kembali?

Ataukah harus berakhir revolusi?

Dokumen Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun