Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[TantanganNovel100HariFC]Cintaku Tertinggal di Pesantren - Mas Bejo

28 Maret 2016   14:25 Diperbarui: 29 Maret 2016   13:44 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Vera, aku sudah seminggu tergeletak di rumah sakit. Aku pingsan tanpa pernah sekalipun tersadarkan. Hanya keajaiban dan kehendak Allah jualah harapan untuk melihatku hidup kembali. Dokter sudah menyerah. Bahkan mereka sudah menyarankan agar aku dibawa pulang saja.

Tapi Vera tidak menyerah. Ia yakin doa-doanya siang malam didengar oleh Allah. Ia yakin air mata yang ia keluarkan disepanjang doanya dilihat Allah. Ia yakin ketulusan dan keikhlasannya merawat selama sakitku disukai Allah. Maka, ia pun tak akan berhenti berikhtiar untuk kesembuhanku.

Ia mendatangkan tabib tanpa memberitahu pihak rumah sakit. Karena biasanya rumah sakit akan melarang mendatangkan pengobatan alternatif. Ia mengerjakan semua anjuran tabib. Bahkan disaat tabib ingin membeli rempah-rempah bahan obat dengan harga mahal pun, Vera tak segan-segan menguras tabungannya demi sembuhnya diriku.

“Banyak yang besuk Abang, mereka kirim salam dan mendoakan kesembuhan Abang.” Kata Vera memulai kata tatkala isaknya reda.

“Siapa saja Ver?” Tanyaku bersemangat ingin menghiburnya.

“Yang pasti, ada Pak Haji Husin sama Ibu. Ada Aisyah sama Arman. Bahkan Mas Bejo tukang bakso depan pesantren pun sering besuk.” Vera menjelaskan.

Mas Bejo langgananku ngebakso saat istirahat dari pekerjaan membangun masjid pesantren. Ia satu-satunya tukang bakso di daerah itu. Logat Jawanya yang kental membuat Mas Bejo cepat terkenal. Orang-orang di desa Gumai merasa lucu dan terhibur dengan bahasanya. Mas Bejo baru saja datang ke desa itu. Kira-kira tiga bulan yang lalu. Ia meninggalkan anak istrinya di tanah Jawa. Suatu ketika aku pernah bertanya kenapa ia jauh-jauh merantau hanya untuk berjualan bakso?

“Nek Jawa wis akeh pedagang bakso.” Katanya.

Walaupun masih rada aneh dengan jawabannya. Tapi aku menerima alasan tersebut. Cerita yang kudengar bahwa di tanah Jawa tak ada bangkrutnya orang berjualan bakso. Karena semua orang di sana suka bakso. Bahkan bakso sudah menjadi menu sehari-hari, sama dengan mpek-mpek bagi orang Palembang.

Mas Bejo punya badan kekar dan tenaga kuat. Sesekali ia membantu mengangkat bahan bangunan. Ia sangat ikhlas mengerjakannya. Ketika aku hendak memberinya upah karena melihat begitu antusiasnya ia memindahkan batu batu yang tercecer ke tumpukan seharusnya, ia menolak dengan ucapan yang menyentakku.

“Yen aku trima upah maka aku emoh bisa pahala.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun