“Ada seseorang yang mengaku dirinya sebagai kamu Rhein”, suatu ketika Mr. J menyampaikan situasi di kantor.
“Aku tak heran J”. jawabku
Situasi perusahaanku penuh dengan intrik dan tingkah laku. Orang-orang bertopeng manis menyelinap diantara debu mercy. Satu persatu yang apa adanya terbakar dan terlempar. Tak ada lagi keceriaan seperti sedia kala, tak ada duka yang terobati segera, tak ada payung yang menahan terik sang surya.
“Kamu juga harus melupakan Gie”, kata Mr. J.
“Aku tak bisa”. Jawabku sembari menggelengkan kepala. Aku sangat mencintai Gie. Mana mungkin dapat melupakannya begitu saja.
“Baiklah, kuceritakan padamu suatu rahasia yang tidak kamu ketahui, Rhein”, Mr. J menatapku sejenak. Melihat tak ada reaksi dariku, ia melanjutkan ucapannya.
“Mereka punya rencana jahat, karena kamulah satu-satunya yang bisa menghalangi niat mereka menggelapkan keuangan perusahaan, maka menyingkirkan kamu dari perusahaan kita adalah keharusan”. Jelas Mr. J yang kusambut dengan gelengan kepala berkali-kali.
“Tak mungkin….”, lirih suaraku bergumam.
“Aku pernah mendengar pembicaraan mereka berdua”, lanjut Mr. J lagi menegaskan argumennya.
“Gie sangat mencintaiku” aku tak percaya
“Gie tidak hanya mencintaimu, tapi dia juga mencintai Ran”, kata Mr. J yang membuatku terkaget tak alang kepalang.