Hilal dan Najma adalah dua sahabat lama yang sama-sama aktif di kegiatan sosial. Mereka sering terlibat dalam berbagai aksi sosial, seperti menggalang dana untuk korban bencana, mengajar anak-anak jalanan, atau mengkampanyekan isu-isu lingkungan. Mereka juga memiliki minat yang sama terhadap politik, terutama partai bulan bintang, yang menurut mereka adalah partai harapan untuk Indonesia.
Hilal adalah seorang mahasiswa jurusan ilmu politik di salah satu universitas negeri di Jakarta. Dia adalah seorang pemuda yang cerdas, berwawasan luas, dan humoris. Dia selalu punya cara untuk membuat Najma tertawa dengan lelucon-leluconnya yang kocak dan jail. Dia juga suka menantang Najma dengan berbagai pertanyaan dan argumen yang menarik.
Najma adalah seorang mahasiswi jurusan komunikasi di universitas yang sama dengan Hilal. Dia adalah seorang gadis yang cantik, pintar, dan peduli. Dia selalu siap membantu orang-orang yang membutuhkan, baik itu teman-temannya, keluarganya, maupun masyarakat. Dia juga suka berdiskusi dengan Hilal tentang berbagai hal, terutama politik.
Mereka berdua diam-diam saling suka, tapi mereka tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka. Mereka takut akan merusak hubungan persahabatan mereka yang sudah terjalin lama. Mereka juga merasa bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk berpacaran, karena mereka masih harus fokus pada studi dan karir mereka. Maka dari itu, mereka memilih untuk memendam perasaan mereka dan membiarkan perasaan mereka tetap jadi misteri.
Suatu hari, Hilal dan Najma sedang duduk di sebuah kedai kopi di dekat kampus mereka. Mereka sedang membicarakan tentang pemilu yang akan segera digelar. Mereka berdua sudah mendaftar sebagai pemilih pemula dan sudah menentukan pilihan mereka.
"Jadi, kamu udah yakin mau milih partai bulan bintang?" tanya Hilal sambil menyeruput kopinya.
"Ya, tentu saja. Partai bulan bintang adalah partai yang paling sesuai dengan visi dan misi saya. Partai Bulan Bintang adalah partai yang berbasis Islam, tapi tidak radikal. Partai Bulan Bintang adalah partai yang peduli dengan rakyat, tapi tidak populis. Partai Bulan Bintang adalah partai yang berkualitas, tapi tidak elitis," jawab Najma dengan penuh semangat.
"Wow, kamu benar-benar ngefans ya sama partai bulan bintang. Kamu nggak takut kalau Partai Bulan Bintang nggak lolos parliamentary threshold?" goda Hilal.
"Ah, nggak usah ngejek deh. Partai Bulan Bintang pasti bisa lolos kok. Lagian, buat saya nggak penting Partai Bulan Bintang menang atau kalah. Yang penting saya sudah menggunakan hak pilih saya dengan baik dan benar," balas Najma sambil mencubit lengan Hilal.
"Ouch! Sakit tau!" protes Hilal sambil menggosok-gosok lengannya.
"Ya udah, jangan ngejek lagi dong," ujar Najma sambil tersenyum manis.
Hilal melihat senyum Najma dan merasakan sesuatu di dadanya. Dia ingin sekali mengatakan bahwa dia suka sama Najma, tapi dia tidak berani. Dia hanya bisa tersenyum balik dan mengalihkan pembicaraan.
"Eh, kamu udah lihat caleg partai bulan bintang belum? Ada yang cakep-cakep nggak?" tanya Hilal sambil membuka smartphone-nya.
"Ya udah lihat dong. Ada kok yang cakep-cakep. Tapi nggak ada yang se-cakep kamu," jawab Najma dalam hati.
"Tapi nggak ada yang menarik perhatian saya sih," jawab Najma dengan cuek.
"Oh, gitu ya? Kalau saya sih ada yang menarik perhatian saya. Namanya Najma. Dia caleg Partai Bulan Bintang nomor urut 7 di daerah pemilihan Jakarta Selatan. Dia cantik, pintar, dan peduli. Dia juga sahabat saya sejak SMA. Kamu kenal nggak?" kata Hilal sambil menunjukkan foto Najma di smartphone-nya.
"Ya ampun, Hilal! Itu kan foto saya waktu ikut lomba pidato kemarin. Kamu ngapain simpen foto saya di smartphone kamu?" tanya Najma sambil memerah.
"Ya, kan kamu caleg Partai Bulan Bintang juga. Saya simpen foto kamu sebagai dukungan moral buat kamu. Lagian, saya suka sama kamu," kata Hilal dalam hati.
"Ya, kan saya cuma ikut lomba pidato aja. Bukan caleg beneran. Saya simpen foto kamu sebagai kenang-kenangan aja. Lagian, kamu sahabat saya," kata Hilal dengan gugup.
Najma merasakan sesuatu di dadanya. Dia ingin sekali mengatakan bahwa dia juga suka sama Hilal, tapi dia tidak berani. Dia hanya bisa tertawa geli dan mengalihkan pembicaraan.
"Ya udah, nggak usah sok-sokan jadi caleg deh. Kamu kan lebih cocok jadi aktivis sosial. Kamu kan suka banget sama kegiatan sosial," kata Najma sambil menepuk pundak Hilal.
"Iya sih, saya memang suka sama kegiatan sosial. Tapi saya juga suka sama politik. Menurut saya, politik itu asyik. Politik itu bukan cuma tentang kekuasaan, tapi juga tentang perubahan. Politik itu bukan cuma tentang konflik, tapi juga tentang solusi. Politik itu bukan cuma tentang diri sendiri, tapi juga tentang orang lain," kata Hilal dengan serius.
"Wow, kamu benar-benar punya passion ya sama politik. Kamu nggak mau ikut gabung sama Partai Bulan Bintang? Kamu kan bisa jadi calon pemimpin yang baik dan berintegritas," puji Najma.
"Ah, nggak usah lebay deh. Saya nggak punya ambisi jadi pemimpin kok. Saya cuma mau berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kapasitas saya. Lagian, buat saya nggak penting jadi pemimpin atau bukan. Yang penting saya bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa dan negara ini," kata Hilal dengan rendah hati.
"Kamu memang hebat, Hilal. Kamu adalah sahabat yang paling saya kagumi dan sayangi," kata Najma dalam hati.
"Kamu juga hebat, Najma. Kamu adalah sahabat yang paling saya hormati dan cintai," kata Hilal dalam hati.
Mereka berdua saling pandang dengan penuh makna, tapi tidak ada yang berani mengucapkan apa yang ada di hati mereka. Mereka hanya bisa tersenyum dan melanjutkan obrolan mereka tentang politik dan partai bulan bintang.
====
Akhirnya, hari pemilu pun tiba. Hilal dan Najma pergi bersama-sama ke tempat pemungutan suara (TPS) terdekat dari rumah mereka. Mereka berdua sudah siap untuk menggunakan hak pilih mereka dengan bijak dan bertanggung jawab.
"Kamu udah yakin mau milih Partai Bulan Bintang?" tanya Hilal sambil mengambil kertas suara dari petugas KPPS.
"Ya, tentu saja. Partai Bulan Bintang adalah partai harapan untuk Indonesia," jawab Najma sambil mengambil kertas suara dari petugas KPPS lainnya.
"Mari kita berdoa semoga Partai Bulan Bintang bisa lolos parliamentary threshold dan mendapatkan kursi di parlemen," kata Hilal sambil mengajak Najma untuk berdoa bersama.
"Aamiin," ujar Najma sambil mengangguk setuju.
Mereka berdua masuk ke bilik suara dan mencoblos kertas suara mereka dengan hati-hati. Mereka memilih Partai Bulan Bintang, partai yang jadi harapan mereka.
Setelah selesai mencoblos, mereka keluar dari bilik suara dan menunjukkan jari mereka yang sudah ditandai dengan tinta. Mereka berdua tersenyum bangga dan lega.
"Selamat ya, kita sudah menggunakan hak pilih kita dengan baik," kata Hilal sambil tersenyum menatap Najma.
"Selamat juga ya, kita sudah berpartisipasi dalam demokrasi," kata Najma sambil membalas senyuman Hilal.
Mereka berdua merasakan getaran di antara mereka, tapi mereka tidak mampu mengatakannya. Mereka hanya bisa saling pandang dengan penuh rasa.
"Tapi, sebenarnya ada satu hal lagi yang ingin saya pilih," kata Hilal sambil menatap mata Najma.
"Apa itu?" tanya Najma dengan penasaran.
"Saya ingin memilih kamu. Saya ingin memilih kamu sebagai pacar saya. Saya ingin memilih kamu sebagai pendamping hidup saya. Saya ingin memilih kamu sebagai cinta sejati saya," kata Hilal sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.
Najma terkejut dan terharu mendengar pengakuan Hilal. Dia melihat kotak kecil yang dibuka oleh Hilal dan menunjukkan sebuah cincin berlian yang indah.
"Hilal, apa-apaan ini?" tanya Najma dengan gemetar.
"Ini adalah cincin buat kamu. Saya sudah lama menyimpannya, tapi saya belum berani memberikannya kepada kamu. Tapi hari ini, saya sudah siap untuk memberikannya kepada kamu. Hari ini, saya sudah siap untuk mengambil keputusan terbesar dalam hidup saya. Hari ini, saya sudah siap untuk memilih kamu," kata Hilal dengan penuh keyakinan.
"Hilal, saya tidak tahu harus bilang apa," kata Najma dengan terbata-bata.
"Kamu tidak perlu bilang apa-apa. Kamu hanya perlu menjawab satu pertanyaan dari saya. Kamu mau nggak jadi pacar saya? Kamu mau nggak jadi istri saya? Kamu mau nggak jadi cinta sejati saya?" tanya Hilal sambil memegang tangan Najma dan menatap matanya dengan penuh harap.
Najma melihat mata Hilal dan merasakan cinta yang begitu besar dari Hilal. Dia juga merasakan cinta yang sama besar untuk Hilal. Dia tidak ragu lagi untuk menjawab pertanyaan Hilal.
"Ya, aku mau. Aku mau jadi pacarmu. Aku mau jadi istrimu. Aku mau jadi cinta sejatimu," jawab Najma dengan lantang dan bahagia.
Hilal tersenyum lebar dan memasangkan cincin itu ke jari manis Najma. Dia kemudian mengajak Najma untuk pergi ke tempat yang lebih tenang dan romantis.
"Ayo, kita pergi ke taman bunga di dekat sini. Saya mau menghabiskan waktu bersama kamu di tempat yang indah dan menyenangkan," ajak Hilal.
"Baiklah, ayo kita pergi bersama-sama. Saya juga mau menikmati momen spesial ini bersama kamu di tempat yang asyik dan menyegarkan," setuju Najma sambil tersipu malu.
Mereka berdua berjalan menuju taman bunga dengan penuh cinta di hati mereka. Mereka tidak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitar mereka. Mereka hanya peduli dengan satu sama lain.
Mereka berdua merasa bahwa hari ini adalah hari yang paling indah dalam hidup mereka. Hari ini, mereka tidak hanya memilih Partai Bulan Bintang sebagai partai harapan untuk Indonesia, tapi juga memilih satu sama lain sebagai cinta harapan untuk diri mereka.
Mereka berdua yakin bahwa pilihan mereka adalah pilihan yang terbaik dan terbenar. Mereka berdua yakin bahwa pilihan mereka adalah pilihan yang akan membawa mereka ke kebahagiaan dan kedamaian.
Mereka berdua yakin bahwa politik itu asyik, tapi cinta itu lebih asyik.
Selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H