Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

KDRT Akankah Tetap Ada?

25 Juni 2024   11:07 Diperbarui: 25 Juni 2024   11:13 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai manusia yang dibekali rasa emosi, tentu saja jika ada sesuatu yang menghentak hatinya emosi itu akan terusik.

Emosi atau perasaan yang peka tidak melulu untuk hal-hal yang bersifat negatif atau buruk, bisa saja emosi terluap untuk hal-hal sebaliknya seperti perasaan bahagia, sedih atau cinta.

Tanpa emosi seseorang hidupnya akan statis, tidak berwarna dan cenderung membosankan.

Sebuah rumah tangga terbentuk karena adanya luapan emosi, ada cinta di sana ada juga cemburu.

Berjalannya waktu dalam membina rumah tangga, pasti merasakan pasang-surutnya emosional.

Kadang kesal, marah, sedih, tapi tak jarang juga senang, bahagia dan haru.

Kumpulan dari komponen emosional itu terakumulasi dalam napas masing-masing pasangan.

Tapi mengapa ada banyak pasangan yang memilih mengakhiri hubungan sakralnya sebab tidak dapat menahan luapan emosi jiwanya.

Baca juga: Suka Mengeluh

Tentu kita tidak bisa men-justifikasi setiap orang, karena pasti ada sebab yang sangat krusial untuk mengakhiri hubungan tersebut.

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) itulah salah satu penyebab krusial seseorang untuk memutuskan hubungan pernikahannya.

KDRT bisa kita bagi menjadi dua bagian, kekerasan Verbal dan kekerasan non verbal.

Kekerasan verbal yakni kekerasan yang bersumber dari tutur kata yang menyakiti perasaan objek, seperti menghina, mencaci maki, mengolok-olok, mengancam dan semacamnya. Menjadi sebab sakit hati pada lawan bicaranya atau merasa terintimidasi.

Namun penderita biasanya sang istri masih bisa menahan kekerasan verbal semacam ini.

Sementara kekerasan non verbal adalah kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan sarana non verbal (pisik). Seperti menampar, mendorong bahkan memukul.

Rata-rata seorang istri tidak mampu bertahan jika suami sudah main tangan seperti ini.

Perceraian menjadi jalan terbaik bagi kedua pasangan agar sang istri secepatnya terbebas dari kekerasan itu.

KDRT terjadi biasanya disebabkan oleh faktor pribadi pelaku dan faktor sosial.

Faktor pribadi seperti depresi, stress dan pengaruh obat bius. Faktor sosial seperti pengaruh lingkungan yang buruk atau komunitas yang tidak sehat.

Pengaruh KDRT bagi anak sangat mengkhawatirkan sekali kejiwaannya. Anak menjadi penakut, merasa terancam, cemas dan krisis percaya diri.

Jika dibiarkan maka itu akan memengaruhi psikologi anak sampai dia dewasa.

Sungguh puncak dari KDRT adalah pembunuhan. Miris beberapa waktu silam ada hampir empat kejadian berturut-turut dengan berujung maut.

Terjadi pembunuhan terhadap perempuan di Bandung, Ciamis, Karimun dan Minahasa Selatan, notabene pelakunya adalah suaminya sendiri, dikutip dari kompas.id/2024.

Hingga boleh dikatakan Indonesia saat ini darurat KDRT.

Regulasi Indonesia sangat jelas bahwa bagi pelaku KDRT jika terbukti diganjar kurungan 10 tahun, dan 15 tahun jika korban meninggal.

Hentikan KDRT sekarang juga dengan menyadari bahwa jalinan rumah tangga adalah janji suci yang harus digenggam sampai mati, baik suka maupun duka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun