manusia pun berbeda-beda, bergantung pada landasan apa yang mereka pakai.
Pemahaman kebanyakan orang tentang asal-muasalJika umat Islam tentulah mereka akan memakai landasan pemahamannya berdasarkan kitab sucinya.
Namun perlu diingat bahwa kitab suci bukanlah teks yang dapat dipahami secara letter lecht saja atau tekstual, banyak sekali ayat Al-Qur'an yang mesti memerlukan pemahaman secara kontekstual.
Perbincangan tentang hal ini bisa dilacak melalui firman Allah surat an-Nisaa ayat pertama.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu."
(QS. An-Nisaa 4: Ayat 1)
Dalam ayat ini Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia menciptakan (khalaqakum) manusia dari jiwa yang satu (nafsin wahidah).
Dari ayat ini pula para ahli tafsir memberi penjelasan bahwa yang dimaksud dengan jiwa yang satu adalah Adam As.
Mari kita simak pendapat para mufasirin tersebut.
Imam at-Tabari berkata: "Bahwasanya yang dimaksud dengan jiwa yang satu itu adalah Adam As."
Imam Ibnu Katsir berkata: "Allah Ta'ala memerintahkan ciptaan-Nya untuk bertakwa kepada-Nya dan Dia memberitahu kepada manusia akan kuasa-Nya yang dengan kekuasaan-Nya itu Dia menciptakan manusia dari jiwa yang satu yakni Adam As."
Imam al-Qurtubi berkata: "Ingatlah! Bahwa yang dimaksud dengan nafs di sini adalah Adam As."
Dan masih banyak lagi para mufasir klasik, mereka menafsirkan jiwa yang satu tersebut dengan nabi Adam As.
Senada dengan surat an-Nisaa ayat pertama, dalam surat al-An'am ayat 98 Allah ungkapkan dengan redaksi sedikit berbeda.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), maka (bagimu) ada tempat menetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kebesaran Kami) kepada orang-orang yang mengetahui."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 98)
Dalam ayat ini Allah menggunakan diksi ansyaakum dan dimaknai hampir sama yakni menciptakan, padahal sejatinya makna asalnya adalah menumbuhkan atau mengembangbiakkan.
Dan para mufasirin sepakat bahwa yang dimaksud ayat 98 surat al-An'am ini adalah nabi Adam As. sebagai jiwa yang satu tersebut.
Perspektif Ilmu Pengetahuan
Di kalangan para ilmuwan antropolog dan arkeolog berkembang pesat penemuan-penemuan fosil yang terkubur ribuan tahun lamanya.
Pada 1891 seorang ahli anatomi Belanda bernama Eugne Debois menemukan fosil diduga manusia purba di dekat Trinil, Ngawi, Jawa Timur dan dia menamakannya dengan Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berdiri tegak.
Diperkirakan manusia purba ini hidup pada 700.000 tahu yang lalu, fragmen yang ditemukan adalah rahang pendek dan sebagian geraham manusia. Pithecanthropus Erectus memiliki volume otak sebesar 900 cc.
Sebelumnya pada tahun 1889 ditemukan fosil manusia purba oleh B.D. Van Rietschoten yakni Homo Wajakensis, di desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur.
Fragmen fosil yang ditemukan yaitu tengkorak, rahang atas dan bawah, tulang paha, dan tulang kering. Homo Wajakensis diperkirakan hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu.
Banyak sekali penemuan fosil manusia purba selain itu antara lain:
*Meganthropus Paleojavanicus atau manusia raksasa dari Jawa diperkirakan sudah ada sejak 1.9 juta tahun yang lalu ditemukan oleh G.H.R. Von Koenigswald di lembah sungai Bengawan Solo pada tahun 1941, dia adalah seorang paleoantropolog dari Belanda.
*Sebelumnya Von Koenigswald menemukan fosil purba yang dinamakan Pithecanthropus Mojokertensis, manusia kera dari Mojokerto pada tahun 1936 di Perning, Mojokerto, Jawa Timur. Diperkirakan hidup pada 30.000 sampai 2 juta tahun yang lalu.
*Pada tahun 1931-1933 ditemukan manusia fosil manusia purba dari solo, biasa disebut dengan Homo Soloensis di Ngandong Bengawan Solo dan Sambungmacan Sragen. Penemunya adalah von Koenigswald, Oppenorth dan Ter Haar.Diperkirakan manusia purba ini hidup pada 117 hingga 108 ribu tahun yang lalu.
*Pada tahun 2003 Tim Pusat Arkeologi Nasional bersama Peter Brown dan Mike J. Morwood. Mereka menemukan fosil manusia purba Homo Floresiensis di Gua Liang Bua, Flores. Diperkirakan manusia purba ini hidup pada 18.000 tahun yang lalu.
Itulah beberapa fakta penemuan fosil yang berada di Indonesia. Sementara penemuan di luar negeri pun tak kalah banyaknya, di antaranya, Sinantrophus Pekinensis, Sinantrophus Lantianensis, Homo Luzonensis, Homo Neanderthalensis, Homo Cro Magnon dan masih banyak lagi.
Akankah Dua Pendapat Besar Itu Bertemu dalam Satu Muara
Sulit sekali nampaknya menyatukan dua pendapat berbeda dalam satu persepsi yang sama. Kaum agamawan tetap berpegang bahwa manusia pertama penghuni bumi adalah Adam As. karena didukung dengan dalil-dalil syar'i yang ditafsirkan sedemikian rupa.
Sementara para ilmuwan (arkeolog, antropolog), mereka menemukan sesuatu yang baru sekaligus menjawab berbagai misteri tentang kehidupan manusia.
Penemuan mereka tentang fosil manusia purba seolah menghentak tafsir agama yang selama ini telah diyakini kaum agamawan, dalam hal ini agama Islam.
Namun sejatinya tafsir adalah cabang ilmu yang dinamis dan memang seharusnya demikian.
Tafsir di masa lalu dan tempat yang berbeda, tidak mungkin relevan untuk diterapkan di waktu dan tempat yang berbeda pula.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, menuntut reinterpretasi kaku terhadap ayat-ayat yang mubham (samar).
Reinterpretasi baru tidak akan merubah esensi dari maksud ayat, bahkan lebih mendekati relevansinya.
Karena sejatinya agama Islam adalah agama yang berkesesuaian dengan keadaan zaman hingga berakhirnya zaman.
Kemampuan otak manusia yang semakin cerdas mampu menangkap sinyal-sinyal atau isyarat yang terdapat dalam ayat Al-Qur'an, kemudian menerjemahkannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai. Maka lahirlah apa yang dinamakan dengan tafsir kontemporer.
Pun demikian, saat para arkeolog dan antropolog menemukan hal yang baru tentang manusia purba penghuni bumi, maka tafsir ayat 30 surat al-Baqarah dan al-An'am ayat 98 mengalami pergeseran pemahaman secara signifikan.
Tidak mudah bagi kaum muslimin yang sudah memiliki pemahaman konservatif untuk menerima tafsir baru dari suatu ayat termasuk ayat-ayat di atas. Takut dicap liberal atau bahkan murtad karena salah dalam menafsirkan ayat.
Perlu satu generasi yang memiliki wawasan lebih terbuka tak terkungkung oleh kebekuan berpikir (jumud), untuk melepaskan diri dari belenggu tafsir yang dianggap sakral. Menyalahi tafsir berarti menyalahi ayat, padahal sejatinya banyak sekali ayat Al-Qur'an yang menghendaki umatnya untuk mengoptimalkan akal pikirannya.
Oleh karena itu ke depannya kaum muslimin diharapkan mampu mengakomodir tafsir-tafsir baru sesuai dengan ilmu pengetahuan yang senantiasa dinamis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H