Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Hak dan Kewajiban Suami-Istri

13 Agustus 2022   15:52 Diperbarui: 13 Agustus 2022   17:39 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari SafetyNet Asia

Hak berasal dari bahasa Arab yang  sudah disadur menjadi bahasa keseharian di Indonesia.

Hak berarti benar atau sesuatu yang benar. Seperti sabda nabi Saw. diterima dari Abu Dzar beliau bersabda: "Katakanlah yang benar itu benar walaupun pahit." HR. Ahmad.

Bahkan lebih terperinci lagi dalam hadis riwayat at-Thabrani,

. --

Artinya: "Dari Anas bin Malik berkata Rasulullah Saw. Aku bersaksi bahwa Allah itu hak (benar adanya), perjumpaan dengannya hak, kiamat itu hak, surga itu hak, neraka itu hak. Aku berlindung dari fitnah dajjal, ujian hidup dan mati, dari siksa kubur dan neraka Jahanam." HR. Thabrani.

Hak di sini bermakna sesuatu yang benar adanya dan tak bisa diganggu gugat.

Bahkan Allah menandaskan bahwa, Kebenaran itu datangnya dari Allah maka kalian jangan menjadi orang yang ragu, seperti termaktub dalam QS. Ali Imran ayat 60.

Namun ketika kita berbicara tentang hak asasi. Maka hak itu bermakna pasif. Seperti seorang warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, kesehatan yang layak, bahkan tempat tinggal yang layak dan semua itu tanggung jawab negara. Negara aktif memenuhi kebutuhan warganya.

Tampaknya ada sedikit pergeseran makna namun tidak keluar dari konteks makna sesungguhnya yakni mendapatkan sesuatu yang benar-benar harus dia dapatkan.

Jika hak adalah hal yang pasif yang harus didapatkan maka pasangannya adalah kewajiban.

Kewajiban kata dasarnya dari wajib bermakna harus, tidak ada alasan apa pun untuk berkata tidak.

Kata Wajib ini pun diambil dari kosakata Arab. Dan orang yang terbebani dengan kewajiban harus bersikap aktif dalam memenuhi tuntutan kewajiban tersebut.

Dalam kehidupan rumah tangga ada tuntutan untuk pemenuhan hak dan kewajiban. Seorang suami berkewajiban untuk memenuhi hak istri dan istri pun mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak suami.

Apa saja hak dan kewajiban suami-istri itu?

Hak istri yang menjadi kewajiban suami sekurang-kurangnya ada tiga.

Pertama, memberi nafkah baik fisik maupun biologis. 

Seorang suami mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah, jika merunut pada ajaran agama pastilah nafkah yang dicari oleh suami itu nafkah yang halal bukan dari hasil mencuri ataupun merampok.

Suami hanya punya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan primernya saja adapun pemenuhan gaya hidup bisa dikompromikan.

Seorang suami tercela jika tidak mampu memenuhi kewajiban primernya. Namun tidak masalah jikapun tidak bisa memenuhi gaya hidup sang istri karena gaya hidup adalah relatif.

Bagi seorang istri yang baik tentu dia paham keadaan suaminya dan tak akan pernah memaksa suami untuk memenuhi hasrat hidupnya seperti belanja hal-hal yang tidak perlu atau tamasya ke tempat-tempat mahal hanya untuk pansos saja.

Dalam pemenuhan nafkah batin/biologis seorang suami jangan egois. Dia harus mengerti dan paham itu semua tak lain hanya untuk memelihara keharmonisan rumah tangga.

Khalifah Islam kedua Umar bin Khattab pernah bertanya kepada salah seorang istri sahabat yang ditinggal berperang di medan jihad. Ia berkata:" berapa lama seorang istri sanggup ditinggal suaminya?" dia pun menjawab, "Sekitar empat bulan."

Dari hasil korespondensi ini Umar memutuskan bahwa pasukan Islam yang berada di medan jihad harus dirolling empat bulan sekali. Pemenuhan hak istri adalah kewajiban yang harus suami tunaikan.

Kedua, menjaga aib dan nama baik istri.  Kewajiban menjaga aib dan nama baik seorang istri ini disyariatkan oleh Allah. Hendaklah para suami menjaga nama baik sang istri dari tuduhan-tuduhan tanpa alasan, seorang wanita  muhshan  sangat dihormati dalam Islam maka kewajiban suamilah menjaga agar tuduhan-tuduhan jahat (qadzaf) itu terhindar.

Bahkan ada had bagi pelaku qadzaf. Perlindungan nama baik ini merupakan hak istri dari suami.

Ketiga, mengajarkan agama kepada istri.

Hal ini terlihat seperti idealis, memang idealnya seorang suami mampu membimbing dan memberi pengajaran agama terhadap istrinya. Suami sebagai pemimpin rumah tangga atau seringkali disebut imam. Hendaknya mempunyai pengetahuan agama yang lebih dibanding istrinya.

Namun jikapun sang suami tidak menguasai ilmu agama paling tidak dia memberi ruang bagi istrinya untuk belajar agama atau bahkan menganjurkan istrinya untuk ikut majelis taklim.

Tentunya setiap kewajiban suami tersebut mampu terwujudkan dalam sebuah rumah tangga, tapi dalam praktik kesehariannya terkadang tidak sesempurna apa yang dicita-citakan. Namun usaha untuk mewujudkannya adalah hal terbaik.

Sementara kewajiban seorang istri yang merupakan hak suami adalah:

Pertama, menaati suami. Seorang istri mempunyai kewajiban menaati suami baik dengan suka rela atau terpaksa, hal ini karena lahir dari ijab qabul semasa akad nikah digelar.

Saat itu perpindahan ketaatan seorang istri yang sebelumnya ketaatan itu terhadap orang tua sekarang kewajiban itu berpindah kepada suami.

Perpindahan ketaatan ini bukan berarti meniadakan ketaatan terhadap orang tua namun proporsi dari ketaatan itu kini berberbeda.

Taat kepada suami bukan berarti berkurangnya ketaatan terhadap orang tua, itu logika yang keliru.

Ketika akad nikah digelar beban orang tua berpindah kepada suami. Artinya taat kepada suami berarti taat kepada orang tua.

Ada sebagian orang berpendapat ketika anak gadisnya dipinang orang maka kewajiban orang tua serta merta tuntas.

Kebanyakan pendapat ini mendorong agar meyakini bahwa tugas orang tua telah usai. Namun sejatinya tugas orang tua tak akan pernah usai selama hayat dikandung badan. Untuk terus mengingatkan anak-anaknya tentang hal-hal yang baik.

Kedua, menjaga nama baik dan harta suami. Kewajiban lain seorang istri adalah menjaga nama baik sekaligus aib suami dan harta suami saat suami di luar rumah. Yang dimaksud harta suami adalah segala barang pribadi suami.

Kadang seorang istri terjebak tak sengaja membicarakan kekurangan suami padahal setiap kekurangan itu adalah aib seyogianya hal tersebut dihindari. Demi menjaga kehormatan keluarga secara umum.

Ketiga membuat tenang suami. Saat Rasullah Saw. datang tergopoh-gopoh dan berkata "Selimuti Aku, selimuti Aku!" saat itu juga Sayidah Khadijah menyelimuti nabi.

Kemudian rasa tenang dan tenteram menyelimuti hati nabi. Benar sekali bahwa adanya seorang istri mampu memberi ketenangan bagi suami.

Sepenggal kisah tersebut memberi sinyal bahwa sanya para istri memiliki kewajiban sebagai penenang suami di saat suami dihadapkan berbagai masalah yang pelik dan sulit.

Ketenangan yang disuguhkan oleh sang istri itu salah satu hak yang boleh diterima sang suami.

Dalam menjalani roda rumah tangga seringkali kita lebih banyak menuntut hak daripada kewajiban. Maka mulailah dari sekarang tunaikan kewajiban kita maka hak kita pun akan terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun