Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Pintar atau Anak Saleh

23 Mei 2022   10:35 Diperbarui: 23 Mei 2022   17:23 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam satu perbincangan warung kopi seorang bapak berkata,

"Aku sih kepingin punya anak yang saleh biar gak pintar yang penting saleh".

Temannya menimpali, "Kalau Aku sih inginnya anak yang pintar tentu dengan kepintarannya dia akan menjadi saleh."

Sejenak saya merenungkan perbincangan mereka, kok jadi ada yang aneh kenapa Saleh dan pintar menjadi kata yang dihadap-hadapkan, mengapa seolah menjadi ada dikotomi antara kedua kata tersebut.

Para nabi dahulu adalah orang-orang yang saleh dan pintar/cerdas. Era sahabat sampai zaman keemasan Islam banyak orang-orang yang pintar juga saleh. Jadi antara kesalehan dan kepintaran harusnya berbanding lurus.

Orang saleh adalah orang yang cerdas, sedang orang yang berilmu harusnya mampu membimbing dirinya ke tahap kesalehan.

Idealnya memang harus begitu, namun kenyataannya banyak orang yang terpelajar sudah besar menjadi orang besar mengotak-atik ilmunya untuk mendapatkan sebanyak mungkin keuntungan di posisinya.

Tega mengorupsi dana bantuan, menipu rakyat awam, meneror yang lemah.

Ketika seseorang naik pangkat atau jabatan biasanya diukur dari kemampuan akademiknya, tak sembarang orang menjadi pimpinan apa pun kecuali dia mempunyai latar belakang akademik yang baik alias pintar.

Nampaknya pola pikir seperti perbincangan yang saya dengar itu adalah pola pikir kebanyakan orang membedakan antara kemapanan intelegensi dengan kemapanan spiritual.

Orang-orang Saleh yang Merubah Dunia

Islam selalu menginspirasi penganutnya untuk bergerak dan berpikir maju.

Inspirasi itu bertebaran di kalam-kalam Ilahi atau pada sabda-sabda Nabi.

Di abad pertengahan telah tumbuh pesat beragam ilmu pengetahuan antara sains dan agama. Sebut saja Alkhawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Alkindi dan lain-lain semua ilmuwan itu lahir dari rahim Islam.

Mereka adalah orang-orang saleh yang mempunyai kualifikasi keilmuan dunia bahkan ketika mereka lahir Eropa masih dalam abad kegelapannya.

Baru setelah karya-karya mereka diterjemahkan, Eropa mulai menemukan kejayaannya.

Di kalangan para fuqaha (ahli fikih) lahir imam-imam madzhab yakni Imam Malik bin Anas, Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Dari kalangan Muhaddis (ahli hadis) lahir Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Imam Tarmidzi dan yang lainnya.

Dari kalangan mufassir (ahli tafsir) lahir Imam At-Thabari, Ibnu Katsir, Imam Al-Qurtubi dan lain-lain.

Kesalehan dalam menjalankan syariat Islam membimbing mereka menemukan disiplin keilmuan yang kelak di kemudian hari menjadi rujukan bagi generasi baru.

Seorang Muslim dituntut untuk mencari ilmu agar menjalankan syariat agama menjadi lebih maksimal lagi.

Nabi Saw. bersabda, "mencari ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim." Hr. Ibnu Majah.

Jadi antara anak pintar dan anak saleh tidaklah harus dibenturkan, kiat mendidik anak menjadi saleh atau menjadi pintar haruslah bersamaan.

Dalam Islam dipercaya jika seseorang meninggal maka akan terputus semua amalnya kecuali 3 hal.

Pertama, Shadaqah Jariyah yakni sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir meskipun pelakunya sudah meninggal dunia.

Contoh shadaqah jariyah adalah wakaf tanah untuk masjid, madrasah dan sarana umum yang bermanfaat lainnya pelakunya akan terus mendapatkan royalti pahala selama hasil sedekahnya itu digunakan.

Kedua, Ilmu yang bermanfaat. Seseorang yang pernah mengajar membagi ilmunya lantas secara estafet ilmu tersebut disebar ulang oleh para muridnya sehingga ilmu itu memberi manfaat bagi orang banyak. Pahala dari investasi ilmu akan terus mengalir walaupun pelakunya telah tiada.

Ketiga, Anak Saleh yang mendoakan kedua orang tuanya. Seorang anak saleh tidak akan terbentuk dengan sendirinya tanpa ada arahan dari orang tua.

Kesalehannya inilah yang nantinya berbuah pahala bagi kedua orang tua ketika dia melakukan kewajibannya mendoakan kedua orang tua yang telah tiada.

Begitulah antara kesalehan dan kepintaran seiring sejalan berbuah kebaikan.

Dalam sebuah rumah tangga orang tua menjadi sumber utama mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi saleh sekaligus pintar.

Di rumah seharusnya menjadi basis pertahanan sekaligus counter attack dari setiap perilaku tidak baik yang datang dari luar.

Nabi Saw. bersabda, "Setiap bayi terlahir dalam keadaan suci. Maka tergantung orang tuanya apakah dia akan menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi." HR. Bukhari.

Wallahu 'alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun