Selayaknya sebuah perjuangan pasti akan banyak rintangan dan halangan namun antara halangan dan rintangan itu ada satu jalan kehidupan abadi buah dari suksesnya suatu perjuangan.
Dahulu budaya kolonialisme sangatlah kental, yang berkuasa menjajah yang lemah, yang kuat bersekongkol dengan para penghianat untuk memanfaatkan kehidupan si lemah. Bahaya laten yang bersumber dari internal dapat lebih mematikan di bandingkan lawan dari luar.
Martir pasti selalu ada dalam setiap perjuangan mereka adalah orang-orang yang rela menderita atau mati untuk sebuah perjuangan. Berapa lama rakyat Indonesia berjuang untuk menegakkan kedaulatan bangsa, lepas dari para penjajah asing.
Beratus tahun lamanya entah berapa juta martir yang telah disumbangkan bagi bumi pertiwi ini.
Puluhan nama pahlawan nasional seperti Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Pattimura, Sisingamangaraja dan sederet nama pahlawan nasional lainnya telah memulai meletakkan dasar-dasar perlawanan terhadap para penjajah.
Meskipun buah yang mereka perjuangkan tidak pernah mereka rasakan namun mereka sangat tidak ingin anak cucu mereka hidup dalam penindasan bangsa asing.
Pokok kepahlawanan inilah sedikit demi sedikit memudar di kalangan generasi penerus bangsa, maka benarlah kata pepatah "Memelihara lebih susah daripada memperjuangkan."
Warisan kepahlawanan pendahulu bangsa haruslah tetap menjadi jiwa bangsa ini. Hakikat dari seorang martir adalah dia tetap hidup dalam hati sanubari segenap penerusnya.
Martir bi'ir Mauna
"Hatiku berkata bahwa para sahabatku ini dalam bahaya. Aku cemas mereka tidak sampai ke tujuan."Â
Lirih Rasul Saw. ketika melepas 70 orang sahabatnya, mereka semua bergelar al-Qura bermakna para penghafal Quran dan memahaminya.
Peristiwa itu terjadi di bulan Shafar 4 H, bermula dari kedatangan rombongan dari Najd  yaitu kaum Bani Amir dipimpin oleh Amir bin Malik terkenal dengan julukan Abu Barra.
Dia meminta kepada Rasul Saw. agar mengirimkan sejumlah sahabat yang ahli al-Quran untuk mengajar di kampung halaman mereka.
Karena alasan yang cukup kuat akhirnya Rasul Saw. mengizinkan 70 orang sahabatnya berangkat untuk bertablig ke Bani Amir, sebelum berangkat Baginda menulis secarik surat untuk ketua Bani Amir yaitu Amir bin Thufail, isinya adalah mengajak dia untuk masuk Islam.
Rombongan bertolak dari Madinah, sampailah di suatu tempat yang disebut Bi'ir Mauna, disela istirahat sahabat yang ditugasi membawa surat yakni Haram ra. Bergegas dengan ditemani sahabat yang lain untuk menyerahkan surat dari Rasul Saw.
Ketika Haram ra. sampai di hadapan Amir bin Thufail, melesatlah tombak Amir bin Thufail tembus ke dada Haram ra. dan dia pun syahid. Setelah itu Amir bin Thufail memerintahkan pengikutnya untuk membunuh semua utusan Rasul Saw. tersebut.
Semuanya syahid dibantai Bani Amir kecuali satu orang saja yakni Ka'ab bin Zaid.
Rasulullah Saw. sedih sekali melihat peristiwa yang menimpa para sahabatnya itu, hingga Anas bin Malik ra. Mengabarkan," Aku belum pernah melihat Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berduka dibandingkan duka akibat peristiwa tersebut." [HR. Bukhri].
Ada beberapa hikmah dari terjadinya pembantaian di sumur Mauna
Pertama, tetap bersabar menghadapi cobaan. Peristiwa yang terjadi di Biir Mauna merupakan ujian terberat bagi umat Islam saat itu dengan syahidnya 70 orang penghafal Quran.
SDM yang dimiliki umat Islam saat itu begitu saja dibantai musuh dengan tak terduga. Melalui syariat qunut nazilah Rasul Saw. dan kaum Muslimin saat itu mencoba untuk bersabar. Karena sudah jelas para Quraa itu mendapat syahadah dari Allah Swt.
Kedua, pentingnya i'dad (persiapan).
Untuk menghadapi segala sesuatu, persiapan yang matang untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi memang harus dipersiapkan. Tak terkecuali persiapan personil keamanan sipil sebagai satu langkah pendukung keberhasilan dakwah. Sekaligus mencegah berbagai macam gangguan yang mengancam keselamatan jiwa.
Martir dalam sebuah perjuangan adalah keniscayaan dan semuanya telah berlaku semenjak dahulu, dari para perintis dakwah dan pendiri bangsa. Bukan suatu hal yang mengherankan karena semua itu adalah sunatullah dalam sebuah perjuangan.
Tetesan darah kesuma bangsa menjadi  penyubur tanah yang tandus dari sebuah tanah jajahan, apa jadinya jika tanah jajahan tak pernah disiram oleh darah para syuhada, mungkin yang ada hanya persekongkolan para pengkhianat yang haus darah mengeruk sumber daya bangsa.
Apa yang di cita-citakan para founding fathers, harus terus dijaga dan dipelihara oleh para pewarisnya agar apa yang di cita-citakan menjadi tidak sia-sia.
Salah satunya adalah upaya terus mempererat rasa persaudaraan sesama anak bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbeda itu keniscayaan tapi bersatu itu adalah ikhtiar kita, kata Anies Baswedan.
Bagi para martir yang telah menyumbangkan jiwa dan raga mereka kita memohon agar mereka diberi balasan sesuai amal mereka. Tidak ada kemenangan diraih dari kesenangan , kemenangan hanya dapat diraih melalui penderitaan dan perjuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H