Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diam atau Bertindak adalah Suatu Pilihan

24 Desember 2021   11:40 Diperbarui: 24 Desember 2021   15:28 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hal agar kepedulian itu kembali bangkit:

Pertama, meyakinkan diri sendiri bahwa setiap kejahatan apa pun bentuknya perlu dikritisi.

keyakinan dalam hati bahwa kita muak dengan segala bentuk perilaku buruk itu sudah cukup menjadi awal bahwa kita masih memiliki rasa kepedulian, tidak larut mengikuti praktik-praktik penyakit sosial seperti prostitusi, pemabuk, pembuat onar dan praktik buruk lainnya yang saat ini begitu kasat mata dan menjadi konsumsi berita sehari-hari di media massa.

Apakah itu bapak memperkosa anak kandungnya, remaja tawuran setelah meneguk miras, konsumsi obat-obatan terlarang dan sebagainya.

Keyakinan dalam hati ini kemudian kita tindak lanjuti kerjasama dengan aparat yang berwenang apakah itu dengan RT/RW setempat, keamanan setempat, tokoh setempat dan lain-lain.

Ketidaksukaan kita terhadap perilaku buruk itu kita wakilkan kepada para aparat tersebut.

Kedua, kepedulian itu bisa kita suarakan sendiri.

Rasa muak terhadap perilaku sosial yang menyimpang, mendorong kita untuk bersuara lantang menolak segala penyakit sosial tersebut.

Keberanian bersuara ini adalah satu level lebih tinggi dari hanya diam mengutuk dalam hati, karena konsekuensi bagi para penentang adalah ancaman keselamatan yang langsung di alamatkan pada dirinya.

Namun nampaknya para penentang dengan suara lantang ini kebanyakan masih setengah hati, yakni dia bisa menyuarakan penolakan namun tidak bisa memberi solusi terhadap permasalahan.

Dan ketika diajak untuk mendudukkan perkara dia cenderung menghindar inilah minusnya, tapi tentu tidak semua seperti begitu karena ada yang lantang juga berani beradu argumen dan mampu mematahkan argumen lawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun