Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Love

Meliatkan Pribadi Menjadi Sang Pengasih (8)

13 Juni 2022   10:38 Diperbarui: 13 Juni 2022   10:59 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[foto pribadi -- diambil dari Good News Bible, Collins World]

Perubahan yang sangat cepat seperti ini memang ciri orang yang pasif dan menderita ketergantungan. Tidak masalah siapa orang yang menjadi gantungan hidupnya; yang penting ada seseorang. Bukan soal bagaimana identitas seseorang tersebut; yang penting ada seseorang yang memberinya identitas. 

Oleh sebab itu, meski terlihat luar-biasa kuat, hubungan yang mereka jalin sebetulnya tidak dalam sama sekali. Karena kekosongan diri mereka sangat terasa dan ada keinginan kuat untuk mengisinya, orang yang pasif-bergantung akan buru-buru memenuhi kebutuhan mereka akan orang lain.

Ada seorang perempuan muda yang cantik, pintar dan sangat sehat, dan sejak usia 17 sampai 21 berhubungan seks dengan banyak pria yang kepandaian dan kemampuannya jelas di bawah dia. Dia meninggalkan pria yang satu untuk menjalin hubungan dengan pria lain lagi. 

Masalahnya, dia tidak bisa menunggu lama-lama setelah putus dengan yang satu dan langsung mencari pria lain yang dirasanya cocok, atau langsung memilih satu dari sekian banyak pria yang dikenalnya tidak lama setelah putus.

Tidak sampai 24 jam setelah hubungannya berakhir, dia akan mengajak pria pertama yang ditemuinya di bar, dan setelah itu dia akan datang untuk terapi berikutnya dengan hati ceria. "Laki-laki ini pengangguran memang, dan tukang minum, tapi yang jelas talentanya hebat dan perhatiannya pada saya besar sekali. Pasti hubungan kami akan langgeng."

Hubungan yang dia bina, sayangnya, tidak pernah langgeng karena dia sembarangan memilih pasangan. Dia juga akan kembali mulai bergantung pada pria tadi, dan menuntut lebih banyak lagi bukti perhatian sang kekasih, berusaha untuk selalu ada di dekatnya, dan tidak mau kekasihnya meninggalkan dia sendirian.

"Cintaku sangat besar jadi aku tidak sanggup jauh dari kamu," begitu yang dikatakannya kepada pasangan. Tapi lama-kelamaan sang pria akan merasa gerah dan terkungkung, tidak dapat bergerak, akibat "cinta" sang perempuan.

Mereka lalu terlibat pertengkaran hebat, hubungan mereka berakhir dan siklus yang sama kembali berulang hari berikutnya. Setelah terapi selama tiga tahun barulah perempuan itu sanggup keluar dari siklus tadi. Setelah mengikuti terapi, dia akhirnya tahu apa kepandaian dan kemampuannya.

Dia sadar dirinya kosong dan ingin kekosongan tersebut selalu terisi. Dia pun bisa membedakan mana perasaan itu dan mana cinta yang sejati. 

Disadarinya bahwa keinginan untuk terus mengisi kekosonganlah yang membuat dia mengawali dan menjalin hubungan yang merugikan dirinya. Diakuinya pula dia perlu mendisiplinkan diri sekuat tenaga untuk mengatasi keinginannya yang menggebu-gebu agar dengan demikian dia bisa memanfaatkan segala kemampuan yang ada pada dirinya.

Kata "passive" (pasif) digabung dengan kata "dependent" (bergantung) karena yang orang-orang ini pedulikan adalah apa yang orang lain bisa lakukan untuk mereka, bukan apa yang mereka bisa lakukan sendiri. Sekali waktu saya menangani satu kelompok yang terdiri dari lima pasien lajang. Semuanya orang yang pasif & bergantung (passive dependent), dan saya minta mereka mengutarakan apa yang mereka inginkan, dalam hal ini kehidupan seperti apa yang mereka kehendaki lima tahun mendatang.

Jawaban kelimanya kurang-lebih sama. "Saya ingin menikah dengan orang yang serius mau merawat saya." Tak seorang pun dari mereka yang menjawab bahwa mereka punya keinginan agar sanggup menangani pekerjaan yang sulit, mereka ingin mencipta karya seni, memberikan sumbangsih kepada masyarakat, berusaha mencintai atau memiliki anak.

Tidak ada angan-angan ingin melakukan sesuatu; yang mereka impikan hanya bersikap pasif tanpa berbuat apa-apa untuk diperhatikan. Seperti juga kepada yang lain, kepada mereka ini saya sampaikan,

"Jika yang Anda mau adalah dicintai, keinginan itu tidak akan tercapai. Satu-satunya cara agar dicintai adalah menjadi orang yang pantas dicintai, dan Anda tidak bisa menjadi pribadi yang pantas dicintai jika tujuan pokok hidup Anda hanya ingin dicintai."

Bukan berarti orang yang pasif & bergantung tidak pernah melakukan apa-apa untuk orang lain; hanya saja motif mereka melakukan sesuatu adalah agar orang lain semakin menyukai mereka dan tentunya lalu memperhatikan mereka. 

Dan ketika ada kemungkinan bahwa dia tidak diperhatikan oleh orang lain, dia akan sulit "melakukan apa-apa". Semua anggota kelompok tadi merasakan kesulitan yang luar biasa saat mereka harus membeli rumah, berpisah dari orang tua, mencari pekerjaan, keluar dari pekerjaan yang sangat tidak memuaskan atau mencoba melakukan apa yang mereka sukai.

Dalam perkawinan, peran masing-masing pasangan biasanya berbeda; mereka berbagi tugas agar semua berjalan baik.

Yang perempuan umumnya memasak, mengurus rumah, berbelanja dan mengasuh anak, sementara yang laki-laki bekerja mencari uang, mengurus masalah keuangan, memotong rumput dan memperbaiki barang yang rusak. Pasangan yang sehat sewaktu-waktu akan berganti peran, tanpa diminta.

Yang pria sekali-kali akan memasak, sehari dalam seminggu mengurus anak- anak atau membereskan rumah sebagai kejutan bagi sang isteri; yang perempuan akan bekerja paruh-waktu, memotong rumput saat suaminya berulang tahun, atau gantian mengurus rekening dan tagihan selama setahun. Pasangan biasanya menganggap ganti peran ini sebagai permainan supaya hidup perkawinan mereka lebih manis dan bervariasi.

Ganti peran inilah, proses inilah yang mungkin punya andil lebih besar (meskipun dilakukan tanpa sadar) dalam memperkecil saling-ketergantungan mereka. Masing-masing melatih diri sendiri untuk bisa bertahan hidup seandainya pasangan tidak ada lagi.

Namun bagi orang yang pasif & bergantung, kehilangan pasangan terasa sangat mengerikan sampai-sampai mereka tidak sanggup mempersiapkan diri untuk menghadapi kehilangan pasangan dan mereka juga tidak mau menjalani proses yang bisa memperkecil ketergantungan terhadap pasangan atau yang bisa memberikan kebebasan lebih kepada pasangan.

Itulah sebabnya salah satu ciri perkawinan orang yang pasif & bergantung adalah mereka sangat kaku soal pembagian peran. Mereka berupaya membuat ketergantungan mereka semakin tinggi dan bukan sebaliknya, dan akibatnya perkawinan mereka lebih menyerupai perangkap padahal seharusnya tidak demikian. Apa yang mereka lakukan, atas nama apa yang mereka sebut cinta padahal sebetulnya ketergantungan, membuat kebebasan dan perkembangan mereka sendiri dan pasangan semakin berkurang.

Ada kalanya, sebagai bagian dari proses di atas, setelah menikah orang yang pasif & bergantung akan 'menghilangkan' kemampuan yang mereka kuasai sebelum menikah.

Contohnya bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari; antara lain sindroma isteri yang "tidak bisa" mengemudi. Ada memang isteri yang belum pernah belajar mengemudi sebelumnya, tapi yang lain, dengan alasan pernah mengalami kecelakaan kecil, setelah menikah lama-lama mengidap "fobia" mengemudi mobil dan tidak mau lagi membawa kendaraan.

Dampak dari "fobia" pada keluarga yang kebanyakan tinggal di daerah pedesaan dan pinggiran kota adalah sang isteri menjadi tergantung sepenuhnya pada suami dan ketidakberdayaannya membuat sang suami tidak bisa ke mana-mana. Sang suamilah yang kemudian harus berbelanja untuk keluarga atau mengantar sang isteri ke mana-mana untuk berbelanja.

Karena keduanya merasa kebutuhan mereka untuk menggantungkan diri satu sama lain bisa terpenuhi, kondisi di atas tidak mereka lihat sebagai sesuatu yang salah atau sebagai masalah yang perlu ditangani.

[bersambung ke bagian 9]

Diterjemahkan dari buku The Road Less Traveled (Section: Love), karya M. Scott Peck

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun