"Dokter tidak paham," balasnya. "Sekarang ini saya bukan siapa-siapa. Bukan siapa-siapa. Saya sekarang tidak punya isteri. Tidak punya anak. Saya tidak tahu saya ini siapa. Mungkin saya memang tidak peduli dengan mereka, tapi yang jelas saya sayang mereka. Saya bukan apa-apa tanpa mereka."
Pasien tersebut betul-betul depresi, sampai-sampai identitas yang diberikan keluarga kepadanya hilang. Saya lalu meminta dia untuk datang lagi dua hari setelah itu. Tadinya saya berharap akan ada perubahan sedikit, tapi ketika muncul kembali di kantor, sambil menyeringai riang, dia bilang, "Sudah beres."
"Anda sudah berkumpul lagi dengan keluarga?" tanya saya.
"Belum," jawabnya santai. "Belum ada kabar dari mereka sejak pertemuan kita tempo hari, tapi semalam saya berkenalan dengan seorang gadis di bar tempat saya biasa minum. Katanya dia suka sekali dengan saya. Dia sudah tidak punya pasangan, seperti saya juga. Kami bikin janji akan bertemu lagi malam ini. Rasanya saya sudah kembali jadi manusia normal. Sepertinya tidak perlu lagi saya ke sini untuk konsultasi."
Perubahan yang sangat cepat seperti ini memang ciri orang yang pasif dan menderita ketergantungan. Tidak masalah siapa orang yang menjadi gantungan hidupnya; yang penting ada seseorang. Bukan soal bagaimana identitas seseorang tersebut; yang penting ada seseorang yang memberinya identitas. Oleh sebab itu, meski tampaknya luar-biasa kuat, hubungan yang mereka jalin sebetulnya tidak dalam sama sekali. Karena kekosongan diri mereka sangat terasa dan ada keinginan kuat untuk mengisinya, orang yang pasif-bergantung akan buru-buru memenuhi kebutuhan mereka akan orang lain.
[bersambung ke bagian 8]
Diterjemahkan dari buku The Road Less Traveled (Section: Love), karya M. Scott Peck
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H