Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Love

Meliatkan Pribadi Menjadi Sang Pengasih (7)

13 Juni 2022   01:25 Diperbarui: 13 Juni 2022   01:30 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Hilangnya sejenak batasan ego ketika sedang jatuh cinta atau tengah berhubungan intim membuat kita berkomitmen kepada orang lain, dan dari situlah cinta sejati muncul. Selain itu, kondisi tersebut juga membuat kita bisa merasakan dulu (dan juga merangsang kita untuk mendapatkan) kebahagiaan mistis yang lebih kekal dan yang dapat kita nikmati setelah kita mencintai sepanjang hidup. Itulah alasannya jatuh cinta bukan cinta melainkan bagian dari skema cinta yang luar-biasa dan penuh misteri.

Dependensi atau Ketergantungan

Ada lagi pemahaman yang salah tentang cinta, yakni bahwa cinta sama dengan ketergantungan. Psikoterapis sehari-harinya menangani kasus yang muncul akibat kesalahpahaman tadi. Efeknya yang paling mengerikan dapat kita lihat pada orang yang berusaha atau yang terlihat dari gerak-geriknya berniat atau yang mengancam untuk melakukan bunuh diri atau mereka yang tidak berdaya akibat depresi karena ditolak atau ditinggal pasangan atau kekasih.

Orang seperti mereka akan berkata, "Saya mau mati, saya tidak bisa hidup tanpa suami [isteri, pacar] saya, saya sangat mencintai dia." Tanggapan saya untuk mereka biasanya ini, "Anda salah; Anda tidak mencintai suami [isteri, pacar] Anda." Mereka lantas marah. "Maksud Dokter apa? Saya barusan bilang saya tidak bisa hidup tanpa dia."

Kepada mereka saya coba jelaskan. "Yang Anda maksud tadi bukan cinta melainkan parasitisme, hidup sebagai parasit. Bila perlu orang lain untuk bisa bertahan hidup, Anda parasit untuk orang tadi. Dalam hubungan yang demikian, tidak ada pilihan, tidak ada kebebasan. Masalahnya bukan cinta namun kebutuhan. Cinta itu bebas menentukan pilihan. Dua pribadi baru bisa dikatakan saling mencintai jika masing-masing mampu hidup tanpa yang lain meski mereka memilih untuk hidup bersama."

Definisi saya tentang ketergantungan adalah ketidakmampuan untuk merasakan diri/hidup kita utuh atau ketidakmampuan untuk menjalani hidup bila tidak ada kepastian bahwa yang bersangkutan akan diurus oleh yang lain. Pada orang dewasa yang fisiknya sehat, ketergantungan itu bagai penyakit -- kondisi ini menunjukkan bahwa mereka sakit atau cacat mental, dan mereka menderita. Ketergantungan harus dibedakan dari apa yang biasanya kita sebut 'butuh untuk bergantung pada orang lain' atau 'merasa bergantung pada orang lain'.

Kita semua, tanpa kecuali, meski kepada orang lain atau kepada diri sendiri, berpura-pura tidak butuh atau tidak tergantung pada orang lain, sebetulnya justru butuh atau merasa tergantung pada orang lain. Kita semua punya keinginan dimanja, diemong tanpa kita perlu melakukan apa-apa. Kita ingin diurus oleh orang yang lebih kuat dibanding kita, orang yang tulus memperhatikan kita. Sekalipun kita sangat tegar, sekalipun kita orang yang sangat peduli, bertanggung jawab dan dewasa, jika direnungkan benar-benar, pasti ada keinginan di dalam hati untuk sesekali diurus orang lain. Kita semua, setua atau sematang apa pun, mencari dan ingin agar dalam hidup ini ada sosok ibu dan ayah yang mampu memenuhi keinginan kita.

Tetapi kebanyakan orang tidak dikuasai keinginan atau perasaan tersebut; bagi mereka, keinginan dan perasaan itu bukan yang utama dalam hidup. Bila keinginan atau perasaan tadi menguasai dan berimbas pada kualitas hidup kita, maka yang terjadi justru kita bukan sekadar butuh untuk bergantung atau merasa bergantung pada orang lain; kita memang bergantung pada mereka. Orang yang hidupnya dikuasai dan ditentukan oleh kebutuhan untuk bergantung pada orang lain adalah orang yang menderita kelainan psikiatris yang disebut "passive dependent personality disorder" (gangguan kepribadian tergantung-pasif). Bisa jadi inilah gangguan psikiatris yang paling banyak diderita orang.

Mereka yang menderita kelainan ini, yaitu orang yang pasif dan punya ketergantungan, berusaha sekuat tenaga agar dicintai sampai-sampai mereka tidak punya tenaga lagi untuk mencintai. Mereka mirip orang kelaparan, mengemis ke mana-mana untuk mendapatkan makanan, sedangkan makanan yang mereka punya tidak mau mereka bagikan kepada yang lain. Diri mereka seakan-akan kosong, seperti sumur tanpa dasar yang selalu minta diisi namun tidak pernah bisa terisi penuh. Mereka tidak pernah merasa "penuh", dan mereka tidak pernah merasa lengkap. Mereka selalu merasa "ada sesuatu yang hilang dari diri saya". Susah sekali bagi mereka untuk menahan rasa kesepian. Karena tidak merasa utuh, mereka tidak mengerti apa sebetulnya jati diri itu, dan hubunganlah yang menentukan seperti apa mereka.

Operator mesin pelubang (punch press) usia 30 tahun depresi berat dan datang ke tempat saya praktek tiga hari setelah isterinya pergi membawa serta dua anak mereka. Sebelumnya sudah tiga kali sang isteri mengancam akan pergi karena sang suami kurang memperhatikan dia dan anak-anak. Pria ini setiap kali memohon-mohon agar isterinya jangan pergi seraya berjanji akan berubah. Karena perubahannya tidak lebih dari sehari, kali ini si isteri benar-benar membuktikan ancamannya Pasien ini sudah dua hari tidak tidur, badannya gemetaran karena gelisah, menangis sedih dan serius ingin bunuh diri. "Saya tidak bisa hidup jika keluarga saya tidak ada," ujarnya sambil terisak. "Saya sayang sekali pada mereka."

"Saya heran," kata saya kepadanya. "Anda bilang tadi bahwa apa yang dikeluhkan isteri Anda memang benar; Anda tidak pernah berbuat apa-apa untuknya, Anda pulang sesuka hati, Anda tidak punya perasaan apa-apa terhadap dia atau tidak ingin berhubungan intim dengannya, Anda pun tidak mau bicara dengan anak-anak selama berbulan-bulan, Anda tidak pernah mengajak mereka bermain atau mengajak mereka pergi ke mana-mana. Anda tidak berhubungan dengan siapa pun di keluarga. Makanya saya heran mengapa Anda harus depresi berat setelah hubungan yang sebetulnya tidak pernah ada itu sekarang tidak ada lagi."

"Dokter tidak paham," balasnya. "Sekarang ini saya bukan siapa-siapa. Bukan siapa-siapa. Saya sekarang tidak punya isteri. Tidak punya anak. Saya tidak tahu saya ini siapa. Mungkin saya memang tidak peduli dengan mereka, tapi yang jelas saya sayang mereka. Saya bukan apa-apa tanpa mereka."

Pasien tersebut betul-betul depresi, sampai-sampai identitas yang diberikan keluarga kepadanya hilang. Saya lalu meminta dia untuk datang lagi dua hari setelah itu. Tadinya saya berharap akan ada perubahan sedikit, tapi ketika muncul kembali di kantor, sambil menyeringai riang, dia bilang, "Sudah beres."

"Anda sudah berkumpul lagi dengan keluarga?" tanya saya.

"Belum," jawabnya santai. "Belum ada kabar dari mereka sejak pertemuan kita tempo hari, tapi semalam saya berkenalan dengan seorang gadis di bar tempat saya biasa minum. Katanya dia suka sekali dengan saya. Dia sudah tidak punya pasangan, seperti saya juga. Kami bikin janji akan bertemu lagi malam ini. Rasanya saya sudah kembali jadi manusia normal. Sepertinya tidak perlu lagi saya ke sini untuk konsultasi."

Perubahan yang sangat cepat seperti ini memang ciri orang yang pasif dan menderita ketergantungan. Tidak masalah siapa orang yang menjadi gantungan hidupnya; yang penting ada seseorang. Bukan soal bagaimana identitas seseorang tersebut; yang penting ada seseorang yang memberinya identitas. Oleh sebab itu, meski tampaknya luar-biasa kuat, hubungan yang mereka jalin sebetulnya tidak dalam sama sekali. Karena kekosongan diri mereka sangat terasa dan ada keinginan kuat untuk mengisinya, orang yang pasif-bergantung akan buru-buru memenuhi kebutuhan mereka akan orang lain.

[bersambung ke bagian 8]

Diterjemahkan dari buku The Road Less Traveled (Section: Love), karya M. Scott Peck

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun