Mohon tunggu...
Dimas Saptoaji
Dimas Saptoaji Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Seorang freelance yang memiliki hobi membaca dan berolahraga. Sangat berminat dalam topik pengembangan teknologi, geopolitik, dan pertahanan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjaga Kedaulatan Laut Natuna Utara: Tantangan serta Strategi menghadapi Ancaman di Laut China Selatan

24 Mei 2024   21:10 Diperbarui: 27 Mei 2024   09:17 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta klaim Tiongkok atas sebagian ZEE Indonesia di Perairan Natuna, Indonesia [4]

Tiongkok pun tidak segan dalam menggunakan kekuatan militernya untuk mengintimidasi para nelayan di LCS yang notabene para nelayan tersebut adalah warga sipil, seperti pada September 2021 dimana 6 kapal perang China berkeliaran di Laut Natuna Utara, dimana salah satunya adalah kapal perang berjenis destroyer (Kunming-172) [11].

Sengketa di perairan Natuna yang dialami Indonesia bukan hanya dengan Tiongkok saja, tapi juga dengan Vietnam di LCS [12]. Indonesia berkonflik dengan Vietnam di LCS terkait wilayah ZEE yang tumpang tindih di Laut Natuna Utara [13]. Insiden yang sering dialami Indonesia ketika berkonflik dengan Vietnam di LCS adalah insiden penangkapan kapal-kapal nelayan Vietnam yang kedapatan menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna. dimana kapal nelayan Vietnam sering melakukan tindakan nekat dengan menabrakkan kapalnya ke kapal aparat keamanan Indonesia seperti pada Juli 2020 dimana kapal nelayan Vietnam mencoba melarikan diri dan akhirnya menabrakkan diri ke kapal milik Badan Kemanan Laut (Bakamla)/Indonesian Coast Guard [14]. Vietnam juga tidak segan menghalangi usaha pengangkapan nelayannya yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah Natuna dengan cara menghalangi usaha penangkapan oleh aparat keamanan Indonesia dimana pada 2019 kapal milik TNI-AL yaitu KRI Bung Tomo dihalangi oleh 2 kapal Vietnam Fisheries Resource Survelliance (VFRS) milik pemerintah Vietnam ketika akan menangkap 4 kapal nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah Natuna [15].

Meningkatnya tensi di LCS memicu kekhawatiran akan stabilitas kawasan dan potensi ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. Untuk merespon situasi ini, diperlukan strategi dalam memperkuat kehadiran aparat keamanan baik dari TNI-AL, Bakamla, maupun Kepolisian Perairan (Polair). Penguatan kehadiran ini bertujuan untuk menghadirkan rasa aman bagi para nelayan Indonesia yang mencari ikan ataupun kegiatan eksplorasi sumber daya alam (SDA) berupa minyak dan gas alam di perairan Natuna, sekaligus meningkatkan efek deteren bagi negara-negara yang berpotensi mengancam keutuhan wilayah Indonesia.

Tindakan agresif Tiongkok dengan membangun beberapa pangkalan militer di kepulauan Spratly dan Paracel telah memicu kekhawatiran serius bagi negara-negara di sekitarnya. Ancaman pecahnya konflik di LCS yang semakin nyata mendorong terjadinya perlombaan senjata (arms race) di kawasan tersebut. Negara-negara yang memiliki klaim dan kepentingan di LCS melakukan pengadaan senjata yang cukup besar dan masif terutama di matra laut dan udara untuk mengamankan posisi mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi ketegangan dan potensi konflik terbuka.

Beberapa negara ASEAN sudah meningkatkan kehadirannya di LCS, terutama di kepulauan Spratly. Seperti Malaysia yang menduduki Ardasier Reef, Mariveles Reef, dan Swallow Reef [16], Filipina menempatkan kapal perang bekas yang di karamkan (BRP Sierra Madre) di Second Thomas Shoal sejak 1999 [17], dan Vietnam yang mengklaim banyak pulau di kepulauan Spratly serta membangun pulau buatan dan pangkalan militer di Pearson Reef dan Pigeon Reef, dengan rencana untuk memperkuat lagi kehadiran militernya di kedua pulau tersebut [18][19].

Di tengah memanasnya situasi di LCS, dengan penguatan armada militer oleh negara-negara yang memiliki klaim, Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk mengamankan kepentingannya di Natuna. Beberapa langkah strategis yang sudah diambil baik oleh Indonesia antara lain mendorong solusi diplomatis dengan membawa negara lain secara tidak langsung masuk dalam konflik ini, seperti yang sedang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan mengajak Jepang untuk berinvestasi di Laut Natuna [20], serta memperkuat kapasitas maritim dengan membangun pusat pelatihan maritim di Batam bekerjasama dengan Amerika Serikat [21][22], dan memberikan izin kepada Bakamla untuk mendapatkan dan menggunakan senjata [23][24]. Langkah-langkah bertujuan untuk mengirimkan pesan tegas kepada pihak yang berkonflik, khususnya Tiongkok dan Vietnam untuk menghormati kedaulatan Indonesia serta diharapkan menarik minat negara lain untuk terlibat dalam kerjasama maritim di Natuna.

Akan tetapi, solusi diplomatis saja belum cukup untuk menciptakan efek gentar/detterent effect. Diperlukan kehadiran militer yang kuat untuk membekinginya. Pemerintah indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pertahanan dalam berbagai langkah, antara lain:

1. Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista)

Dalam 5 tahun terakhir, pengadaan alutsista yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam hal ini kementerian pertahanan, melakukan pengadaan alutsista yang cukup masif. Hal ini cukup beralasan dikarenakan alutsista yang telah dimiliki oleh Indonesia saat ini belum cukup untuk melindungi keseluruhan wilayah Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, pengadaan ini juga bertujuan untuk melaksanakan program Minimum Essential Force (MEF) yang berlangsung dari 2009 sampai dengan 2024 [25]. Pengadaan alutsista yang dilakukan oleh Indonesia antara lain:

  • 42 unit jet tempur Rafale dari Perancis [26].
  • 2 unit fregat Arrowhead 140 dari Inggris yang dibangun secara lisensi di PT PAL dengan nama 'Fregat Merah Putih' [27][28].
  • 2 unit pesawat angkut Airbus A400M berkonfigurasi tanker [29].
  • 12 unit drone ANKA dari Turki [30].
  • 2 unit fregat PPA (kelas Thaon di Revel) yang sudah dibangun dari Italia [31].
  • 2 unit kapal selam Scorpene Evolved dari Perancis [32].
  • Sistem pertahanan udara HISAR/Trisula dan rudal balistik jarak pendek KHAN dengan kolaborasi Turki-Ceko [33][34].
  • 13 unit radar jarak jauh GM 400 Alpha dari Perancis [35].
  • Radar jarak jauh RAT 31 DL/M dari Italia yang bekerja sama dengan PT LEN Industri [36].
  • Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) dari PT Daya Radar Utama, galangan kapal dalam negeri [37].
  • Satelit pertahanan dari Thales, Perancis [38].
  • Rudal anti kapal (Anti-Ship Missile/AshM) Atmaca dari Turki [39], sebagai bagian dari program pengembangan rudal nasional [40].
  • 22 unit helikopter Blackhawk dari Amerika Serikat [41].

2. Peremajaan dan upgrade alutsista

Peremajaan dan upgrade alutsista yang dilakukan oleh Indonesia bertujuan untuk memaksimalkan alutsista yang sudah dimiliki sebelumnya. Peremajaan dan upgrade ini dilakukan oleh industri pertahanan di dalam negeri dan dilakukan di dalam negeri, seperti peremajaan dan upgrade 41 kapal perang TNI-AL di PT PAL [42].

3. Latihan bersama

Selain melakukan pengadaan serta peremajaan alutsista, Indonesia juga tidak meninggalkan program pengembangan sumber daya manusia. Salah satunya adalah dengan melakukan latihan intensif bersama dengan negara-negara sahabat, seperti latihan bersama "Super Garuda Shield" (SGS) antara TNI dengan militer negara-negara sahabat di kawasan Indo-Pasifik [43].

Meskipun pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pertahanan melalui beberapa langkah yang telah disebutkan sebelumnya, masih terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Kekuatan alutsista yang dimiliki Indonesia saat ini, termasuk yang diperoleh dari pengadaan terbaru, masih belum memadai untuk sepenuhnya mempertahankan seluruh wilayah Indonesia, khususnya di kawasan LCS, jika dibandingkan dengan kekuatan militer Tiongkok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun