"Lalu?" sahutku penasaran.
"dia mengeluarkan buku yang sama denganku dalam tas nya, dan dia ucapkan nama aslimu dengan jelas, hingga aku tahu Dyra itu adalah kamu." Tuturnya.
Seketika air mataku jatuh, membiarkan ponselku masih ku genggam dan kutempelkan ditelinga.
"siapa nama teman yang kamu sukai itu?" tanyaku kemudian
"Hanz," jawab temanku.
"kamu hebat ya, teman aku saja tahu kamu siapa," ucapnya kemudian  sebelum akhirnya menutup telepon.
                                ***
Jadi, selama ini buku itu sudah sampai di tangannya. Buku yang kususun dari lembaran luka yang kutulis selama aku masih bersamanya. Ajaibnya semesta, meski kadang tak adil, namun sesekali takdir memang suka sebercanda untuk membuatku sedikit tertawa.
        Pada suatu hari, kau dan aku pernah menjadi kita. Hingga aksaraku terlahir untuk mengabdikan dialog-dialog sendu, yang kutulis dengan air mataku. Kini, esok, lusa, dan selamanya tentang kita akan kuperkenalkan pada dunia.
       Dunia ini mungkin kuasa mereka yang sempurna, namun perihal cinta yang kupunya, sungguh tiada siapapun yang akan mampu menandinginya.
                                      (Figuran, 130)