Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jadi Guru atau Jadi Penulis Produktif

6 Juli 2024   06:15 Diperbarui: 13 Juli 2024   11:41 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Menurut Asrori (2005:94) bahwa faktor utama yang dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya yaitu kebutuhan akan rasa aman, disayangi, diterima, dihargai dan dapat beraktualisasi. Namun jika didalam keluarga sang anak tidak mendapat perhatian yang layak maka anak akan merasa kurang disayangi atau kurang dihargai. Hubungan baik yang tercipta antara anak dan orang tua akan menimbulkan perasaan aman dan kebahagiaan dalam diri anak. Sebaliknya menurut Hurlock (1994) bahwa: hubungan yang kurang baik akan mendatangkan akibat yang sangat buruk bagi anak, perasaan aman dan kebahagiaan yang seharusnya dirasakan anak tidak lagi dapat terbentuk, anak akan mengalami trauma emosional yang kemudian dapat ditampilkan anak dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti menarik diri dari lingkungan, bersedih hati, pemurung, dan sebagainya".


Seperti dijelaskan diatas bahwa pola asuh orangtua memiliki pengaruh besar dalam perkembangan pribadi anak. Apabila sejak masa kanak-kanak remaja diterima, disayangi oleh orangtuanya maka anak akan merasa bahwa orang tua sangat menghargai kehadirannya dan hal itu yang menjadi dasar bagi remaja dalam memandang dirinya. Sebaliknya jika remaja ditolak atau diabaikan, maka terbentuklah rasa penolakan dan anak merasa dirinya tidak berguna. Dampak yang ditimbulkan pun dapat terlihat dalam jangka waktu yang panjang saat anak sudah mulai terjun ke masyarakat. Ciri-ciri yang dapat terlihat adalah anak merasa rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain, anak merasa pesimis, kurang mampu menyesuaikan diri dan mudah putus asa.


Dalam pola asuh otoriter memang membuat anak menjadi lebih patuh dan hormat namun jika terlalu berlebihan juga efeknya tidak baik. Apalagi jika dihubungkan dengan self esteem, seperti menurut Coopersmith sebagaimana dikutipoleh Walgito (2010:216) menjelaskan bahwa "harga diri sebagai suatu respon atau evaluasi seseorang mengenai dirinya sendiri terhadap pandangan orang lain mengenai dirinya dalam interaksi sosialnya."


Seseorang yang bisa dikatakan memiliki harga diri rendah ciri-cirinya yaitu cenderung kurang menghargai keberhasilan yang mereka raih, sering sulit menemukan hal-hal yang positif dalam tindakan yang mereka lakukan, rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain. Salah satu faktor yang membuat harga diri rendah seorang anak yaitu dari lingkungan keluarga, karena keluarga merupakan tempat anak bersosialisasi yang pertama sehingga dalam mendidik anak sangat berpengaruh pada perkembangan anak kelak.


Didukung dengan pendapat Coopersmith sebagaimana dikutip oleh Hudaniah (2006:70) bahwa" individu yang mempunyai Self esteemtinggi mempunyai hubungan yang erat dengan orang tua". Dengan adanya beberapa pendapat diatas mengenai pengaruh besar dari pola asuh orang tua terhadap self esteem. Harga diri siswa yang rendah memang sering terjadi, salah satu penyebabnya dari lingkungan yang paling dekat yaitu hubungan keluarga atau pola asuh dari orangtuanya. Seperti : orang tua kurang menghargai prestasi yang dicapai oleh anak, orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya, orang tua kurang memberikan kasih sayang ataupun terlalu mengekang keinginananak.
Dalam hal inilah pengelola sekolah harus punya peran maksimal mengembangkan potensi yang ada pada diri Individu. Guru sebagai ujung tombak harus menulis dan mempublikasikannya. Karya tulisan harus bersedia jika dirubah menjadi Bahasa visual oleh orang lain.


D.Kesimpulan


Keuntungnya jadi guru yang mengembangkan dirinya dalam bidang literasi, bisa meniti karir secara bertahap lewat karya nyata.
Cara melahirkan keberanian untuk berliterasi bagi guru hendaknya dimulai dari mempersiapkan bahan ajar yang dituliskan dan dibagikan kepada teman yang membutuhkannya.
Yang bisa menumbuhkan keberanian berliterasi itu,adalah penghargaan. Contohnya karya yang diapresiasi teman sejawat. Mereka akan menghargai karena membutuhkan karena meringankan beban mereka. Sebuah karya yang dibutuhkan akan diabadikan dan akan dipublikasikan pihak lain, kepada orang yang membutuhkannya.
Bagi siapapun yang ingin memulai berliterasi, hendaknya mulai saja dari ilmu yang kita geluti.  Tidak usah ideal, tapi niatkan saja untuk menolong orang lain, berbagi dan meringankan beban orang yang membutuhkannya.


Bagaimana cara memulai komunikasi dengan generasi jaman now? Jarak yang ada kita jembatani lewat karya literasi yang membumi seperti yang dilakukan Prof.Renald Kasali yang beralih dari menulis di Kompas ke konten  Youtube.  Saat ini penulis perlu menjembatani jarak antara generasi tua, kaum milenial dan Gen-Z ?  Setiap jaman ada orangnya dan setiap orang itu hidup pada jamannya. Tentu saja pergaulannya memang berbeda. Generasi tua tidak mudah memahami generasi muda yang progresif, tanpa bekal. Generasi milenial dan generasi_Z yang mendapat predikat unggul hendaknya jadi guru, agar bisa berperan sebagai jembatan. 

Kita semuanya, harus berkarya yang bisa dinikmati semua generasi.
Dengan deretan nama-nama di atas, hendaknya jadi motivasi.  Kita merasa bangga dengan guru dan siswa Indonesia yang telah menorehkan prestasi. Karena guru sebagai agen perubahan. Dan kita akan mengenal masyarakat dunia  lintas bangsa yang bangga terhadap bangsa Indonesia, karena prestasi anak yang mendunia.

Tulisan ini adalah karya hasil tafakur penulis. Begitu juga konten youtube di bawah ini.Ini bukan karya terbaik. Maka didapat caci maki dari netizen kerap muncul di ruang komentarnya. Komentar mereka sering menyakitkan dan terpaksa karya tersebut ada yang di revisi. Ternyata yang mengkritik itu bocah ingusan yang berkelompok membentuk kekuatan. Maka penyanyi Noe Sabrang Wowor anak MH Ainun Najib saat publikasi karyanya yang jadi saingan facebook itu, pernah berujar "Seorang Profesor ahli dibidangnya bisa di sudutkan oleh anak yang baru melek baca tulis. Itulah kejamnya media sosial." Tapi kreator jangan alergi pada kritik seperti pada konten (Lampiran) di bawah ini, yang terus mengalami revisi dengan berbagai cara baru(DN).

Lampiran
[4/7 5.48 PM] 452116: https://youtu.be/IhNRQsw4cxU?si=DMhLup75SVjJeHGS
[4/7 5.49 PM] 452116: https://youtu.be/XHJKOYaMG8E?si=MvgMUrjgYAzcZjXn
[4/7 5.50 PM] 452116: https://youtu.be/Wa26TM8_b-g?si=eHzQMwdex1KOFevT
[4/7 5.51 PM] 452116: https://youtu.be/HTdlGurll4Q?si=bZt0Rr573GZh7_DT
[4/7 5.51 PM] 452116: https://youtu.be/vg4AP_h73Pk?si=GSCIuNC-yFVqZTdl
[4/7 5.53 PM] 452116: https://youtu.be/i9bZufWGMrk?si=BYMPqdeTWPO6JfC9
[4/7 5.53 PM] 452116: https://youtu.be/Ujqy9FuguDY?si=5xPuH5oRsKJioTQt
[4/7 5.55 PM] 452116: https://youtu.be/9cQEKUeTHsY?si=8O3iQGMk1vaHtHc-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun