"Kuantar kau pulang," katanya. Aku diam. Beranjak mengikuti langkahnya. Sampai di depan pintu rumah, aku menoleh,"Maaf tak kutawari kau masuk."
"Tak apa." Ditariknya lenganku pelan, mendaratkan kecupan di dahiku. Makin berani dia. Aku tak bisa menolak. Kuberikan senyum kecil.Â
Dia membalikkan badan, melangkah tanpa menoleh. Sepanjang malam mataku tak berhenti meneteskan air mata, bahkan di tengah aktivitas yang kulakukan keesokan hari. Seolah tak kehabisan sumber untuk dialirkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H