Hari ini, tanggal 28 April 2023 menjadi momen istimewa bagi sebagian besar pecinta sastra Indonesia. Sebab, hari ini adalah Hari Puisi Nasional. Pemilihan tanggal 28 April sebagai hari peringatan Puisi Nasional ini berkaitan dengan salah seorang tokoh sastra lagendaris Indonesia yaitu Chairil Anwar.
Menarik untuk kita bahas sedikit saja ungkapan dari karya Chairil Anwar yang masih sangat relevan. Sejumlah larik dari puisi-puisi Chairil Anwar kerap kita temukan di medsos sebagai kutipan atau quotes kata-kata mutiara. Berikut ini 3 qoutes dari puisi Chairil Anwar yang mungkin saja pernah dtemukan di feed medsos kita.Â
1. Hidup hanya menunda kekalahan
Kata-kata Mutiara Chairil Anwar yang cukup populer salah satunya yaitu "Hidup hanya menunda kekalahan." Quotes tersebut dapat kita temukan pada gambar-gambar ilustrasi di media sosial dalam bentuk digital.
Kutipan ungkapan "Hidup hanya menunda kekalahan" berasal dari puisi Chairil Anwar berjudul Derai-derai Cemara, yang ditulis atau tercatat dipublis pada tahun 1949. Bayangkan, umur quotes tersebut jauh lebih tua bahkan dari kedua orang tua kita, kan?
Puisi Derai-Derai Cemara terdiri dari 3 bait dengan penggunaan kalimat-kalimat yang sebenarnya mengandung makna yang begitu personal dan sulit dimengerti. Sehingga jika membaca keseluruhan kita mungkin akan mengerutkan dahi untuk merenunginya.
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
(Â Bait ketiga, Puisi Derai-Derai Cemara)
Penggunaan kata "kita" sebagai sudut pandang di bait ketiga itu, menggambarkan Chairil Anwar sedang menyampaikan pengalaman individual  yang manusiawi, yang juga akan dirasakan oleh orang lain. Pengalaman yang bukan kebahagian,  yang mungkin wujud nyatanya sulit dipahami oleh pembaca masa kini. Sepertinya itu terwakili dalam larik " hidup hanya menunda kekalahan".
2. Sekali berarti sudah itu mati
Kata-kata mutiara dari kutipan puisi Chairil Anwar selanjutnya yaitu "Sekali berarti, sudah itu mati." Kutipan larik puisi ini cukup populer di jagat visual media sosial. Selain itu, bentuk turunan dari quotes tersebut juga kerap dijadikan slogan, judul tulisan, dan bahkan judul buku. Tentu dengan dengan bentuk improvisasi penggunaan tata bahasa dan diksi, misalnya "hidup sekali berarti, lalu mati" ( Judul buku Ahmad Rifai Rifan).
Qutes "sekali berarti sudah itu mati berasal dari puisi Chairil Anwar berjudul Diponegoro. Puisi tersebut ditulis atau diterbitkan pada tahun 1943. Dua tahun sebelum Indonesia merdeka. Puisi tersebut begitu naratif, membangun suasan perjuangan yang sepertinya merujuk pada perang Diponegoro.
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
( Kutipan Bait awal puisi Diponegoro karya Chairil Anwar)
Kutipan bait puisi tersebut menggambarkan momen perjuangan tokoh yang disebut sebagai "tuan". Beberapa diksi seperti "Maju. Serbu.Serang. Terjang", menyampaikan semangat perjuangan dalam sebuah peperangan. Nama Diponegoro dalam judul puisi itu mencerminkan bahwa tokoh yang dibacarakan pada puisi ini ialah Diponegoro.
Chairil Anwar hendak menyampaikan semacam "tribute" untuk dedikasi perjuangan Diponegoro. Chairil Anwar melakukan pencatatan situasi perjuangan Diponegoro melalui sajak-sajak puisi ini.
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati
( Bait lengkap kutipan puisi Diponegoro , karya Chairil Anwar)
Sebagai pembaca, kita mungkin saja dapat menemukan satu kata yang tepat untuk mewakili makna lain dari quotes Sekali Berarti Sudah itu Mati yaitu patriotik.
2. Mampus kau dikoyak-koyak sepi"
Kata-kata Mutiara atau ungkapan dari kutipan puisi Chairil Anwar yang kerap kita temukan yaitu " Mampus kau dikoyak-koyak sepi". Quotes yang satu ini sepertinya cukup populer dan mengena di kalangan anak muda. Kita dapat menemukannya sebagai mural atau coretan-coretan estetik di dinding tepian jalan.
Quotes tersebut berasal dari puisi Charil Anwar berjudul " Sia-sia". Puisi ini ditulis atau diterbitkan pada tahun 1943. Ya, rupanya fenomena kesepian sudah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka. Quotes mampus kau dikoyak-koyak sepi, sepertinya memang berasal dari tema cinta. Kita dapat menemukannya pada bait berikut.
Lalu kita sama termangu
Saling bertanya: apakah ini?
Cinta? Kita berdua tak mengerti
Tema percintaan anak muda tentu mengandung pengalaman universal. Kutipan kata-kata Mampus kau dikoyak-koyak sepi memiliki nuansa spesifik yang dialami oleh "tokoh" pada kutipan berikut.
Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
Ada tiga kata ganti dalam bait tersebut yaitu kita, ku, dan kau. Apakah Chairil Anwar hendak menyampaikan bahwa hubungan kebersamaan yang tanpa "hati" akan menghasilkan sepi? Saya kurang tahu pasti.
Ketiga quotes atau kutipan kata-kata mutiara dari puisi Chairil Anwar tersebut hanyalah sedikit dari sekian banyak kata-kata dari beliau yang melegenda. Tiga quotes tersebut saya pilih secara subjektif. Kebetulan saja itu terngiang karena memang kerap saya temukan berlindan di media sosial. Apakah kalian ada quotes puisi Chairil Anwar yang mengena secara personal ?
Marendra Agung J.W
28 April 2023
Sumber puisi:
Chairil Anwar "AKU INI BINATANG JALANG" Koleksi Sajak 1942-1949. Editor Pamusuk Eneste, ( Buku: PT Gramedia Jakarta, Cetakan pertama versi hard cover Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H