Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Media Penelitian Masih Terpenjara dalam Bentuk Teks?

7 April 2023   21:12 Diperbarui: 8 April 2023   22:39 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi.(PIXABAY.COM/ GERD ALTMANN)

Perihal Joki Ilmiah di kalangan dosen, saya belum pernah berjumpa atau mengalami langsung fenomena tersebut. Kendati demikian, pengalaman relevan dan agak lucu, sempat saya temukan dari sahabat saya yang seorang dosen di kampus swasta.

Sahabat saya bercerita. Suatu hari ia bersemangat untuk melanjutkan tulisan ilmiahnya (untuk publikasi jurnal), sebab NIDN sudah ia dapatkan. Namun ketika sedang menata data-data penelitian, tiba-tiba token listrik berbunyi. Semangatnya pun runtuh. 

Sahabat saya mengeluhkan statusnya sebagai dosen, yang masih perlu peningkatan grade atau golongan. Secara finansial, pemasukan dan pengeluaran yang harus dia keluarkan tidaklah logis. Ditambah, suasana lingkungan dosen yang tidak menggugah dirinya sebagai seorang pemikir. 

Selain itu, menurutnya, ia tidak punya kemampuan menulis dengan baik, sehingga ketika menulis akan menghabiskan banyak waktu. Pemikiran yang brilian, kritis dan penuh ide inovasi itu malah menjadi buyar ketika dituliskan.

Pengalaman sahabat saya tadi menggambarkan suasana tidak kondusif dalam keadaan personalnya, membuatnya ogah-ogahan melakukan riset atau pun menulis karya ilmiah. Terlebih ia tidak mahir dalam menulis karangan ilmiah.

Mungkinkah Semua Orang itu Pandai  Menulis Karya Ilmiah?

Keterbatasan kemampuan menulis sepertinya relevan dengan kondisi dosen secara umum. Sebagaimana yang disampaikan oleh Whinda Yustisia, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, berikut ini.

"Akar permasalahan pertama adalah rendahnya kemampuan riset. Permasalahan ini saya amati sejak beberapa tahun yang lalu saat menjalani amanah sebagai managing editor di Jurnal Psikologi Sosial (JPS). Tahun pertama adalah tahun yang berat karena kelangkaan naskah yang layak publikasi." (Kompas.id 19/02/23)

Whinda Yustisia juga berpendapat bahwa rendahnya kemampuan riset yakni menulis, bertanya (berpikir kritis) serta mendesain penelitian, menjadi salah satu penyebab Joki Ilmiah laris di kalangan dosen. 

Ironisnya adalah, jika ada dosen yang punya banyak temuan pemikiran, namun harus terpentok pada lemahnya kemampuan menulis ilmiah, sehingga harus mencari joki ilmiah atawa penulis bayaran. 

Pengalaman sahabat saya itu bisa saja membawanya kepada joki. Namun, ia tidak akan melakukannya karena menurutnya, sayang sekali uangnya. Ia lebih memilih mempelajari Chat GPT untuk membantu kepenulisan karya ilmiahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun