Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mengupas 10 Alasan Bahasa Indonesia Layak Menjadi Bahasa Kedua di ASEAN

29 April 2022   03:42 Diperbarui: 29 April 2022   09:51 1553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baliho berisi ajakan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia terpasang di tepi Jalan Poros Palopo-Makassar, Parepare, Sulawesi Selatan, Kamis (28/12/2017).  Foto: KOMPAS/WAWAN H PRABOWO 

Bulan April 2022 menjadi momen menarik bagi perbincangan reputasi bahasa Indonesia. Pasalnya, menteri Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim menyatakan sikap untuk melakukan aksi bela bahasa Indonesia dan mendukung bahasa Indonesia untuk dapat menjadi bahasa kedua ASEAN.

Nadiem melayangkan penolakan permintaan Perdana Menteri Malaysia untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua dari ASEAN. "Bahasa Indonesia lebih layak untuk dijadikan bahasa resmi ASEAN," ungkap Nadiem sebagaimana dikutip oleh kompas.com, 16 April lalu.

Media sosial pun sempat dibanjiri Twitbon bertuliskan pesan dukungan untuk Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asean. Kolom-kolom berita bertebaran dengan dukungan serupa. Hampir semua berpesan mengenai 10 alasan Bahasa Indonesia layak menjadi bahasa kedua ASEAN, sebagaimana yang dikabarkan oleh Badan Bahasa, Kemendikbud melalui postingan Instagram tanggal 4 April 2022.

Landasan sikap yang berjumlah 10 poin tersebut disajikan secara ringkas. Sayangnya tanpa penjelasan lebih mendalam.Oleh karena itu, saya merasa penasaran untuk mengetahui lebih dalam tentang sepuluh landasan   kelayakan Bahasa Indonesia sebagai  bahasa kedua ASEAN. Untuk itu, saya coba mengelaborasi dan mengupas sepuluh poin tersebut dengan studi pustaka alakadarnya, dengan data sekunder yang dapat saya temukan. Berikut uraiannya.

1. Bahasa nasional dan bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Sementara, bahasa melayu adalah bahasa daerah

Alasan pertama menitik beratkan pada domain dan kedudukan bahasa dalam sejarah bangsa Indonesia. Bahasa melayu adalah bagian penting dari bahasa Indonesia. Sebab, secara historis, bahasa melayu dinyatakan sebagai lingua franca di era pra Indonesiamerdeka, dari sejak zaman kerajaan. Kendati demikian, mulai 1928, secara politik dan ikrar bangsa, bahasa Melayu mengalami transformasi menjadi Bahasa Indonesia. 

Kongres demi kongres menghasilkan peraturan resmi,  bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa negara Indonesia. Kenyataan tersebut membawa bentuk Bahasa Indonesia menjadi lain dalam segi ejaan, kosa kata, atau bahkan susunan linguistiknya. Bahasa Indonesia menampung atau menyerap berbagai bahasa daerah yang ada di negeri Indonesia bukan hanya bahasa melayu saja. Melainkan juga bahasa sunda, bahasa jawa, bahasa inggris, belanda, dan lain -lain.

Dengan logika tersebut, bahasa Indonesia telah teruji memiliki keterbukaan dari bahasa-bahasa lain sehingga jauh lebih mudah dipelajari dari pada bahasa daerah. Sehingga jika bahasa Melayu menjadi bahasa resmi kedua di ASEAN maka Indonesia tidak sepenuhnya menunjukan kewibawaannya secara budaya.

2. Bahasa Indonesia sudah dikembangkan menjadi bahasa ilmu dan teknologi, Sementara bahasa Melayu tidak

Poin kedua berlandaskan pada fakta hukum, sejak 18 Agustus 1945, pada pasal 36 UUD 1945 yang menyatakan empat fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Pertama Bahasa resmi negara, kedua, Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, ketiga Alat penghubung tingkat nasional, dan, keempat Alat pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.

Fungsi keempat menjadi titik berat pada alasan poin kedua ini. Bahwa segala jenis penelitian, dari skripsi, tesis, desertasi, bahkan bahasa resmi di pendidikan Indonesia adalah bahasa Indonesia. Bukan bahasa jawa, melayu, sunda, atau bahasa daerah lainnya. Sehingga dalam ranah akademis dan formal, bahas Indonesia sudah terbukti kualitas dan perannya.

 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua ASEAN: Sumber Ilustrasi: Instagram/ badanbahasakemendikbud
 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua ASEAN: Sumber Ilustrasi: Instagram/ badanbahasakemendikbud

3. Jumlah kosakata Bahasa Indonesia lebih banyak daripada kosakata Bahasa Melayu

Pemutahkiran KBBI Daring hingga tahun 2021 menunjukan bahwa terdapat 115,669 kosa kata Bahasa Indonesia yang sudah masuk dalam Kamus Bahasa Indonesia. Jika dibandingkan dengan jumlah bahasa melayu yang merukan bahasa daerah di Indonesia tentu sangat jauh.

Adi Budiwijayanto laporan penelitiannya di jurnal (Mabasan Vol. 3 No. 1 JanuariJuni 2009: 1--14, bahwa Bahasa Indonesia sendiri telah menyerap bahasa daerah yang terhitung berjumlah 3631 kosa kata dari 72 bahasa daerah. Hasil penghitungannya itu berdasarkan KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) Edisi Keempat. Oleh karena itu, secara kuantitas bahasa melayu sangat tidak sebanding dengan bahasa Indonesia.

4. Bahasa Indonesia telah disiapkan menjadi bahasa internasional Sesuai dengan amanat UU No 24 tahun 2009.

Poin keempat berkenaan denga nisi Undang-Undang tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan pada dua butir ketentuan di pasal 32 yang berbunyi: Pasal 32 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. (2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri.

Fakta hukum tersebut menjelaskan komitmen dan kesungguh-sungguhan negara Indonesia dalam memartabatkan bahasa Indonesia di kanca dunia.

5. Bahasa Indonesia memiliki penutur sebanyak 269 juta jauh lebih banyak dibanding penutur Bahasa Melayu baik di dalam maupun di luar negeri.

Faktor kuantitas pengguna bahasa Indonesia menjadi alasan penting bagi kelayakannya sebagai bahasa resmi asean. Poin kelima ini menunjukan bahwa bahasa Indonesia bukan sekedar menjadi jago kendang. E Aminudin Aziz, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek melaporkan bahwa, 

" Penutur bahasa Melayu di Indonesia jumlahnya relatif terbatas, sebagian besar tinggal di wilayah Sumatera. Sebagai ilustrasi, hasil riset Etnologue Desember 2021 mencatat penutur bahasa Indonesia sebanyak 199 juta, sedangkan bahasa Melayu 19 juta saja. " ( Kompas.id, 21 April 2022).

Pernyataan tersebut berdasarkan penelitian yang ketat dan serius. Hasil riset mengenai penggunaan bahasa Indonesia tersebut secara titdak langsung membantah klaim dari pihak lain, bahwa bahwa bahasa melayu telah mencapai 300 juta penutur. Menurut E, Aminudin, dua pertiga dari angka tersebut sebenarnya adalah penutur Bahasa Indonesia.

6. Bahasa Indonesia telah dipelajari di 47 negara.

Persebaran pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa kini telah menjangkau 47 negara dengan lebih dari 142.000 pemelajar aktif yang difasilitasi 428 lembaga pemerintah ataupun mandiri. Jumlah ini belum termasuk alumni pembelajar BIPA dan penerima beasiswa RI, baik melalui Kemendikbudristek, Kemenlu, maupun lembaga lainnya.

Sampai saat ini   nama-nama negara yang menjadi bagian dari program BIPA sebagai daerah sasaran antara lain sebagai berikut: Filipina, Vietnam, Timor Leste, Malaysia, Kamboja, Singapura, Thailand, Laos, Myanmar Perancis, Amerika Serikat, Norwegia, Inggris, Finlandia, Austria, Bulgaria, German, Rusia, Suniname, Denmark, Polandia, Portugal, Turki, Italia, Swiss, Yunani, Hongaria.Australia, India, Mesir, Uzbekistan, Jepang, Tunisia, Papua Nugini, Afrika Selatan, China, Kazakhstan, Uni Emirat Arab, Qatar, Fiji, Pakistan, Bahrain, Korea selatan.

7. Terdapat 428 lembaga penyelenggara program Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA).

Poin ketujuh juga menunjukan keseriusan Indonesia dalam konteks membumikan Bahasa Indonesia ke dunia internasional. Sekedar informasi bagi yang belum tahu, bahwa BIPA merupakan salah satu program Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ( Badan Bahasa, Kemdikbud) untuk menjalankan pengajaran dan pengenalan bahasa Indonesia di negara lain. Program ini telah tercetus kurang lebih  sejak delapan tahun lalu.

Setiap tahun pemerintah rutin mengirim pengajar BIPA ke sejumlah negara sasaran. Pada tahun 2019 misalnya, pemerintah telah mengirim 35 tenaga pengajar BIPA angkatan ke 8. Para pengajar BIPA bukan serta merta dikirim melainkan melalui tahap seleksi dan pelatihan. Pengajar yang terpilih di tahun 2019 tersebut diberikan pembekalan selama 10 hari.  

8. Pembelajar BIPA berjumlah 142.484 orang yang tersebar di kawasan Amerika, Asia Tenggara, dan Aspasaf ( Asia Pasifik)

Alasan kedelapan menunjukan bahwa jumlah pengguna bahasa Indonesia di mancanegara tidak sedikit. Jumlahnya pun akan terus bertambah dan tak terduga besarnya. Hal ini ditandai dengan jumlah peserta atau pembelajar BIPA di mancanegara yang secara resemi tercatat.

Menurut data dari KBRI Paris dalam  siaran pers LPM NTT Kemdikbud 2021, jumlah  orang asing yang belajar Bahasa Indonesia di Perancis yang disebut sebagai Pembelajar BIPA telah mencapai sekitar 250 orang.

Tempat belajar BIPA ini berada di kampus-kampus setempat. KBRI Paris secara resmi menyelenggarakan pembelajaran BIPA di 3 kampus Perancis yakni  INALCO Paris, Universit Le Havre, dan Universit La Rochelle.  Artinya, jumlah penutur Bahasa Indonesia di Perancis yang tercatat hanya dari 3 kampus tersebut.

9. Bahasa Indonesia diperkaya oleh ratusan bahasa daerah yang tersebar di seluruh tanah air

Penelitian Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan ( Bada Bahasa, Kemdikbud), dalam kurun waktu 1991 hingga 2019, perihal pemetaan bahasa di Indonesia menunjukan bahwa terdapat 718 bahasa daerah di Indoonesia yang telah didata. Jumlah tersebut barasal dari 2.560 pengamatan. Oleh karena itu jumlah sesungguhnya tentu lebih dari itu.

Data tersebut memperkuat poin kesimbilan tentang melimpahnya refrensi perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia. Refrensi yang saya maksud adalah sumber proses penyerapan kosakata. Proses penyerapan bahasa daerah kedalam Bahasa Indonesia dapat mengomunikasikan makna kata yang terus lahir dari era ke era. Misalnya, kata "unduh" dari bahasa Jawa yang kemudian diserap menjadi bahasa Indonesia untuk makna kata "download".

10. Tingkat kesalingpahaman atau dual intelligibility bahasa Indonesia lebih tinggi daripada bahasa Melayu

Poin kesepuluh ini bagi saya cukup sulit untuk diuraikan secara akurat dan detail. Sebab saya belum mendapatkan data lengkap mengenai kajian "kesalingpahaman"  antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu. Oleh karena itu, jika ada pembaca yang memiliki data mengenai poin kesepuluh ini sangat menyenangkan bila meninggalkan komentar.

Terlepas dari itu, saya melihat konsep "Kesalingpahaman" dalam linguistik  yang  masuk ke ranah sosiolinguistik. Tatkala satu bahasa dapat menjembatani masyarakat yang memiliki lebih dari satu bahasa dan / atau dialek. Sebagaimana bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bagi  Indonesia.

Secara praktis saya kira kita dapat mengurai poin kesepuluh ini dengan mencari data tentang jumlah penutur atau pengguna bahasa Indonesia dan bahasa Melayu secara internasional. Dengan demikian, jika bahasa Indonesia lebih tinggi jumlah penuturnya maka otomatis dual intelligibility atau tingkat kesalingpahaman bahasa Indonesia lebih tinggi dari bahasa Melayu. Sebab, banyak masyarakat yang telah menggunakannya.

Sejauh data yang dapat ditemukan pada laman Instagram Badan Bahasa tahun 2022, penutur bahasa Indonesia di Amerika dan Eropa mencapai 2 juta penutur. Selain itu, jumlah penutur bahasa Indonesia di Asia, Pasifik, dan Afrika mencapai 2,4 Juta penutur. Sedangkan di Asia Tengara mencapai 5,2 juta penutur. Di Indonesia sendiri jumlah penutur bahasa Indonesia mencapai 269 juta.  

Kita dapat memberi simulasi perbandingan dengan kriteria wilayah data pengguna bahasa Melayu. Misalnya, berdasarkan data dari worldmapper.org, yang dilansir oleh kumparanNews 7 April  lalu,  jumlah penutur bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara per 2005 mencapaik 30 juta orang. Jumlah tersebut berdasarkan jumlah penutur dari 7 negara di kawasan Asia Tenggara. Mulai dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei, Myanmar, hingga Kamboja. Melihat jumlah tersebut, tentu jumlah penutur bahasa Indonesia jauh lebih besar. Sebab, untuk jumlah penutur di Indonesia sendiri sudah melebihi jumlah keseluruhan penutur bahasa melayu di Asia Tenggara pada data tersebut.

Berdasarkan upaya elaborasi dalam tulisan ini,  maka kesimpulan kita harusnya makin kokoh, bahwa bahasa Indonesia lebih layak untuk menjadi bahasa resmi di Asean, dibandingkan dengan bahasa Melayu.

Marendra Agung J.W
27-28 April 2022

Sumber data dan informasi: 

-kumparan

Instagram badanbahasakemendikbud

kemendikbud

kemendikbud

kemendikbud

kemendikbud

kemendikbud

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun