Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Multikultur dan Ketegangan yang Tak Perlu (Bedah Novel "Jalan Menikung" Karya Umar Kayam)

3 Juni 2018   23:33 Diperbarui: 4 Juni 2018   22:39 2373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sinilah yang membuat novel ini menjadi lebih menarik dibanding Para Priyai. Karena novel Jalan Menikung bukan hanya kental dengan nuansa tindak tanduk keluarga keturunan priyayi jawa saja, tapi juga permasalahan kebudayaan yang begitu luas walaupun tidak semua disajikan secara mendalam. 

Misalnya, Umar Kayam menggunakan detail-detail sederhana dalam cerita dengan menghadirkan makanan-makanan kedaerahan, melalui rendang, rujak cingur, sambal,tempe, makanan-makanan jepang dan eropa yang dikolaborasikan dengan ekspresi lidah seorang bule melalui tokoh Cleire. Eko dan istrinya itu suatu ketika mendapatkan cuti 3 bulan untuk bulan madu sekaligus diutus kerja oleh kantornya Asian Book's dalam rangka survei pasar baca.

Akhirnya Eko dan istrinya yang sedang mengandung itu pun menetap cukup lama di Indonesia, di rumah Harumurti, ayahnya. Mereka sowan ke keluarga Eko di Jakarta. Di sinilah kemudian Eko ( yang telah lama hidup di Amerika ) dan Cleire seperti sedang piknik budaya. Merasakan perbedaaan di sana - sini.

Umar Kayam seperti ingin menunjukan bahwa betapa lapang dan luwesnya hati manusia Jawa lewat tokoh Eko yang banyak melewati tranformasi-transformasi mental tanpa pernah meninggalkan keislaman dan kejawaannya. Hal tersebut tidak secara lugas ditampilkan, namun Umar Kayam cukup cerdik untuk menyajikannya secara objektif, melalui penggunaan sudut pandang tokoh dan konflik yang berkesinambungan. 

Alan Bernstein, atasan Eko di kantor penerbitan di Amerika mengeluh " Huh, Liz, anak Jawa itu berani mengawini anak Yahudi. Berani Liz. Kenapa kau tidak, Elisabeth?Kenapa? ( hlm, 68)". Alan frustasi karena gagal menikahi kekasihnya yang disebut dalam cerita sebagai seorang gentile ( antisemit-antiyahudi). Elisabeth berasal dari trah keluarga kulit putih dengan kemurniah agama Protestan, sedang Alan seorang Yahudi totok. 

Maka kandaslah renacana Alan menikahi Elisabeth. Konflik serupa yang sebetulnya juga terjadi di antara keluarga Eko dan Cleire, terlebih ketika Ibu eko yang sempat khawatir karena rencana pernikahan anaknya dengan Yahudi. Namun perkawinan mereka berjalan lancar, karena ulah Lantip yang mendorong Suli( Ibunda Eko ) untuk berpikir bijaksana dan merestui semuanya.

" jadi sesungguhnya kita memang tidak tahu apa-apa tentang apa yang disebut agama Yahudi itu. Yang kita lakukan hanyalah menduga-duga apa agama Yahudi itu berdasarkan pengetahuan yang dangkal saja yang kita dapat dari dengar sana --sini. ..(hlm, 39)."

Restu keluarga Eko memang tidak percuma, karena bagaimana pun juga Eko mampu menjalani hidup di negeri orang dengan setting sosial,budaya, bahkan kerohanian yang berbeda, dengan baik-baik saja. "Bapak dan Ibu yang tercinta, pada tanggal 10 Agustus yang akan datang, Ananda akan melangsungkan pernikahan dengan Claire. Lewat surat ini ananda hanya ingin mohon doa restu Bapak dan IBu agar pernikahan itu berjalan lancer dan selamat. Waktu menandatangani akte pernikahan di kota madya nanti, ananda akan mengucapkan dalam hati surat Al-fatihah dan surat Ar-ruum....( hlm, 67)"

Umar Kayam, Jalan Menikung & Refleksi Prahara Sosial Budaya Manusia.

Seperti yang telah dipahami banyak ahli, bahwa karya sastra tidaklah semata-mata merupakan struktur yang statis dan lahir begitu saja seperti turun dari langit, melainkan hasil dari strukturisasi kategori pikiran subjek pengarangnya. Teori Struktural Genetik dalam pemahaman Godmann selalu menekankan pada latar belakang sejarah, dalam hal ini pengarang pada dasarnya akan menyarankan suatu pandangan dunia kolektif dalam karyanya (Mengutip Endraswara, 2003). 

Dalam hal ini, menarik kiranya menyadari bahwa Jalan Menikung merupakan hasil dari refleksi Umar Kayam terhadap silang sengkarut sosial budaya ( di Indonesia khususnya ) yang sampai padanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun