Mohon tunggu...
Afni Zulkifli
Afni Zulkifli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis adalah sajadah kata untuk berbicara pada dunia

Jurnalis, Akademisi, Praktisi Komunikasi Publik dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Minder Tersebab Celoteh Anak Kemarin Sore (Baca: Anak Milenial)

22 Juni 2020   08:38 Diperbarui: 22 Juni 2020   09:39 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan memposisikan 'para pejabat negara menjadi pendengar celoteh anak kemarin sore', Menteri Siti Nurbaya sedang membagikan nilai edukasi sekaligus regenerasi inspirasi setelah banyak corrective action (langkah koreksi) dilakukan, khususnya di sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ada niat tulus mendorong keterlibatan semua generasi untuk mengawal berbagai langkah koreksi itu sama-sama. 'Generasi kemarin sore' yang diberi kepercayaan dan ruang karya yang luas, akan memancing lahirnya kreatifitas, sikap kritis, dan inovasi yang bisa membuka kesempatan/jendela peluang (window of opportunity) bagi kemajuan bangsa.

Ada nilai-nilai keluhuran, spirit tanpa batas, dan kepolosan dari generasi belia ini, yang mungkin sudah sulit kita temukan pada generasi di atasnya.

Simak saja pesan menyentuh berikut ini dari Octavia Rungkat Tuani, perwakilan anak muda komunitas adat Dayak Iban rumah panjang Sungai Utik, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, komunitas adat peraih penghargaan Equator Prize UNDP (salah satu badan di bawah PBB) dan Kalpataru 2019. Pesannya:

Hutan adalah Bapak kami karena menyediakan segalanya. Hutan ibarat Supermarket bagi kami.

Tanah adalah Ibu kami, karena telah melahirkan tumbuhan-tumbuhan dan pepohonan yang ada di sekitar kami.

Air adalah darah kami. Ibarat darah di dalam tubuh manusia, apabila tidak mengalir maka kita akan mati. Demikian pula dengan Hutan tanpa aliran air akan mati.

Budaya cinta hutan dan alam harus menjadi bagian dari hidup kami. Kami akan tetap meneruskan cara hidup orang tua kami. Terutama agar budaya tersebut tidak hanya berhenti di generasi kami saja, tetapi terus dilanjutkan ke generasi yang akan datang. Agar generasi-generasi setelah kami tetap memiliki semangat yang sama untuk menjaga dan memelihara hutan.

Kami harus bisa mengejar pendidikan tanpa harus meninggalkan budaya Iban dan menjaga hutan kami. Karena kalau bukan kami (yang menjaga), siapa lagi?

Hal menyentuh lainnya disampaikan ananda Alfa Ahoren. Partisipan COP24 UNFCCC dari Papua ini berpesan:

"Hutan itu kitong punya Mama, ada Mama ada kehidupan. Hutan itu sumber mata air, kalau hutan rusak akan menjadi sumber air mata."

SUNGGUH BUKAN PESAN KALENG-KALENG dari anak kemarin sore.

Anak-anak ini mengingatkan saya pada kalimat Presiden pertama Republik Indonesia, Ir.Soekarno, yang mengatakan ''Beri padaku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia''.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun