Seraya beliau menempelkan tangannya ke tanganku.
Kutatap amplop putih lusuh yang dipegangkan olehnya ditanganku. Mendadak saja, aku gemetar. Dengan keringat dingin yang tiba-tiba saja keluar.
Aku kuatkan hati. Aku buka amplop tersebut. Dan aku hitung lembaran lusuh tapi bercahaya ikhlas. 126 ribu rupiah. Dadaku tergetar hebat. Nyeri amat sangat.Â
Tanpa aku sadar, satu titik air mata, menyelinap di bola mataku. Ya Allohu Robbi, betapa kufurnya aku.
Seorang pengemudi becak telah menjadi kepanjangan tangan Alloh Subhanahu Wata'ala , untuk menamparku.
Seolah Tuhan berkata,Â
" Lihat kau hambaKU. Kau masih memiliki rumah yang tenang. Tidur pulas dengan AC dingin. Makanan yang selalu siap setiap saat. Mobil yang ada beberapa buah.Â
Dengan banyak relawan yang turut juga membantu keseharianmu.Â
Kau sudah kuberi nikmat. Dan ketika ada saudaramu yang tertimpa ujian, dirimu masih galau. Dirimu bingung, mencari mitra. Agar bisa membawa tim YBSI ke sana.
Padahal Aku, Allah Ta'ala, adalah sebaik-baiknya pemberi nikmat dan rejeki. Dan selalu ada bersamu. Menjadi mitramu.Â
Tapi engkau wahai hambaKU, Kau Kufur pada nikmatKu, Sehingga masih tak percaya pada keMahakuasaanKU."