Dini hari seusai sholat subuh berjamaah. Di masjid yang tak jauh dari rumah. Tampak di kejauhan, terlihat samar, sebuah becak berhenti di depan rumah. Pak Lan, demikian biasanya aku memanggilnya. Dia tukang becak langgananku, yang biasa mengantar anakku yang masih kecil pergi ke sekolah dekat rumah.
"Assalamualaikum, Pak Dokter"
" Waalaikum salam, Pak Lan. Lho tumben subuh subuh sudah ada di rumah. Ada yang bisa dibantu?"
Selalu kalimat itu yang keluar. Entah kalimat premis kerelaan hati, atau mungkin justru kesombongan diri. Karena menganggap dia hanyalah seorang tukang becak. Yang pastinya, jika bertemu denganku, "Pasti karena sesuatu yang ingin dibantu."
Ternyata dugaanku salah besar.
"Pak dokter, sudah tahu tentang berita Gempa di Yogya?"
"Inggih, sampun Pak Lan, wonten menopo nggih. Apa ada keluarga yang disana tertimpa musibah?"Â
" Oh, mboten ( tidak, red) pak dokter. Alhamdulillah, sehat sedoyo. Ngenten ( begini, red) pak dokter, panjenengan khan punya regu yang sering bikin pelayanan kesehatan keliling begitu. Mboten direncanaken pelayanan kesehatan datheng mriko (disana, red) pak dokter. Kulo ningali tipi, duh sedih ati kulo pak( saya melihat tivi, hati saya sedih,red) ."
Kaget dan gamang aku atas pertanyaan itu
" Ya memang ada rencana YBSI turun disana pak, tapi ini masih mikir kapan ya waktunya? ", kalimat itu begitu saja meluncur, tanpa aku sadari.Â
" Mboten usah dipikir malih pak dokter, langsung mawon mbantu Yogya( tidak usah dipikir lagi pak dokter, langsung saja bantu Yogya, red) . Menawi panjenengan ke Yogya, kulo nitip kagem tiyang yang membutuhkan di Yogya.( jika anda berangkat ke Yogya, saya titip untuk orang yang membutuhkan di Yogya "