Bagaimana kita membuat hidup menjadi lebih bermakna penuh syukur, semua kembali pada kita sebagai makhluk ciptaanNya.
Ditengah tuntutan kebutuhan hidup di perkotaan, sulit untuk slow living. Bisa, yakin bahwa dengan kesadaran semua akan baik-baik saja.Â
Kerja dengan gaji dibawah UMR, potongan gaji dan kebutuhan lainnya di perkotaan jelas berat. Ditambah dengan kebijakan baru dari pemerintahan atau kenaikan harga kebutuhan rumah tangga, biaya pendidikan anak, rasanya sangat membebani pikiran.
Tenang, tetap bersyukur dan sadari bahwa masih banyak yang lebih menderita dalam berjuang hidup. Tidak perlu khawatir karena Tuhan telah menyediakan semua yang kita butuhkan.Â
Tuhan juga memberikan apa yang layak untuk kita dan kapan waktu terbaiknya. Bahkan burung di udarapun Tuhan pelihara walau tanpa rumah yang tetap, tanpa stok makanan yang pasti.
Tips Slow Living di Ibukota
Tak harus di Ibukota, dimanapun Kompasianer berada bisa menerapkannya.Â
1. Menanam di lahan sempit. Menanam sayur dan buah di lahan sempit dapat membantu ibu-ibu yang nantinya dapat memanfaatkan hasil panen.Â
Menanam juga dapat menjadi aktivitas tambahan bagi warga kota dengan lahan terbatas. Menanam dapat membuat kita menjadi lebih sabar dan menyadari akan sebuah proses kehidupan.Â
Menanam dapat mengurangi tingkat stres dan pikiran negatif. Menanam dan panen hasil dapat mengurangi jumlah anggaran belanja sayuran dan buah.
2. Mengolah sampah. Mengolah sampah dapur, memisahkan organik dan anorganik. Sampah organik dapat dibuat menjadi kompos dengan biopori.Â