Mohon tunggu...
Dr PrantiSayekti
Dr PrantiSayekti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Negeri Malang

Saya adalah dosen dari Departemen Seni dan Desain pada Program Studi Desain Komunikasi Visual. Saya menyukai keilmuan terkait Desain Komunikasi Visual serta ilmu-ilmu sosial humaniora lainnya yang dalam implementasinya saya ekspresikan pada tulisan-tulisa/karya ilmiah terkait keilmuan tersebut

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengguncang Paradigma: Iklan Post Kolonial dan Perjuangan Identitas Budaya

6 Oktober 2024   13:52 Diperbarui: 8 Oktober 2024   07:05 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi baru pengiklan dan konsumen di negara-negara postkolonial mulai sadar akan pentingnya menjaga keseimbangan antara modernitas dan tradisi, menciptakan ruang bagi iklan yang tidak hanya menjual produk, tetapi juga membangun jati diri (Steger, 2003).

Kesimpulan

Iklan postkolonial menjadi medium penting dalam pergulatan identitas budaya, menawarkan peluang untuk mengguncang paradigma yang telah lama mendominasi. Melalui strategi hibriditas, perlawanan, dan kebangkitan identitas lokal, iklan dapat menjadi alat yang kuat untuk mengungkapkan kompleksitas budaya dalam era globalisasi.

Masa depan iklan di dunia postkolonial bergantung pada sejauh mana para pengiklan mampu memahami, merayakan, dan mempertahankan kekayaan budaya yang ada, sambil tetap beradaptasi dengan perubahan dunia modern.

Referensi

  • Ashcroft, B., Griffiths, G., & Tiffin, H. (1989). The Empire Writes Back: Theory and Practice in Post-Colonial Literatures. Routledge.
  • Bhabha, H. K. (1994). The Location of Culture. Routledge.
  • Fanon, F. (1963). The Wretched of the Earth. Grove Press.
  • Hall, S. (1997). Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. SAGE.
  • Said, E. W. (1978). Orientalism. Pantheon Books.
  • Sayekti, P. (2022). Visual Branding and Cultural Identity: The Case of Laweyan Batik Labels. Journal of Cultural Studies.
  • Spivak, G. C. (1988). Can the Subaltern Speak? In C. Nelson & L. Grossberg (Eds.), Marxism and the Interpretation of Culture (pp. 271-313). University of Illinois Press.
  • Steger, M. B. (2003). Globalization: A Very Short Introduction. Oxford University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun