Mohon tunggu...
Dr PrantiSayekti
Dr PrantiSayekti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Negeri Malang

Saya adalah dosen dari Departemen Seni dan Desain pada Program Studi Desain Komunikasi Visual. Saya menyukai keilmuan terkait Desain Komunikasi Visual serta ilmu-ilmu sosial humaniora lainnya yang dalam implementasinya saya ekspresikan pada tulisan-tulisa/karya ilmiah terkait keilmuan tersebut

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengguncang Paradigma: Iklan Post Kolonial dan Perjuangan Identitas Budaya

6 Oktober 2024   13:52 Diperbarui: 8 Oktober 2024   07:05 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh nyata dari strategi ini adalah iklan makanan atau minuman yang menggabungkan bahan lokal dengan teknik pemasaran dan presentasi ala Barat (Fanon, 1963).

Strategi Hibriditas dan Resistensi

Dalam iklan postkolonial, hibriditas sering kali muncul sebagai strategi resistensi terhadap hegemoni budaya. Dengan memadukan elemen-elemen Barat dan lokal, pengiklan menciptakan ruang untuk dialog budaya yang lebih setara (Bhabha, 1994). Misalnya, iklan produk kecantikan di Asia atau Afrika kerap memadukan standar kecantikan Barat dengan representasi lokal yang lebih inklusif, merayakan warna kulit dan fitur fisik khas masyarakat setempat.

Selain itu, beberapa pengiklan mengambil langkah lebih jauh dengan menciptakan narasi perlawanan yang menegaskan kembali identitas budaya lokal. Iklan-iklan ini, misalnya, mengangkat nilai-nilai kearifan lokal, sejarah perjuangan, atau kebanggaan atas warisan budaya (Spivak, 1988).

Dalam konteks ini, iklan berfungsi sebagai alat perjuangan identitas yang memperkuat ikatan emosional antara produk dan konsumen, sekaligus merespons tuntutan terhadap representasi yang lebih otentik.

Iklan sebagai Medium Kebangkitan Identitas

Meski iklan sering dikritik sebagai agen kapitalisme global yang memperlebar ketimpangan sosial, di era postkolonial, iklan juga memiliki potensi untuk menjadi medium kebangkitan identitas budaya (Hall, 1997). Melalui penggambaran yang lebih inklusif dan autentik, iklan dapat mendukung revitalisasi nilai-nilai lokal yang selama ini terpinggirkan.

Misalnya, kampanye iklan yang menonjolkan keindahan alam, kerajinan tangan, atau festival-festival tradisional dapat menghidupkan kembali kebanggaan budaya yang hilang (Said, 1978). Produk lokal yang dipromosikan dengan mengedepankan cerita dan makna budaya dapat mematahkan dominasi produk global yang tidak berakar pada konteks sosial setempat.

Tantangan Masa Depan

Meski demikian, perjalanan menuju iklan yang sepenuhnya mendukung identitas budaya lokal tidaklah mudah. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti tekanan dari perusahaan multinasional yang ingin mempertahankan gaya iklan seragam, atau resistensi dari masyarakat yang telah terpengaruh oleh narasi global selama bertahun-tahun (Ashcroft, Griffiths, & Tiffin, 1989).

Namun, harapan tetap ada. Semakin banyak perusahaan lokal yang berusaha memperkuat iklan dengan unsur-unsur budaya yang otentik, menolak homogenisasi global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun