Sampai pada titik di mana keduanya melakukan pengecekan kesehatan. Ternyata, salah satu pasangan yang memiliki masalah kesehatan. Menariknya, kedua belah pihak menerima kenyataan itu.
Penerimaan itu menjadikan fondasi kuat dalam relasi kedua belah pihak, dan juga menjadi dasar untuk menghadapi pertanyaan "kapan punya anak?" Mereka sadar dan tahu dengan realitas itu, dan pertanyaan "kapan punya anak?" disikapi pengolahan batin yang jelas.
Disposisi batin juga tercermin dari pengolahan pada konteks sosial di mana pertanyaan-pertanyaan sensitif itu terlahir.
Jika kita mempunyai kesadaran atas konteks sosial di mana kita menjumpai dan mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, kita pun akan terbuka menerimanya tetapi tanpa terlalu menjadikannya bahan permenungan batin. Secara kasarnya, pertanyaan-pertanyaan itu masuk ke telinga kiri dan keluar ke telinga kanan.
Toh, di tempat-tempat lain sudah menjadi tren bagi pasangan yang sudah menikah untuk menunda mempunyai anak atau pun tak mau mempunyai anak sama sekali. Pilihan ini terlahir karena pelbagai pertimbangan pribadi.
Pertanyaan-pertanyaan sensitif seperti "kapan punya anak?" kerap muncul dalam relasi sosial. Pertanyaan itu sangat sensitif ketika didengar, dan jawabannya sangat sulit untuk diberikan.
Kendati demikian, kita yang berkaitan dengan pertanyaaan itu perlu mempunyai disposisi batin untuk mengolah pertanyaan itu agar tak menjadi beban batin dan mempengaruhi relasi sebagai suami dan istri.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H