Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Fenomena Siswa Titipan dan Derita Guru

24 Juni 2024   19:01 Diperbarui: 25 Juni 2024   13:35 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ruang Belajar. Foto: MChe Lee/Unplash.com via Kompas.com

Edisi Kompas.id tanggal 23 Juni 2024 mengulas secara eksklusif tentang "jalur siluman" dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di awal tahun ajaran baru. 

Seturut laporan media Kompas.id, "terkuak realitas siswa titipan di sejumlah SMA Negeri di Banten, Bali, dan Kepulauan Riau lewat jalur siluman".

Fenomena siswa titipan itu terjadi karena pengaruh dan desakan dari pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak itu bisa saja orang-orang yang memiliki kewenangan dan kekuasaan ataukah mereka yang mempunyai jalur kuat "orang dalam" baik di pemerintah maupun di sekolah sendiri.

Realitas ini sangat jelas membahasakan ketimpangan di dunia pendidikan. Ada upaya pelanggaran pada sistem yang telah diatur guna menggolkan kepentingan pribadi.

Sejatinya, pendidikan yang berkualitas diperuntuhkan bagi setiap warga negara, namun yang terjadi adalah penyelewengan dan ketimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.

Fenomena siswa titipan itu pastinya kembali menyeruak ke ruang diskusi sebelum dan selama pendaftaran peserta didik untuk tahun ajaran baru pada hari-hari ke depan ini. 

Diskusi itu muncul lantaran, pertama-tama, soal keseteraan dalam penerimaan siswa di sekolah-sekolah tertentu.

Seharusnya, setiap orang sejauh lulus kriteria dan kompetensi tertentu, dia bisa masuk pada sekolah yang dikehendakinya. 

Paling tidak, setiap pihak mengikuti aturan yang berlaku misalnya, salah satunya lewat sistem zonasi dalam pendaftaran siswa baru, sebagaimana yang sudah diatur dan pendaftaran dan seleksi yang mengikuti ketentuan umum.

Dengan ini, pendaftaran dan penerimaan siswa tak bergantung pada status dan posisi orangtua.

Kedua, banyak pihak tak ingin agar jalur siswa titipan itu terjadi. Ketidakinginan itu tak hanya muncul protes pihak orangtua, tetapi juga pada guru yang kemudian mengajar para siswa.

Ya, salah satu persoalan paling mendasar dari fenomena siswa titipan adalah ketidakseimbangan antara daya tampung ruang kelas saat pendaftaran dan setelah tahun ajaran berjalan. Tak jarang terjadi jika siswa titipan itu masuk daftar sekolah saat sudah pendaftaran terjadi.

Dengan ini, persoalan muncul saat daya tampung siswa tak sesuai dengan aturan untuk kriteria ideal bagi seorang guru untuk mengajar. 

Seturut peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI yang tertuang dalam peraturan nomor 47 tahun 2023 mengenai Standar pengelolahan Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan menengah tentang rombongan belajar.

Dalam aturan itu tertulis bahwa 28 siswa untuk Sekolah Dasar, 32 untuk SMP, dan 36 untuk SMA. Menjadi tantangan saat rombongan belajar untuk satu ruang kelas tak mengikuti standar, atau lebih tepatnya rombongan belajar melampaui kapasitas yang telah ditetapkan oleh aturan gegara siluman siswa titipan.

Hal itu bisa memberatkan tugas guru. Terlebih lagi, untuk konteks Sekolah Dasar di mana para siswa perlu mendapatkan pendidikan intensif guna mempunyai pendasaran yang solid untuk pendidikan lanjutnya.

Akan menjadi sulit untuk seorang guru SD harus mengajar siswa yang melebihi angka 30 murid untuk satu rombongan belajar di satu kelas. 

Persoalan siswa titipan ini menjadi salah satu bahan perbincangan saya dengan seorang teman yang berprofesi sebagai guru SD. 

Teman guru ini mengajar di salah satu Sekolah Dasar ternama di kota kami. Saya coba menanyakan tentang kapan waktu pendaftaran dan berapa daya tampung siswa.

Dia menjawab bahwa seturut aturan daya tampung siswa idealnya sampai 28 siswa. 

Boleh dikatakan dari 22 -- 28 siswa per kelas. Namun, yang terjadi adalah pada tahun ajaran lalu, dia mengajar 35 siswa. Artinya rombongan belajarnya sudah melebihi jumlah ideal.

Sebagai guru yang mengajar siswa kelas satu SD, hal itu sangatlah sulit. Apalagi, sebagian besar dari siswa SD membutuhkan perhatian khusus dari guru. Perhatian khusus bisa terjadi andaikata guru mampu mengontrol siswa dengan baik.

Namun, kontrol sangat sulit terjadi di tengah jumlah murid yang terbilang banyak. Dengan ini, kerja ekstra dan juga kadang pengorbanan lebih dari guru dibutuhkan agar proses pendidikan terjadi secara merata.

Karenanya, jumlah siswa yang begitu banyak menjadi beban dan boleh dikatakan derita tersendiri untuk guru. Apalagi, jumlah rombongan belajar itu disebabk oleh "jalur siluman" siswa titipan.

Pastinya, persoalan siswa titipan mesti diatasi. Pertama-tama, tindakan keras dari instansi pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan untuk mengontrol jumlah rombongan belajar di setiap sekolah.

Bukan sebaliknya, pihak sekolah dan pemangku kekuasaan yang melapangkan praktik siswa titipan. Kadang-kadang sekolah tak berkata banyak lantaran pihak yang menitipkan siswa adalah seseorang yang berada di bangku kekuasaan. 

Kedua, perlu hilangkan konsep "orang dalam" dalam pendaftaran siswa baru. 

Setiap orangtua mesti bertanggung jawab dalam pendaftaran anak dan juga mesti terbuka dalam menerima proses seleksi yang diatur oleh lembaga pendidikan atau sekolah.

Kalau mau tegas, orangtua hadir secara langsung di sekolah untuk mendaftarkan anaknya. Tanpa kehadirannya, pendaftaran pun tak valid. 

Masalah "jalur siluman" dalam proses pendaftaran siswa baru bukanlah wajah baru dalam dunia pendidikan kita. 

Namun, kalau hal ini terus terjadi, dunia pendidikan kita sulit untuk maju dan para pendidik (guru) akan mengalami penderitaan tersendiri untuk mendidik para siswa jika kapasitas rombongan belajar melampaui aturan yang sebenarnya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun