Perlakuan dalam relasi di antara kedua belah pihak pun seperti anggota keluarga. Dengan ini, tak ada pandangan bahwa menantu atau pun mertua bukan orang luar, tetapi sudah menjadi bagian dari lingkup terdalam anggota keluarga.Â
Konsekuensi lebih jauh, setiap keputusan yang berkaitan dengan urusan keluarga tak boleh mengesampingkan menantu atau pun mertua. Suara menantu atau mertua perlu didengar karena anggapan bahwa dia sudah dipandang sebagai keluarga.Â
Persoalan sering muncul saat menantu masih dikategorikan sebagai pihak luar, yang mana tak begitu dipandang sebagai anggota keluarga. Pendapat dan opininya tak begitu didengar. Posisinya pun kerap dikesampingkan.Â
Situasi ini kadang menjadi awal dan biang dari keretakan relasi antara menantu dan mertua.Â
Oleh sebab itu, ketika seseorang menjadi menantu, tempatnya bukan sekadar menantu, tetapi sudah menjadi anggota keluarga. Hal yang sama juga berlaku untuk posisi mertua.Â
Akibatnya jelas yang mana dia mendapat tempat untuk didengar dan juga posisi untuk dihargai laiknya sebagai anggota keluarga.Â
Kedua, Tahu Batas
Walaupun mertua dan menantu membangun relasi keluarga, yang pasti ada batas yang perlu diketahui, dihargai, dan dipertimbangkan. Batas itu soal urusan domestik antara kedua belah pihak.Â
Dalam mana, saat anak sudah menikah, posisinya sudah membangun sebuah keluarga yang berbeda dari orangtua. Keluarga si anak dan menantunya perlu diperhatikan, tetapi tak boleh dicampuri terlalu jauh.Â
Perlu tahu batas di mana mertua bisa masuk dan terlibat dalam urusan domestik dari si anak dan menantunya.Â
Persoalan muncul ketika mertua atau juga menantu tak tahu batas dalam berelasi dan menempatkan diri.Â