Pada musim 2022/23 ini, Serie A Liga Italia mendominasi Eropa. Pada semifinal Liga Champions Eropa, Italia menyumbang dua wakilnya, Inter Milan dan AC Milan.
Kedua tim akan bertemu di partai semifinal. Hasil pertemuan kedua tim asal kota Milan ini sudah memastikan satu tempat untuk wakil Italia pada final Liga Champions yang akan berlangsung di Istanbul, Turki.
Juventus menjadi tim terakhir yang masuk partai final Liga Champions. Hal itu terjadi di tahun 2017, di mana Juve tunduk dari Real Madrid.Â
Kehebatan tim asal Italia makin kinclong lantaran tim asal Italia juga menyumbang dua wakilnya di Piala Liga Eropa. AS Roma dan Juventus. Ada juga peluang pertemuan semifinal sesama tim asal Italia. Selain itu, Fiorentina menjadi wakil dari Serie Italia yang bermain di Europe Confrence League.Â
Kalau ditotalkan, ada 5 tim asal Italia yang berkiprah di tiga kompetesi yang berbeda pada level Eropa. Efeknya tentu sangat besar untuk reputasi sepak bola Italia. Ada tiga hal dari keberadaan tim-tim Italia di kompetesi-kompetesi Eropa pada musim ini.Â
Pertama, dominasi klub-klub Italia di EropaÂ
Dominasi klub asal Italia seolah memutarkan kembali kenangan pada kejayaan tim-tim asal Italia di tahun 90-an hingga awal 2000-an. Kala itu, tim asal Italia kerap menjadi tim-tim favorit di kompetesi Eropa. Bahkan tim-tim Italia berhasil memenangi Liga Champins di tahun 1990, 1994, 1996, 2003, 2007, dan 2010.Â
Namun, sejak saat itu, sepak boa Italia sulit tampil gemilang di Eropa. Ditambah lagi dengan skandal Calciopoli yang menimpa beberapa klub, termasuk Juventus.Â
Wajah liga Italia tercoreng dan kompetesi di dalam negeri juga tegerus. Performa tim-tim asal Italia ikut melempem. Akibatnya, Liga Italia kalah bersaing dengan Premier League, La Liga Spanyol, dan bahkan Bundesliga Jerman saat berkompetesi di Eropa.
Liga Italia seperti mati suri. Liga Italia pun seperti menjadi pelabuhan terakhir dari para pemain yang hendak pensiun atau menjelang masa akhir karir dari sepak bola mereka.
Efeknya, talenta-talenta muda tak muncul. Italia tak lagi menjadi "surga" pencari bakat untuk diorbitkan ke level tertinggi di Eropa dan bukan lagi tempat yang ramah untuk timnas Italia.Â
Situasi agak berbeda di lima musim terakhir. Para pemain di Serie A Liga Italia kembali menjadi minat klub-klub mapan di Eropa. Hal itu tak lepas dari kembali berjaya tim-tim Italia di kompetesi-kompetesi Eropa.
Bukan tak mungkin, pada musim depan akan terjadi eksodus besar-besaran dari Liga Italia. Peminat sudah mulai muncul. Beberapa nama seperti Victor Osimhen sudah menjadi target dari klub-klub mapan di Eropa.Â
Dua, dominasi pelatih asal Italia.
Dominasi klub-klub Italia juga dibarengi dengan peran pelatih asal Italia. Kalau ditotalkan, ada 5 pelatih asal Italia yang terlibat di tiga kompetesi di Eropa.Â
Inter Milan dilatih oleh S. Inzaghi, AC Milan oleh S. Piolo, Juventus dengan M. Allegri, Fiorentina dengan Vincenzo Italiano, dan Real Madrid dilatih oleh pelatih fenomenal Carlo Ancelotti.
Menariknya, tiga dari pelatih yang bermain di semifinal Liga Champiosn Eropa terlahir di tempat yang sama. Inzaghi, Pioli, dan Ancelotti sama-sama lahir di Emilia-Rogmana.Â
Bukan rahasia lagi jika latar belakang seorang pelatih kerap mempengaruhi gaya kepelatihan. Warna Italia pasti melekat.
Dominasi pelatih asal Italia ikut menaikan reputasi sepak bola Italia. Ya, kehebatan pelatih asal Italia sempat juga melempem bersamaan dengan hadirnya pelatih-pelatih muda.Â
Sejauh ini, pelatih asal Spanyol dan Jerman naik daun. Jurgen Klopp, Thomas Tuchel, dan Julian Nagelsmann adalah beberapa pelatih asal Jerman yang berhasil memberikan efek besar di Eropa. Lalu, dari Spanyol nama Pep Guardiola, L. Enrique, dan Unai Emery kerap menghiasi sepak bola Eropa.Â
Musim ini, para pelatih asal Eropa mendominasi. Hal itu ikut menaikan reputasi sepak bola Eropa.Â
Tiga, KembaliBerjayanya gaya Catenaccio
Italia terkenal dengan gaya Catenaccio. Gaya ini menekankan pada pertahanan yang kuat.Â
Sebagai mana arti kata mendasar dari Catenaccio yakni rantai, gaya permainan menekankan sistem bertahan. Tipenya mengarah pada gaya yang pragmatis. Ketika mendapatkan gol, lini belakang segara membangun pertahanan yang solid dan kokoh.Â
Untuk itu, jangan membiarkan tim-tim asal Italia mencetak gol terlebih dahulu. Kalau tidak, satu gol sudah cukup untuk mencapai level tertinggi atau juga meraih gelar.Â
Gaya itu bisa nampak pada formasi yang dimainkan. Penempatan 5 gelandang dan 3 bek adalah salah satu karakteristiknya. Kelima gelandang itu tak hanya berperan dalam serangan balik, tetapi juga bisa membantu dalam urusan bertahan saat lawan datang menyerang.Â
Tak heran, metode tim-tim Italia lebih pada serangan balik. Hal itu dianuti oleh para pelatih asal Italia.Â
Boleh saja tim lawan menguasai bola, tetapi mereka perlu waspada dengan metode serangan balik. Terbukti, dari kelolosan Inter Milan dan AC Milan yang mengandalkan serangan balik untuk melukai agresivitas permainan lawan.Â
Tim-tim Italia tampaknya berjaya pada musim ini. Namun, hal itu tak serta merta memberikan konklusi pada kebangkitan sepak bola Italia. Masih banyak hal yang perlu dibenahi, terlebih khusus soal kompetesi, iklim sepak bola yang perlu jauh dari diskriminasi, dan juga penghindaran pada skandal.Â
Lebih jauh, kejayaan klub-klub asal Italia tak serta merta menjawabi tuntutan timnas Italia. Roberto Manchini mengakui kesulitan menemukan talenta bagus asal Italia lantaran sebagian besar klub masih bersandar pada peran pemain asing, walaupun sudah berusia mendekati masa pensiun sebagai pemain profesional.Â
Untuk itu, tanda kejayaan sepak bola Italia pada musim ini bisa diibaratkan awal untuk menghidupkan kembali kejayaan sepak bola Italia di Eropa.Â
Salam Bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H