Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran dari Hasil Babak 16 Besar Liga Champions Eropa

16 Maret 2023   12:19 Diperbarui: 16 Maret 2023   12:21 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karim Benzema merayakan gol ke gawang Liverpool. Foto: AFP/PIERRE-PHILIPPE MARCOUA via Kompas.com

 

Real Madrid dan Napoli menggenapi tim-tim yang lolos ke babak 8 besar Liga Champions Eropa. Sebelumnya sudah 6 klub yang lolos. Chelsea, Manchester City, AC Milan, Inter Milan, Real Madrid, Bayern Muenchen, dan Benfica. 

Hampir setiap tim dari empat liga besar di Eropa mempunyai wakil di babak 8 besar. Dari hasil laga, ada beberapa hal yang patut dipelajari.

Kegagalan Proyek Besar Tim Kaya, PSG

Paris Saint Germain (PSG) kembali menuai hasil negatif di Liga Champions. Tersingkir di babak 16 besar. 

Bayern Muenchen seperti menjadi momok tim asal Paris, Perancis ini. Setelah kalah 1-0 di stadion Paris de Princes, PSG gagal mengubah keadaan saat bermain pada leg kedua di markas Muenchen. Malahan, PSG tunduk 2-0. Dengan ini, Kylian Mbappe dan kawan-kawan gagal memberikan kejutan. 

Kegagalan PSG menunjukkan kegagalan proyek yang terbangun tim kaya itu selama satu dekada terakhir. Banyak pemain mahal dan bertalenta hebat tak serta merta memberikan prestasi di level Eropa. 

Boleh saja, PSG sukses di dalam negeri. Namun, kegagalan di Liga Champions Eropa tetap menjadi pukulan yang cukup serius. Akibatnya, nasib pemain bintang seperti Mbappe, Lionel Messi, dan Neymar Jr menjadi topik yang diperbincangkan. 

Trofi Liga Champions seyogianya menjadi cara PSG untuk mendapat reputasi kuat di daratan Eropa. Ketika kegagalan terjadi, PSG terlihat seperti tim yang mengoleksi pemain bintang semata daripada tim yang mempunyai reputasi sebagai tim kuat di Eropa.

Oleh karenanya, PSG masih mempunyai pekerjaan rumah agar bisa sukses di Liga Champions Eropa. Pekerjaan rumah itu bisa terselesaikan apabila PSG patut belajar dari tim-tim yang sukses melaju. 

Pasalnya, beberapa tim sukses melaju bukan karena anggaran finansial yang besar atau mempunyai skuad bintang yang melimpah. Akan tetapi, karena mentalitas yang dipadukan dengan identitas tampil sebagai tim yang bermain kompak dan efektif.

Keberhasilan Tim asal Italia, Wajah Positif untuk Serie A

Musim ini menjadi musim terbaik tim-tim asal Serie A Liga Italia. Untuk pertama kalinya sejak tahun 2006, Italia menyumbangkan tiga tim pada babak 8 besar Liga Champions.Tentu saja, hal ini memberikan efek positif pada sepak bola Italia yang lama seperti berada dalam kondisi hibernasi.

Reputasi sepak bola Italia terangkat. Tim-tim asal Italia tak sekadar jadi pengisi grup atau juga tim-tim yang sampai di babak 16 besar semata. Akan tetapi, tim-tim Italia mampu memberikan perlawanan pada tim-tim besar lainnya di Eropa hingga bisa tembus ke babak 8 besar. 

Tentu saja, babak 16 besar akan sangat menantang. Namun, kemungkinan untuk lolos ke babak selanjutnya bukanlah sebuah kemustahilan. Segala sesuatu bisa kembali terjadi dan bisa memihak tim-tim Italia.  

Peluang Tim asal Liga Inggris

Musim ini tak begitu bersahabat untuk tim-tim asal Liga Inggris. Liverpool dan Tottenham Hotspur tersingkir di babak 16 besar. Tertinggal dua klub kaya, Manchester City dan Chelsea yang bermain di 8 besar.

Chelsea agak diragukan. Performa tim berjuluk Si Biru ini belum meyakinkan. Pelatih Graham Potter masih berupaya menemukan formula terbaik untuk merangkai dan meramu skuad yang terdiri dari banyak pemain mahalnya. Karena itu, jalan terjal Chelsea untuk melaju lebih jauh di Liga Champions lebih disebabkan oleh kondisi tim sendiri daripada lawannya.

Sebaliknya, Man City menunjukkan kesiapannya menjadi penantang juara pada musim ini. Kemenangan besar 7-0 atas RB Leipzig di leg kedua menjadi bukti bahwa Man City siap menantang tim manapun.

Man City mempunyai ambisi yang besar untuk meraih juara pada musim ini. Pembelian Erling Haaland, yang nota bene mencetak 5 gol ke gawang Leipzig di leg kedua babak 16 besar menjadi salah satu tanda dari ambisi Man City untuk mendapatkan trofi Liga Champions musim ini. Haaland seperti menjadi jawaban atas teka-teki Man City selama ini.

Tantangan terbesar Man City adalah kebiasaan Pep Guardiola yang kerap melakukan eksperimen. Kadang eksperimen Pep dalam hal perubahan taktik itu berbuah manis. Namun, tak jarang eksperimennya malah memberikan petaka pada performa Man City sendiri.

Pada titik ini, Pep sekiranya sudah membaca kelebihan Haaland dan komposisi skuad yang dimiliki. Selain itu, kelebihan Man City adalah perihal skuad yang sudah lama di bawah kepelatihan Guardiola. Jadinya, mereka familiar dengan taktik si pelatih, sekaligus Pep sudah mengenal dengan baik anak-anak asuhnya.

Tradisi Real Madrid dan Bayern Muenchen

Madrid dan Muenchen menjadi dua tim yang secara tradisi kerap sulit dikalahkan. Dua tim ini tak hanya mengandalkan kekuatan skuad, tetapi juga mentalitas tim secara umum. Mentalitas itu sudah ditempah sekian musim dan ditopangi oleh sistem kerja klub yang kuat.

Terbukti, ketika Madrid mengalahkan Liverpool pada dua leg di babak 16 besar. Hal yang sama juga dengan Muenchen yang menunduk kekuatan Liverpool dalam dua leg. Madrid dan Muenchen tahu bagaimana meruntuhkan lawan-lawannya. Bermain efektif sembari bermain penuh semangat. 

Mentalitas kedua tim ini yang kerap menyulitkan tim-tim lainnya di Eropa. Boleh dibilang, tetap waspada pada Madrid dan Muenchen yang sudah seperti tim yang ahli dalam mengalahkan lawan-lawannya di Liga Champions. 

Peluang Tim Kuda Hitam: Benfica dan Napoli

Benfica dan Napoli menjadi kuda hitam dari kedelapan tim yang melajut di babak 8 besar. Kedua tim ini masuk kategori kuda hitam Liga Champions Eropa musim ini lantaran performa yang ditampilkan sejak babak penyisihan grup hingga babak 16 besar.

Di babak 16 besar, Benfica menang dengan agregat 7-1 atas Club Brugge. Menariknya, Benfica tak hanya digdaya saat bermain di hadapannya pendukungnya di Estadio da Luz, tetapi juga saat bertandang ke markas Brugge.

Sama halnya dengan Napoli yang menyingkirkan Eintracht Frankfurt. Napoli menyingkirkan Frankfurt berkat menang agregat 5-0 atasFrankfurt. Dari sisi lini depan, Napoli tampil produktif. Produktivitas itu diimbangi dengan kesolidan lini belakang.

Keberadaan Napoli dan Benfica bisa merumitkan 6 tim lainny. Benfica sudah membuktikannya kala menyingkirkan Juventus di babak penyisihan grup dan sekaligus menempatkan PSG sebagai runner-up grup.

Hal yang sama ketika Napoli menundukan Liverpool serentak menempatkan Liverpool sebagai juara kedua di grup penyisihan. Dari sisi ini, sudah terlihat Napoli dan Benfica tak bola dipandang sebelah mata. Kedua tim bisa menjadi calon juara baru pada musim ini.

Salam Bola

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun