Sama halnya juga harga yang diberikan MU ketika membeli Casemiro dari Real Madrid. Tak sedikit yang mempertanyakan harga Casemiro yang sudah menginjak usia 31 tahun.Â
Namun, ketika melihat performa Casemiro sejauh ini, harga yang diberikan MU barangkali terlalu kecil. Casemiro menjadi salah satu titik sentral permainan Ten Hag. Malahan, ketika Casemiro absen, permainan MU sedikitnya agak timpang.Â
Keberhasilan Ten Hag tak hanya dalam hal meramu formasi, tetapi juga dalam hal membeli dan memilih pemain yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan formasinya. Artinya, Ten Hag memilih pemain bukan berdasar label nama terkenal, tetapi berdasar kebutuhan tim.Â
Selain itu, efek Ten Hag juga tampak pada mentalitas MU. Â MU lebih bermain sebagai tim yang kompak baik di lapangan hijau maupun di ruang ganti. Gaya kedisiplinan yang diterapkan Ten Hag berdaya pada performa para pemain.Â
Efek Ten Hag sudah berbuah manis untuk MU. Trofi piala Carabao menjadi catatan pertama bagi Ten Hag sebagai pelatih MU. Bukan tak mungkin, 2 atau bahkan 3 trofi akan menyusul Ten Hag musim ini.
MU sementara menikmati efek Ten Hag pada musim ini. Efeknya kian besar karena dari laga ke laga MU terus tampil stabil. Â
Ketiga, Kebangkitan MU.Â
Keberhasilan MU meraih trofi Piala Carabao berujung pada satu pernyataaan, MU is back! MU telah bangkit.Â
Terakhir kali MU meraih trofi di tahun 2017 di era kepelatihan Jose Mourinho. Artinya, 6 tahun MU paceklik juara.Â
Kendati mengganti pelatih dan membeli pemain berharga mahal, performa MU selalu melempem. Bahkan MU menjadi tim yang terlihat gampang tunduk menghadapi tim-tim kuda hitam di Liga Inggris.Â
Musim 2022/23 MU benar-benar bangkit. Kebangkitan itu makin menyata ketika berhasil mendapatkan trofi Piala Carabao, yang menjadi trofi pertama musim ini.Â