Bukan tak mungkin, apabila kasus itu dimainkan dalam pusaran media sosial, efeknya akan makin besar dan menciderai wibawah lembaga. Namun, ketika langkah cepat diambil, persoalan yang melingkupi salah satu pejabatnya pun bisa dinetralisir lantaran si pejabat sudah keluar dari tugas dan jabatannya.Â
Selain belajar dari ketegasan Sri Mulyani sebagai menteri, juga kasus M pun memberikan pelajaran pada kehidupan pejabat negara.Â
Hemat saya, ada tiga pelajaran dari kasus yang bersentuhan dengan M dan ayahnya, yang merupakan pejabat negara.Â
Pertama, jabatan orangtua, baik yang melekat pada ayah atau pun  ibu bukanlah milik seluruh keluarga. Kalau hanya salah satu yang berjabatan tinggi, yang lain tak boleh merasa seolah-olah berjabatan tinggi.
Misalnya, hanya ayah yang duduk sebagai anggota DPR, maka istri dan anak-anak bukanlah anggota DPR.Â
Artinya, kehidupan anggota keluarga yang tak berjabatan mesti mengikuti standar tertentu. Jabatan adalah amanah untuk salah satu anggota keluarga dan bukanlah keistimewahan untuk semua anggota keluarga.Â
Untuk itu, anggota keluarga tak boleh menuntut lebih dari jabatan yang dipegang. Malahan, sama-sama menjaga jabatan itu dengan cara tak menodainya.Â
Kedua, peringatan bagi pejabat publik untuk menghidupi tanggung jawab tak hanya di kantor tetapi juga dalam kehidupan keluarga dan kehidupan sosial.Â
Secara sempit, jabatan itu hanya berkaitan dengan posisi di lanskap kantor. Kendati demikian, konsekuensi lanjut dari jabatan itu mesti tercermin dalam konteks kehidupan sosial dan keluarga.
Sebagai pejabat publik seseorang memberikan teladan kepada sesama. Akibat lanjutnya, kehidupan keluarga pun memikul tanggung jawab yang sama. Paling tidak, jabatan yang diemban tercermin dalam cara hidup yang santun di keluarga.
Bagaimana pun, seseorang terpilih sebagai pejabat lantaran kompetensi yang dimiliki. Karena itu, kompetensi itu menyata dalam kehidupan harian.Â