Badan sepak bola dunia FIFA pun meminta setiap tim yang terlibat dalam turnamen yang berlangsung dalam 4 tahun sekali ini untuk fokus pada sepak bola, daripada peduli pada hal-hal yang bernuansa ideologis.Â
Tak terlepas dari krtik itu, secara mengejutkan mantan presiden FIFA, sebagaimana yang disampaikan dalam wawancaranya dengan surak kabar asal Swiss Tages Anzeiger menyatakan bahwa pilihan pada Qatar sebagai tuan rumah piala dunia merupakan sebuah kekeliruan.
Bahkan Blater menilai bahwa sepak bola dan piala dunia terlalu besar untuk negara seperti Qatar.Â
Pernyataan Blater lebih bernada penyesalan atas apa yang telah terjadi. Rencana awalnya adalah menunjuk Amerika Serikat sebagai tuan rumah setelah Rusia. Tujuannya untuk menunjukkan komitmen FIFA pada perdamaian dunia. Â
Akan tetapi, pilihan berubah. Hal itu terjadi lebih karena faktor politik, yang mana perubahan pilihan berubah karena campur tangan Nicolas Sarkozy yang saat itu menjabat sebagai presiden Prancis dan mempunyai koneksi kuat dengan Qatar.Â
Faktor politik itu turut mempengaruhi Michael Platini, yang waktu itu berstatuskan sebagai presiden badan sepak bola Eropa, UEFA. Pengaruh Platini dan timnya di UEFA ikut mempengaruhi jumlah suara dalam pemilihan di tahun 2010 tentang tempat berlangsungnya piala dunia. Saat itu, Qatar unggul 14-8 atas Amerika Serikat.Â
Menariknya, Blater yang berkuasa selama 17 tahun sebagai presiden FIFA dipaksa turun dari kursi presiden atas tuduhan transfer sejumlah uang ke Platini.Â
Kedua sosok penting di dunia sepak bola itu pun diminta untuk turun dari jabatan yang mereka, dan bahkan mendapat sanksi tak terlibat dalam dunia sepak bola untuk jangka waktu tertentu.Â
Pengakuan Blatter sangat mengejutkan dan kadang sudah menjadi rahasia umum. Pengakuan itu memperjelas bahwa intrik politik dan kekuatan uang kerap turut campur dalam dunia sepak bola.
Pelajarannya dari situasi Qatar dan pengakuan Blater sangatlah penting untuk dunia sepak bola. Popularitas sepak bola sekiranya tak ternoda gegara realitas yang terjadi, atau pun pelbagai protes yang meliputi Qatar sebagai tuan rumah.
Aspek kompetesi dan sportivitas tetap dinomorsatukan. Persaingan sehat setiap tim harus mendapat tempat terdepan. Hal ini menjadi salah satu cara agar pelbagai noda negatif yang meliputi perhelatan piala dunia tak memperkeruh susasan.Â