Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Hal Ini yang Membuat Chelsea Bangkit di Tangan Graham Potter

26 Oktober 2022   08:43 Diperbarui: 26 Oktober 2022   09:04 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemain Chelsea merayakan gol Kai Havertz ke gawang RB Salzburg. FotoL AFP/Krugfoto via Kompas.com

Pemecatan Thomas Tuchel sebagai pelatih Chelsea di awal musim 2022/23 ini cukup mengejutkan. Tak sedikit yang menilai bahwa pemecatan Tuchel itu sangat prematur. 

Pada tempat pertama, kompetesi musim 2022/23 barusan dimulai. Tuchel membutuhkan waktu untuk membenahi banyak hal di skuad Chelsea agar tampil konsisten dan stabil. Apalagi Tuchel kehilangan beberapa pilar penting dan membelanjakan beberapa pemain baru.  

Di tempat lain, Tuchel sebenarnya terbilang sukses menjaga reputasi Chelsea di Inggris. Kendati gagal memberikan trofi untuk Chelsea di musim 2021/22, Tuchel berhasil membawa Chelsea ke final Piala FA dan Piala Carabao. Tak hanya itu, Tuchel juga membantu Chelsea berada di tempat ke-3 klasemen akhir Liga Inggris 2021/22. 

Walau demikian, pemecatan Tuchel yang bertepatan dengan 100 hari kebedaraan pemilik baru Todd Boehly di Chelsea tak bisa dihindari. Gegara performa Chelsea yang tak konsisten di awal musim, yang berpuncak pada kekalahan Chelsea dari Dinamo Zagreb di Liga Champions membuat Boehly tak ragu untuk memecat pelatih asal Jerman tersebut. 

Pilihan Boehly sebagai peganti Boehly pun di luar kejutan. Alih-alih melirik yang pelatih sudah "makan garam" di kompetesi Eropa dan berprestasi di Liga Inggris, Boehly  jatuh hati kepada Graham Potter. 

Boleh saja, Potter mencuri perhatian di daratan Inggris berkat tangan dinginnya menangani Brighton & Have Albion. Sewaktu ditetapkan sebagai pelatih Chelsea, Brighton sementara berada di posisi ke-4 klasemen dan berhasil menunjukkan performa meyakinkan, termasuk saat mengalahkan Manchester United (MU) (2-1) di pekan perdana Liga Inggris 2022/23. 

Namun, di kompetsi Eropa, nama Potter belum terlalu terkenal, apabila dibandingkan dengan Tuchel yang berhasil mempersembahkan trofi Liga Champions Eropa ke Chelsea di musim 2020/21. Bahkan Potter belum pernah menukangi pelatih yang berkompetesi di Liga Champions Eropa. 

Tak ayal, kemampuan Potter pun diragukan. Tak sedikit yang mesangsikan kapasitas Potter untuk menangani Chelsea untuk bersaing di Liga Inggris, terlebih lagi berkompetesi di Liga Champions. 

Potter, Setelah 1 Bulan Lebih di Chelsea

Kemenangan Chelsea kontra RB Salzburg (2-1) (26/10/22) di stadion Red Bull Arena memperpanjang catatan positif Potter sebagai manajer Chelsea.

Berkat kemenangan kontra Salzburg, Chelsea pun lolos ke babak 16 besar sekaligus menyusul Manchester City, yang juga salah satu perwakilan dari Liga Inggris.

Sejak ditentukan pada tanggal 8 September 2022, perlahan tetapi pasti Potter memberikan efek positif di Chelsea. dari 9 laga di semua kompetesi, Potter mengoleksi 6 kali menang dan 3 kali seri. 

Aura negatif kerena pemecatan tiba-tiba pada Tuchel di Stamford Bridge perlahan mereda. Terlebih, Chelsea bermain konsisten di Liga Champions Eropa. Terlihat Chelsea mendapatkan harapan baru di tangan Potter.

Harapan baru itu nampak lewat hasil di lapangan. Chelsea belum pernah meraih kekalahan sejak Chelsea ditangani oleh Potter. Hasil ini mulai membungkam suara-suara ragu yang dilimpahkan kepadanya tatkala ditentukan sebagai manajer Chelsea. 

Beberapa poin yang kelebihan Potter yang membantu Chelsea bangkit dari situasi sulit.

Hal yang paling pertama adalah karakter Potter sebagai pelatih 

Potter terlihak pribadi yang kalem. Penampilan di pinggir lapangan begitu tenang dan jauh dari glamor.  

Berbeda dengan gaya Tuchel yang begitu meledak-ledak saat melakukan selebrasi atas gol timnya, dan kadang frontal dalam mengritik para pemainnya. Bahkan Tuchel juga tak segan berteriak keras ke pemainnya di lapangan. 

Potter tampil tenang di lapangan. Komunkasinya dengan para pemain juga tampak elegan dan jauh teriakan.  

Kekalemen Potter ini tampaknya membuat para pemain merasa nyaman. Sejauh ini, Potter tak pernah mengritik pemainnya secara langsung apabila gagal meraih kemenangan. Dia lebih menganalsisi permainan dari sisi tim secara umum daripada melihat kelemahan tim dari sisi individual pemain.

Akibatnya, para pemain bisa mengekspresikan diri dengan bebas. Pemain seperti Ruben Loftus-Cheek dan Kepa Arrizabalaga berhasil bangkit di masa-masa Potter. 

Hal kedua adalah cara Potter membangun relasi dengan para pemain

Setiap pemain diperlakukan secara sama. Dalam arti, Potter tak cenderung membangun tim antara tim regular atau  di bangku cadangan. Hampir setiap pemain yang berada di skuad senior sudah mendapat menit bermain. 

Terbukti, Hakimi Ziyach dan Christian Pulisic yang sempat masuk dalam daftar jual di musim transfer lalu sudah mendapat menit bermain. Kepa yang merupakan kiper termahal di Liga Inggris terlihat menemukan performa terbaik selama berseragam Chelseas. 

Kepercayaan dirinya meningkat. Sempat menjaga rekor tak kebobolan di lima laga terakhir, hingga pecah telur saat kontra MU akhir pekan lalu gegera gol injury time Casemiro.

Relasi dan komunikasi Potter dengan para pemain memberikan ruang bagi pemain untuk menunjukkan kualitas mereka. Jadinya, pemain yang diisukan untuk dijual atau pun hengkang menjadi fokus untuk mempertahankan posisi mereka di skuad utama. 

Ketiga, Potter berani melakukan rotasi pemain dan mengubah formasi pemain 

Sejauh ini, Potter tak berpaku pad beberapa pemain tertentu sebagai bagian dari formasinya. Di tengah kompetsi Liga Inggris yang begitu ketat, Potter tak ragu untuk melakukan rotasi pemain. 

Terbukti dalam dua laga terakhir. Mason Mount yang menjadi pilihan pertama saat bersua kontra MU di Liga Inggris pada pekan lalu ditempatkan di bangku cadangan. Tempatnya diisi oleh C. Gallagher saat bertandang ke markas Salzburg.

Sama hallnya dengan Sterling. Sterling kerap mendapat posisi yang berbeda dari Potter. Kontra Salzburg, Sterling ditempatkan sebagai pemain sayap kiri,. Kadang Sterling mejadi tandem Pierre Emerick Aubameyang di lini depan atau juga bermain seabgai sayap kanan. 

Keberanian Potter ini tentu saja sudah dipertimbangkan dengan tuntutan taktik, kondisi, dan kesiapan para pemain. Dengan kata lain, Potter mengenal karakter pemain dan menganalisa taktik lawan, sehingga tak asal menempatkan pemain pada posisi yang bukan posisi aslinya. 

Keberhasilan Chelsea lolos ke babak 16 besar menunjukkan efek Potter sebagai manajer Chelsea. Dampak lebih jauhnya pemecatan Tuchel pun tak mempengaruhi ruang ganti dan membenamkan Chelsea. Malahan, aura positif menaungi hati suporter dan memperkuat mentalitas para pemain tim yang berjuluk The Blues ini.   

Salam Bola

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun