Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Real Madrid Perlahan Kunci Gelar dan Barcelona Masih Kocar-kacir

13 Desember 2021   07:46 Diperbarui: 13 Desember 2021   07:50 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duo raksasa La Liga Spanyol, Real Madrid dan Barcelona mengalami situasi yang berbeda pada musim ini. Real Madrid tampil penuh meyakinkan, sementara itu Barcelona masih mencari bentuk yang tepat untuk kembali ke jalur yang positif. 

Kemenangan Real Madrid kontra rival sekota, Atletico Madrid dini hari tadi (13/12) seolah menggenapi kekuasaan Madrid di La Liga Spanyol. Berstatuskan juara La Liga musim lalu, Atletico tak berdaya di hadapan organisasi permainan ala Carlo Ancelotti. 

Ancelotti yang menggantikan peran Zinadene Zidane di awal musim ini berhasil memoles rupa Real Madrid. Kendati ditinggalkan oleh duo bek berpengalaman, Raphael Verane dan Sergio Ramos, Ancelotti bisa memanfaatkan para pemain yang tersedia. 

E. Militao dan D. Alaba menjadi tandem baru di lini belakang Madrid. Andaikata Ramos dan Verane memilih bertahan, bukan tak mungkin Militao akan jarang diturunkan dan Alaba digeser ke posisi bek kiri sebagaimana yang kerap diperankannya sewaktu masih berseragam Bayern Munchen.  

Jadinya, kepergian Verane dan Ramos bukanlah kehilangan yang disesali. Malahan, itu menjadi berkah karena Madrid menemukan pemain lain, yang juga tampil dalam level terbaik. 

Kemenangan Madrid kontra Atletico juga seolah menegaskan posisi Madrid sebagai favorit juara pada musim ini. Tak berlebihan jika mengatakan kalau Madrid sudah perlahan-lahan mengunci gelar juara La Liga pada musim ini. 

Pasalnya, bukan hanya Atletico yang sudah menjadi amukan Madrid. Tim-tim yang berada di enem besar seperti Real Sociedad dan Sevilla sudah merasakan sengatan pasukan Ancelotti pada musim ini. Bahkan Barcelona juga tak berdaya menghadapi Madrid di Camp Nou. 

Maka dari itu, Madrid sepertinya sudah mulai perlahan-lahan mengunci titel La Liga Spanyol pada musim ini. Dengan Sevilla yang berada pada peringkat ke-2, margin poin sudah berjarak 8 poin. 

Selain gap poin yang cukup lebar dengan saingan-saingan terdekat, faktor Ancelotti menjadi salah satu kelebihan Madrid. Pelatih veteran asal Italia ini sudah makan garam dalam menghadapi pelbagai kompetesi di Eropa. 

Ancelotti tahu betul bagaimana memanfaatkan momentum. Terlihat dalam laga kontra Atletico Madrid. 

Menghadapi pasukan Diego Simeone, Ancelotti memanfaatkan efektivitas para penyerangnya dalam melihat kesalahan Atletico. Permainan Atletico juga tak terlalu berkembang karena para pemain Madrid tampil solid di setiap lini.   

Trio gelandang L. Modric, Casemiro dan T. Kross tetap menjadi andalan Ancelotti. Trio gelandang ini terlihat solid dalam mengatur permainan Madrid, menjaga lini belakang, dan membangun koneksi di setiap lini.

Kemenangan Madrid atas saudara sekotanya sepertinya memperjelas siapa yang menjadi juara pada musim ini. Peluang itu makin jelas karena Ancelotti pasti tahu dengan baik bagaimana menjaga momentum. 

Terbukti, Ancelotti yang tak terlalu diberkahi dengan pemain baru dan bahkan ditinggalkan oleh beberapa pemain penting masih bisa memanfaatkan skuad yang tersedia. Pada titik ini, Ancelotti tahu meramu formula yang tepat dalam membangun kekuatan Madrid yang terus tampil konsisten.

Berbeda dengan Madrid yang sudah menemukan konsistensi, rival abadinya Barcelona masih berjalan timpang. Xavi Hernandez yang dikontrak sebagai pelatih menggantikan Ronald Koeman belum memberikan titik terang untuk nasib Barca pada musim ini. 

Hasil imbang 2-2 kontra Osasuna menunjukkan wajah dan situasi Barca. Barca dalam kondisi yang tak stabil. 

Performa para pemain Barca belum solid. Para pemain muda memang terlihat tampil cepat dan penuh energetik. Akan tetapi, kesolidan dalam pengusaan bola, mengontrol permainan, dan sekaligus menjaga bola dari rebutan lawan tak begitu terlihat. Masih abu-abu.

Tika-taka ala Xavi belum begitu nampak. Malahan, Barca terlihat cenderung tampil menyerang dan menekan dengan memanfaatkan kecepatan para pemain muda seperti O. Dembele dan A. Ezzalzouli. Lalu, para pemain Barca juga cenderung memilih untuk melakukan tembakan dari luar kotak penalti. 

Para pemain pun kerap melakukan umpan-umpan yang salah, gampang terbaca oleh lawan, atau pun keliru melihat pergerakan rekan setim. 

Membaca performa Barca kontra Osasuna, Xavi memiliki pekerjaan yang cukup besar. Salah satu pekerjaan Xavi adalah mengembalikan identitas Barca sebagai tim yang ber-DNA Tiki-taka. 

Permainan cepat dari kaki ke kaki yang pernah dimainkan oleh Xavi sewaktu masih aktif bermain menjadi ekspetasi di Camp Nou saat ini. Akan tetapi, ekspetasi itu barangkali masih terbentur dengan situasi klub. 

Para pemain terlihat belum mampu menghidupi kembali identitas permainan Barca tersebut. Suporter Barca perlu bersabar. Para pemain muda masih membutuhkan jam terbang untuk tampil pada level tertinggi. 

Musim ini terlihat mustahil bagi Barca meraih trofi La Liga Spanyol apabila menimbang performa Barca kontra Osasuna. Barangkali itu menjadi mungkin apabila Xavi bisa menambah pasukannya dengan para pemain yang tepat. 

Bagaimana pun, DNA Tika-taka berkembang tak hanya faktor pemain akademi. Hal itu juga berkembang bersamaan dengan talenta-talenta hebat dari klub-klub lainnya. 

Presiden Barca, Joan Laporta kabarnya sudah mengiakan keinginan Xavi mendapatkan pemain baru pada musim ini. Memang, niat ini masih sulit terealisasi menimbang kondisi keuangan klub yang belum stabil. 

Maka dari itu, Barca bisa saja atau perlu menjual para pemain agar bisa mendapatkan dana untuk mendatangkan pemain baru. Beredar rumor jika Barca bukan saja akan melego pemain seperti Coutinho dan Samuel Umtiti, Barca juga terlihat berani untuk melego kiper Ter Stegen dan gelandang Frengki de Jong. 

Langkah ini terbilang berani. Namun, ini bisa menjadi salah satu solusi untuk membetulkan situasi Barca yang masih kocar-kacir.

Para pemain muda harus dipertahankan. Namun, mereka juga membutuhkan pendampingan dan mentor yang tepat agar bisa bertumbuh sebagai pemain yang berkualitas. 

Lionel Messi sewaktu diorbitkan dari La Masia memiliki mentor yang tepat, yakni Ronaldinho yang dibeli dari PSG. Tak hanya itu, Messi juga bisa belajar dari Thiery Henry yang didatangkan dari Arsenal dan Samuel Eto'o di barisan depan. 

Berkat pengalaman dan kedekatannya dengan para pemain hebat ini, Messi bertumbuh. Singkat cerita, Messi pun menjadi andalan Barca lebih dari 10 tahun sebelum pindah ke PSG. 

Hal yang sama mungkin bisa berlaku untuk situasi saat ini. Para pemain muda dipertahankan dan mencari para pemain yang tepau untuk mendampingi para pemain muda. Tentu saja, ini bisa terjadi kalau Barca berani mengambil keputusan tertentu, termasuk menjual beberapa pemain bintang. 

Barca sementara kocar-kacir. Solusinya tidaklah gampang. Hanya waktu yang akan berbicara bagaimana Xavi bisa membawa Barca keluar dari situasi kocar-kacir. 

Salam Bola

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun