Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Man City Kuasai Derby, Kelemahan Man United, dan Solksjaer Makin Terjepit

6 November 2021   21:44 Diperbarui: 6 November 2021   21:45 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foden merayakan gol B. Silva ke gawang Manchester United. Foto: Getty Images via Goal.com

Derby dua tim sekota di Liga Inggris, Manchester United kontra Manchester City selalu mendongkrak adrenalin suporter di kota Manchester. MU tak lagi menjadi tim yang mendominasi kota Manchester, sebagaimana yang pernah terjadi di tahun 90-an. Tepatnya saat MU berada di era kepelatihan Sir Alex Ferguson.  

Man City sudah berubah total semenjak diambilalih kepemilikannya oleh pengusaha asal Timur Tengah. Bahkan pada satu dekada terakhir, Man City lebih mendominasi MU di Liga Inggris.

Terakhir kali MU meraih trofi Liga Inggris 12 tahun lalu. Itu pun semasa kepelatihan Sir Alex Ferguson. Selebihnya, MU terlihat sebagai tim yang di dua musim terakhir konsisten berada di empat besar, tetapi pernah juga terlempar dari posisi empat besar.  

Ferguson pergi, MU selalu mengakhiri musim di Liga Inggris dengan tangan hampa. Sebaliknya, Man City kerap menjadi favorit dan sekaligus tim yang kerap meraih trofi Liga Inggris pada beberapa musim terakhir ini.

Situasi yang sama bisa saja terjadi lagi pada musim ini. Hal ini bisa terbaca dari performa MU saat menjamu Man City. Secara umum, Man City mendominasi rival sekotanya.

Alih-alih terus melanjutkan performa positif ketika bersua Tottenham Hotspur pada pekan lalu, MU kembali terjerembab pada lubang yang sama. MU mulai tak berdaya dengan tim-tim besar seperti Man City dan Liverpool.

Ole Gunnar Solksjaer kembali menjadi sasaran tembak. Solksjaer belum mampu mengubah permainan MU. Pertanyannya, akankah Ole dipecat? Kita tunggu saja!

Sepertinya, kemenangan kontra Tottenham hanya menjadi penghiburan sesaat bagi MU. Tak sedikit pun yang membuat meme apabila kemenangan itu seperti cara memperpanjang nasib Solksjaer di bangku MU dan memberikan jalan Antonio Conte ke Tottenham daripada berlabu ke MU.

Solksjaer terlihat gagal mengeluarkan kemampuan terbaik. Pada dua laga terakhir, Solksjaer beruntung memiliki sosok Cristiano Ronaldo.

Saat bersua Tottenham, selain menjadi pencetak gol, Ronaldo juga menyumbangkan 1 assist. Di Liga Champions, Ronaldo menjauhkan MU dari kekalahan di kandang Atalanta.

Juga, perlu diingat bahwa MU berhadapan dengan Tottenham yang sementara timpang. Makanya, Tottenham yang merasa diri sudah timpang nekat memecat Nuno Espirito Gomez dari kursi pelatih walaupun baru beberapa bulan di bangku pelatih.

Pengaruh Ronaldo berhasil dipendam oleh organisasi permainan Man City. Reputasi Pep yang sudah makan garam berhadapan dengan tim-tim besar membahasakan kualitasnya mengunci permainan lawan yang hanya cenderung mengandalkan 1 pemain. Ya, Ronaldo terlihat sudah menjadi pemain yang kerap diharapkan MU.

Tak bisa diragukan jika Ronaldo sudah menjadi salah satu andalan Solksjaer di lini depan. Ketika lini depan dikunci rapi oleh permainan apik para gelandang Man City, Ronaldo pun tak bisa berbicara banyak. Pada titik ini, Solksjaer tak memiliki alternatif yang bisa mengimbangi efektivitas dari Ronaldo.

Ini adalah persoalan lama yang terjadi saat MU dibantai oleh Liverpool. Ronaldo tak berdaya dihadapan permainan tim Liverpool.

Apalagi organisasi permainan MU masih belum kompak. Hal ini terlihat dari kecenderungan beberapa pemain yang lebih menembak dari jauh daripada menciptakan pola permainan tim.

Pada tempat lain, MU kalah di hadapan organisasi permainan para  gelandang Man City yang begitu apik. Kali ini, MU coba memainkan sistem 3 bek sebagaimana bertemu dengan Tottenham.

Faktor cedera yang menimpa, Raphael Verane, Solksjaer mesti memasukan E. Bailly dan V. Lindelof menemani H. Maguire. Hanya Maguire yang sering diturunkan di barisan belakang. Bailly sangat jarang diturunkan.

Benar saja, petaka di Old Trafford terlalu dini terjadi. Bailly mencetak gol bunuh diri di menit ke-7. Gol dinih ini seolah membangkitkan petaka 5 gol yang dicetak oleh Liverpool dua pekan sebelumnya. 

Selain itu, skema lima gelandang yang mana A. Wan-Bissaka atau pun Luke Shaw yang seyogianya menjadi bek lebih ditempatkan sebagai gelandang. Namun, Solksjaer tak sadar bahwa timnya berhadapan dengan Man City yang kerap mengandalkan dominasi area gelandang.

Wan-Bissaka dan Shaw belum terlatih untuk mengontrol area gelandang. Jadinya, mereka cenderung bertahan daripada memainkan bola dari kaki laiknya para gelandang Man City.  

Skema 3 bek, 5 gelandang, dan 2 striker ini tak bisa mengimbangi skema 4-3-3 a la Pep Guardiola. Guardiola sendiri dikenal sebagai pelatih yang menekankan permainan dari kaki ke kaki. Tak heran, para pemain depan timnya umumnya adalah para gelandang.

Sementara MU, dari 5 pemain yang ditempatkan pada sisi gelandang, 2 adalah bek yang memang belum terlalu lihai bermain dari kaki ke kaki.

Di babak ke-2, Ole kembali menempatkan 4 bek dengan mengeluarkan Bailly dan mengembalikan Wan-Bissaka dan Shaw ke area pertahanan. Lalu, Ole memasukan Rahsford dan Sancho untuk menambah daya gedor.

Upaya ini terlihat terlambat. Man City sudah terlanjut menguasai medan. 

Kendati hujan mengguyur Old Trafford, Man City tetap tampil mendominasi. Bahkan serangan balik anak-anak asuh Pep terlihat lebih berbahaya daripada yang dilakukan oleh para pemain MU.

Alih-alih mengulangi skenario saat bertemu Tottenham, MU malah kalah dominan dari Man City yang sudah terbiasa dengan permainan dari kaki ke kaki dan menguasai wilayah tengah lapangan.

Dominasi ini pun dibarengi dengan gol demi gol yang menghujani gawang MU. 2 gol tercipta di babak pertama sudah membuat suporter MU was-was. Beruntung di babak ke-2 tak ada gol tambahan yang masuk ke gawang David de Gea.

Di bawah kendali Solksjaer, MU menghadapi masalah lama. Solksjaer lagi-lagi gagal membaca taktik pelatih sekelas Pep. Boleh dikatakan Solksjaer masih tak berdaya dalam menghadapi kualitas pelatih seperti Pep atau pun Jurgen Klopp.

Maka dari itu, nasib Ole semakin jelas. Bahkan kekalahan ini bisa menjadi akhir dari tugas Ole di MU.

Sebaliknya, kemenangan dari derby kota Manchester ini makin mempertegas dominasi Man City di kota Manchester.

Di bawah kepelatihan Fergusan, kota Manchester lebih didominasi warna merah. Saat ini, superter MU harus pasrah warna merah mulai dikaburkan oleh dominasi warna biru langit, warna khas Man City.

Begitu pun nasib Ole di kursi pelatih. Kekalahan 0-2 seolah membuat tempatnya bukan saja makin panas, malah makin oleng.

Salam Bola

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun