Sementara MU, dari 5 pemain yang ditempatkan pada sisi gelandang, 2 adalah bek yang memang belum terlalu lihai bermain dari kaki ke kaki.
Di babak ke-2, Ole kembali menempatkan 4 bek dengan mengeluarkan Bailly dan mengembalikan Wan-Bissaka dan Shaw ke area pertahanan. Lalu, Ole memasukan Rahsford dan Sancho untuk menambah daya gedor.
Upaya ini terlihat terlambat. Man City sudah terlanjut menguasai medan.Â
Kendati hujan mengguyur Old Trafford, Man City tetap tampil mendominasi. Bahkan serangan balik anak-anak asuh Pep terlihat lebih berbahaya daripada yang dilakukan oleh para pemain MU.
Alih-alih mengulangi skenario saat bertemu Tottenham, MU malah kalah dominan dari Man City yang sudah terbiasa dengan permainan dari kaki ke kaki dan menguasai wilayah tengah lapangan.
Dominasi ini pun dibarengi dengan gol demi gol yang menghujani gawang MU. 2 gol tercipta di babak pertama sudah membuat suporter MU was-was. Beruntung di babak ke-2 tak ada gol tambahan yang masuk ke gawang David de Gea.
Di bawah kendali Solksjaer, MU menghadapi masalah lama. Solksjaer lagi-lagi gagal membaca taktik pelatih sekelas Pep. Boleh dikatakan Solksjaer masih tak berdaya dalam menghadapi kualitas pelatih seperti Pep atau pun Jurgen Klopp.
Maka dari itu, nasib Ole semakin jelas. Bahkan kekalahan ini bisa menjadi akhir dari tugas Ole di MU.
Sebaliknya, kemenangan dari derby kota Manchester ini makin mempertegas dominasi Man City di kota Manchester.
Di bawah kepelatihan Fergusan, kota Manchester lebih didominasi warna merah. Saat ini, superter MU harus pasrah warna merah mulai dikaburkan oleh dominasi warna biru langit, warna khas Man City.
Begitu pun nasib Ole di kursi pelatih. Kekalahan 0-2 seolah membuat tempatnya bukan saja makin panas, malah makin oleng.