Luka batin terjadi karena pengalaman-pengalaman menyakitkan dari masa lalu. Salah satu pengalaman itu berupa dimarahi di depan umum.
Saya pernah mempunyai luka batin sewaktu masih kelas 1 SMP. Bukan dengan orangtua, tetapi dengan guru. Gara-gara keributan yang terjadi di kelas. Bukannya teman yang menyebabkan keributan yang dipanggil, tetapi saya yang berlaku sebagai ketua kelas.
Sebuah tamparan yang cukup keras mendarat ke pipi. Sempat mengeluarkan air mata. Bukan rasa sakit yang membuat batin terluka, tetapi peristiwa itu terjadi di depan teman-teman yang lain.
Karena peristiwa itu, saya sulit menjadi sulit memaafkan guru itu. Luka batin mengusai pikiran hingga kadang merasa sakit hati membayangkan wajah dari guru tersebut.
Sama halnya, ketika orangtua memarahi seorang anak di depan anak. Barangkali tujuannya untuk membetulkan masalah yang terjadi. Persoalannya, jika kemarahan itu tidak menyelesaikan masalah sama sekali, tetapi hanya menghadirkan luka batin bagi anak.
Jadi, perlu hindari diri dalam meluapkan kemarahan di depan umum. Kontrol diri atau juga mencari tempat dan waktu yang tepat untuk meluapkan kemarahan. Tujuannya, bukan saja menyelesaikan masalah, tetapi menjaga batin anak dari efek negatif.
Pendidikan anak membutuhkan kehati-hatian. Salah satunya adalah upaya orangtua menghindari diri dalam meluapkan kemarahan kepada anak di depan umum. Tujuannya demi perkembangan mentalitas anak ke arah yang lebih baik.
Salam Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI